Read More >>"> Lenna in Chaos (Best Couple) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Lenna in Chaos
MENU
About Us  

Setelah aku pulang dari Pangalengan, aku semakin dilanda perasaan berat hati. Bukan hanya karena aku kembali meninggalkan Mama yang sibuk menyembuhkan itu sendirian, ini semua gara-gara diriku sendiri. Aku mulai merasakan sesuatu yang seharusnya tidak boleh kurasakan. Aku mulai bertanya-tanya tentang hal-hal yang seharusnya tidak kupertanyakan kepada diriku sendiri.

Karena aku tau bahwa aku tidak akan pernah kunjung mendapatkan jawabannya.

Ini semua tentang perasaanku kepada Mama.

Sementara seisi ruangan kerja heboh dengan berita internasional dan kasus kebocoran data pengguna aplikasi X, aku bertanya-tanya: mengapa Mama serapuh itu? Selain kesetiaannya diingkari oleh Papa, apalagi yang dia pikirkan? Bukankah Mama sendiri yang sudah lebih dulu mengkhianati Papa diam-diam dengan menaruh hati pada Aldric selama bertahun-tahun lamanya? Mengapa semakin lama aku semakin rapuh seperti Mama? Apa karena aku kehilangan pacar gantengku yang sama sekali tidak kurencanakan itu?

Semuanya adalah tentang jarak. Ada jarak yang membentang di sana-sini sementara kami tidak ingin repot-repot mengurainya dan memperbaikinya. Jarak itu begitu berliku. Apalagi aku dan Mama. Kedatanganku kemarin untuk mengunjunginya hanya semakin memperparah kecemasan dan keraguan di dalam diriku. Ada jarak yang sudah lebih dulu tercipta, bahkan sebelum semua orang satu per satu pergi. Aku tidak tau siapa yang menciptakan itu terlebih dahulu. Entah aku, atau Mama. Bahkan untuk berbaring di pangkuannya saja, aku merasa tidak layak. Ada keengganan yang sulit kujelaskan.

Mungkin karena aku sudah lama merasa terkhianati.

Hari-hari penuh pikiran itu kucoba alihkan dengan lebih banyak menghabiskan waktu untuk berselancar di dunia maya. Aku tidak pernah merasa nyaman berlama-lama di ruang tanpa batas dan tanpa waktu itu. Mereka begitu ramai. Orang-orang bermunculan dan tenggalam dengan sendirinya.

Di sana, orang asing saling bertemu dengan orang asing lainnya. Secara anonim, mereka bercerita bahwa mereka pernah mengalami mimpi buruk yang begitu traumatis. Mereka mengalaminya. Dengan orang asing, atau orang-orang yang mereka kenal baik. Mereka banyak menyaksikan kejadian itu menimpa orang-orang terdekat mereka dan mereka tidak memiliki cukup keberanian untuk membelanya karena mereka sadar jika apa yang mereka hadapi tidak sesederhana itu. Beberapa orang dituntut balik karena telah mencemarkan nama baik sehingga para korban harus meminta maaf kepada pihak-pihak yang melakukan hal hina itu pada mereka.

Tak hanya itu, manusia-manusia anonim itu juga banyak merasakan kesedihan. Entah itu karena hari mereka begitu buruk, kesialan yang datang menimpa, kecemasan berlebih, atau cuitan-cuitan acak tentang emosi yang mereka rasakan. Baru-baru ini, kekecewaan di dunia maya hadir karena cuitan penolakan penggusuran lahan Candramaya. Di sana, Nirvana banyak mengeluarkan pernyataan yang bisa jadi membahayakan dirinya sendiri.

Sepertinya memang ada banyak hal-hal menyedihkan terjadi. Mereka membuatku sempat lupa jika aku juga sedang merasakan hal yang sama dengan mereka.

 

*

 

Festival Kampung Kota sudah berlalu sejak lama. Namun, sengketa melawan setan tanah ini belum kunjung usai.

“Setiap cerita pasti akan ada akhirnya, kan, Yuk?”

“Eh?” Yuka menoleh. Aku memandangi seluruh pemandangan sekitar. “Kita sudah tau akhirnya akan seperti apa.”

Aku menatapnya penuh curiga dan tanda tanya. Biasanya telepati kami akan terhubung dengan cepat.

Terkadang aku merasa lelah mengikuti kasus yang tidak pernah beres. Sudah setahun lebih sengketa penggusuran lahan yang mengorbankan rumah warga ini tidak kunjung menemui titik akhir. Sidang terus ditunda. Meski ratusan orang telah mengawal jalannya sidang, tetap saja sinyal-sinyal buruk terus menguap ke udara.

Di awal demonstrasi pengawalan sidang sengketa di PTUN, para warga sangat bersemangat untuk unjuk gigi secara bergantian. Mereka satu per satu berbicara – terdengar seperti berbisik namun sebenarnya mereka berteriak amat keras. Ada keluh kesah yang mengudara namun mereka terlanjur lenyap di makan udara kota yang ganas. Namun, setelah menjelang sore hari, wajah-wajah kecewa dari mereka mulai terlukis. Orang-orang dari LBH yang keluar dari dalam gedung pengadilan memberikan pertanda buruk. Beberapa orang ibu yang membela-belakan hadir menangis. Beberapa orang bapak menahan kecewa.

Tak sengaja aku menangkap siluet itu. Pria itu hadir di sana, di barisan kerumunan para demonstran paling depan. Dia sedang memotret dan memotret apa saja yang menarik untuknya. Kali ini dia tidak mengenakan topi rimba yang biasa dia pakai. Rambutnya jatuh begitu saja menutupi permukaan leher dan menyatu dengan keringat yang merembes dari permukaan kulitnya itu.

Yuka menyikut lenganku, “Dia rumit, ya?”

“Eh?” aku menoleh padanya.

“Kamu lihat perempuan itu, kan?” dia menunjuk seseorang yang sedang berteduh di bawah pohon. Aku terkesiap. Ya Tuhan, tentu saja itu Nirvana. Dia sedang menatap sang orator di depan gedung PTUN dan memasang wajah masam. Mungkin hal itu disebabkan oleh beberapa alasan: Pertama, karena matahari yang sangat terik sebelum beberapa jam lagi akan turun hujan deras. Kedua, firasatku mengatakan keputusan di akhir sidang gugatan warga penggusuran akan berakhir dengan buruk.

“Iya. Dia lagi. Kenapa?” aku pura-pura menyembunyikan rasa kaget di hadapannya.

Yuka menyeringai saat nada bicaraku menggambarkan rasa kebencianku pada perempuan itu. Sepertinya aktingku sangat buruk kalau sudah menyangkut perempuan itu.

“Yuka,” panggilku sekali lagi dengan sabar.

Dia kemudian membidikkan kamera pada kerumunan, memotret, dan kembali menatapku lagi. “Kamu nggak tahu, ya? Aslan dan Nirvana itu pernah pacaran. Dulu saat mereka kuliah di tempat yang sama, mereka dijuluki best couple. Lihatlah, dua-duanya sama-sama anak lapangan. Visioner. Sama-sama keren. Tapi sayang banget, mereka sudah putus.”

Aku membulatkan mata. “Apa?”

Dia kembali menyeringai dan membiarkanku sendirian.

“Yuka! Menyebalkan!”

Dia melambaikan tangannya dan kembali pergi memotret.

Aku mendengus kesal dan berusaha mundur serta segera menyingkir dari keramaian.

 

*

 

Malam itu, di Pangalengan.

Rasanya sulit untuk memutuskan berbagi kepada orang lain mengenai hal-hal privat yang terjadi di kehidupanku. Hal itu mungkin tidak saja terjadi kepadaku, tapi mungkin juga bagi orang lain.

Tapi, tetap saja aku berusaha mengamini bahwa perasaanku ini valid, bahwa aku adalah manusia yang sedang rentan serta membutuhkan seseorang untuk turut menanggung sebagian bebanku. Aslan kemudian menghadirkan dirinya di sana – di sampingku – di dalam sebuah tenda yang diterangi cahaya kuning dari sebuah lampu kemah yang digantung di langit-langit tenda. Kami merebahkan diri dan mengalirlah seluruh rangkaian cerita itu.

Aku menceritakan kepadanya tentang keluargaku. Semuanya. Tentang Papaku yang selingkuh dengan anggota dewan daerah yang telah memiliki keluarga, tentang jarak yang terbentang antara aku dan Mama, kakakku yang kabur ke Bali, dan kekasihku yang lebih dulu hilang.

“Setelah aku banyak menghadapi rasa sedih, marah, kecewa, dan kesepian, aku nggak pernah ngerasa kalau aku layak untuk orang lain. Aku selalu merasa buruk. Ada sesuatu yang menahanku dari dalam untuk nggak melakukan hal-hal gila. Aku takut berekspektasi. Aku juga takut untuk bermimpi, Aslan.”

“Kamu nggak bisa gini terus, Len.”

“Iya, aku tahu. Tapi gimana? Aku takut.”

Dia mendengarkanku dengan seksama. Rautnya tetap tenang saat aku menyebut nama Aksara beberapa kali. Mungkin dia dapat melihat mataku berputar-putar tanpa arah saat membicarakan hal itu. Mungkin dia juga dapat merasakan getaran suaraku yang semakin menjadi-jadi saat aku tidak kunjung menerima surat. Di hari keseratus sekian, seharusnya aku mengadakan pesta penyambutan atas kembalinya dia ke kota ini. Tapi, pesta itu tidak pernah terlaksana. Yang ditunggu-tunggu malah kunjung pudar dalam ingatan.

“Janji sama saya, kamu hanya boleh bersedih selama tiga hari. Di hari ketujuh, kamu harus punya rencana selanjutnya. Plan B,” ujarnya.

Aku menatapnya kalut.

“Len, ayolah. Gimana kamu mau nolong orang-orang kalau kamu sendiri masih perlu ditolong. Semua ini akan ada akhirnya. Percaya, deh.”

“Kamu mau membantuku?”

Dia menatapku dan mengangguk dengan yakin.

Aku tidak pernah memintanya untuk melakukan kontak fisik denganku. Namun, dia melakukannya dengan penuh simpati. Dia menghalau poniku dan menghapus air mataku dengan penuh kasih sayang. Bohong rasanya jika aku tidak mampu merasakan hal itu: sebuah rasa percaya dan ketertarikan yang timbul secara alami.

“Oh, jadi ini kekasih Aksara yang legendaris itu…,” gumamnya yang membuatku bergidik saat ia menyebut namamu yang sudah nyaris hilang itu.

 

*

 

Di beberapa waktu, aku mencoba memvalidasi kembali perasaanku kepadamu. Apakah masih sama seperti dulu ataukah tidak. Aku banyak menyebut namamu dalam hati sepanjang bercermin, melintasi jalanan kota, dan melewati saat-saat hening ketika malam. Namun, aku tidak merasakan apa-apa.

Mungkin aku telah mati rasa.

 

*

 

Ada pepatah mengatakan bahwa jika kamu jatuh cinta, kamu akan segera mengetahuinya.

Aku bukan tipe orang yang mudah jatuh cinta. Semuanya terjadi harus berdasarkan alur tertentu, berapa lama jumlah waktu yang dihabiskan, dan berapa tempat kencan yang sudah dikunjungi. Ada banyak hal yang kulihat dari seorang pria sebelum akhirnya aku memutuskan untuk menyukainya. Salah satunya adalah jalinan kata dan kalimat yang pria-pria tulis dalam kesehariannya. Mungkin, hal itu pulalah yang menjadikan pikiranku begitu kompleks terutama tentang cinta.

Pertama kali aku membaca tulisan Aslan adalah tentang Ritual Melukat di Bali dan bagaimana tren menyucikan diri dari beragam perasaan negatif itu tengah tren di kalangan turis. Kemudian pria itu benar-benar melakukannya. Ia membersihkan dirinya dengan percikan air suci. Di bagian akhir artikelnya ia menulis, “… dan saya menjadi jauh lebih ikhlas dengan semua yang terjadi kepada hidup saya.”

Ada sederhanaan dan kemurnian yang terpancar dari setiap rangkaian kalimat yang ia susun itu. Aku bisa rasakan bagaimana ia menulisnya dengan pikiran yang jernih, jauh dari hiruk pikuk terpaan informasi masa kini. Dia melupakan kekisruhan seisi dunia dan dia menciptakan setitik ketenangan yang beriak dalam tulisannya. Dari situ, aku mulai menyadari bahwa Aslan adalah sosok yang tidak boleh dilewatkan untuk dicintai. Olehku.

Namun, alasan-alasan itu langsung hancur seketika saat kembali terbayang-bayang percakapan kami tempo hari tentang segala hal. Pria itu ternyata mantan kekasih Nirvana. Ya Tuhan, yang benar saja. Mungkin jika Nirvana mengetahui semua ini dia akan menertawakanku habis-habisan. Lantas, apa maksud pria itu membicarakan soal lagu-lagu Motorhead favoritnya padaku dan memaksaku untuk mendengarkannya secara berulang-ulang? Apa maksudnya pria itu mengajaknya makan bubur ayam Pak Jago jam setengah dua dini hari lantas menunjukkanku kehidupan Bandung sebelum pagi dan memberikanku sedikit sentuhan?

Astaga. Ini sulit dipercaya. Pria itu sungguh cari gara-gara.

Lihatlah, dia berjalan menghampiriku. Ah, tidak! Jangan hampiri aku!

 “Lenna.”

Aku mendongakkan wajah dan memandangnya dengan raut wajah datar. Tak terbersit di benakku untuk menatapnya balik. Tapi yang lebih sialnya, aku tidak bisa menyangkal bahwa panggilannya padaku serta penekannya pada huruf “n” dobel di namaku masih terdengar keren juga.

“Apa kamu ada acara malam ini?”

“Aku lembur di kantor.”

“Oh, begitu, ya.”

“…,”

“Kalau besok malam?”

“Kenapa, sih?”

Aku bisa melihat keterkejutan di kedua matanya. Dia bahkan mundur selangkah dan masih menatapku dengan tatapan super heran. Kupikir dia mengerti. Tapi, dia kemudian menatapku dengan tatapan lembut, “Kamu kenapa, Len?”

Aku menggeleng.

“Nggak mau bicara?”

“Kamu nggak mau pergi?”

Dia terlihat semakin keheranan dan masih bertahan di tempatnya.

“Lenna… Lenna…,” Nirvana tiba-tiba muncul entah dari mana. Aku menoleh dan menatap gadis yang luar biasa keren itu kini sedang berdiri di hadapanku. Keren karena dia telah berubah menjadi lebih mulia. Keren karena dia beberapa kali dipergoki olehku memeluk para ibu yang menangis karena kehilangan tempat tinggalnya. Dia melemparkan senyum padaku dan pada pria itu kemudian kembali berkata, “Dari dulu kamu masih polos saja, ya?”

“Apa sih urusanmu?” seruku ketus.

“Nir…,” Aslan mencoba untuk menghalangi Nirvana dariku. Namun, itu semua terlihat sia-sia. Perempuan itu sudah terlanjur ingin membuatku sengsara di hari yang panas ini. Aku menatap teriknya langit beserta awan kelabu yang muncul dari timur. Yang kulihat di atas sana adalah wajah Langit yang semakin samar.

“Di atas ada apa? Oh, rupanya ada Langit, ya. Dia sudah pergi, Len. Terbang, entah ke mana. Kamu pasti kangen dia. Iya, kan?” Nirvana maju dua langkah mendekatiku.

“Kamu pikir kamu siapa, sih?” balasku tersulut emosi.

Siput-siput malang itu menunggu untuk diambil olehku dan Langit.

“Nir, sudahlah. Tinggalkan Lenna sendirian,” lerai Aslan sekali lagi. Entah mengapa aku bisa merasakan ketidakberdayaan pria itu di sisi Nirvana. Dia benar-benar enggan memperlakukan gadis itu secara keras, meskipun pada dasarnya dia yang mencari-cari masalah denganku.

Nirvana meraih daguku. Aku berusaha menepisnya, namun dia mendekatkan wajahnya padaku. “Lucky you. Pria ini sepertinya tertarik padamu.”

“Nirvana! Apaan sih, kamu? Sudahlah!” Aslan mulai menarik tubuh perempuan itu agar menjauh dariku.

Yuka tergopoh-gopoh menghampiri kami. “Len? Ada apa?”

Aku mendengus kesal dan menggeleng pada Yuka. Kemudian aku menatap Nirvana dan Aslan secara bergantian. “Baik. Aku saja yang pergi,” ucapku kemudian dan tanpa basa-basi langsung meninggalkan mereka berdua.

 

***

Tags: twm23

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Luka Dan Perkara Cinta Diam-Diam
4454      1919     22     
Romance
Kenangan pahit yang menimpanya sewaktu kecil membuat Daniel haus akan kasih sayang. Ia tumbuh rapuh dan terus mendambakan cinta dari orang-orang sekitar. Maka, ketika Mara—sahabat perempuannya—menyatakan perasaan cinta, tanpa pikir panjang Daniel pun menerima. Sampai suatu saat, perasaan yang "salah" hadir di antara Daniel dan Mentari, adik dari sahabatnya sendiri. Keduanya pun menjalani h...
River Flows in You
571      310     6     
Romance
Kean telah kehilangan orang tuanya di usia 10 tahun. Kemudian, keluarga Adrian-lah yang merawatnya dengan sepenuh hati. Hanya saja, kebersamaannya bersama Adrian selama lima belas tahun itu turut menumbuhkan perasaan lain dalam hati. Di satu sisi, dia menginginkan Adrian. Di sisi lain, dia juga tidak ingin menjadi manusia tidak tahu terima kasih atas seluruh kebaikan yang telah diterimanya dar...
Susahnya Jadi Badboy Tanggung
3235      1314     1     
Inspirational
Katanya anak bungsu itu selalu menemukan surga di rumahnya. Menjadi kesayangan, bisa bertingkah manja pada seluruh keluarga. Semua bisa berkata begitu karena kebanyakan anak bungsu adalah yang tersayang. Namun, tidak begitu dengan Darma Satya Renanda si bungsu dari tiga bersaudara ini harus berupaya lebih keras. Ia bahkan bertingkah semaunya untuk mendapat perhatian yang diinginkannya. Ap...
Gi
717      391     16     
Romance
Namina Hazeera seorang gadis SMA yang harus mengalami peliknya kehidupan setelah ibunya meninggal. Namina harus bekerja paruh waktu di sebuah toko roti milik sahabatnya. Gadis yang duduk di bangku kelas X itu terlibat dalam kisah cinta gila bersama Gi Kilian Hanafi, seorang putra pemilik yayasan tempat sekolah keduanya berada. Ini kisah cinta mereka yang ingin sembuh dari luka dan mereka yang...
KILLOVE
2742      928     0     
Action
Karena hutang yang menumpuk dari mendiang ayahnya dan demi kehidupan ibu dan adik perempuannya, ia rela menjadi mainan dari seorang mafia gila. 2 tahun yang telah ia lewati bagai neraka baginya, satu-satunya harapan ia untuk terus hidup adalah keluarganya. Berpikir bahwa ibu dan adiknya selamat dan menjalani hidup dengan baik dan bahagia, hanya menemukan bahwa selama ini semua penderitaannya l...
Jelita's Brownies
2388      1040     11     
Romance
Dulu, Ayahku bilang brownies ketan hitam adalah resep pertama Almarhum Nenek. Aku sangat hapal resep ini diluar kepala. Tetapi Ibuku sangat tidak suka jika aku membuat brownies. Aku pernah punya daun yang aku keringkan. Daun itu berisi tulisan resep kue-kue Nenek. Aku sadar menulis resep di atas daun kering terlihat aneh, tetapi itu menjadi sebuah pengingat antara Aku dan Nenek. Hanya saja Ib...
SEMPENA
2079      738     0     
Fantasy
Menceritakan tentang seorang anak bernama Sempena yang harus meraih harapan dengan sihir-sihir serta keajaiban. Pada akhir cerita kalian akan dikejutkan atas semua perjalanan Sempena ini
After Feeling
3531      1401     1     
Romance
Kanaya stres berat. Kehidupannya kacau gara-gara utang mantan ayah tirinya dan pinjaman online. Suatu malam, dia memutuskan untuk bunuh diri. Uang yang baru saja ia pinjam malah lenyap karena sebuah aplikasi penipuan. Saat dia sibuk berkutat dengan pikirannya, seorang pemuda misterius, Vincent Agnito tiba-tiba muncul, terlebih dia menggenggam sebilah pisau di tangannya lalu berkata ingin membunuh...
ETHEREAL
1030      431     1     
Fantasy
Hal yang sangat mengejutkan saat mengetahui ternyata Azaella adalah 'bagian' dari dongeng fantasi yang selama ini menemani masa kecil mereka. Karena hal itu, Azaella pun incar oleh seorang pria bermata merah yang entah dia itu manusia atau bukan. Dengan bantuan kedua sahabatnya--Jim dan Jung--Vi kabur dari istananya demi melindungi adik kesayangannya dan mencari sebuah kebenaran dibalik semua ini...
Caraphernelia
544      266     0     
Romance
Ada banyak hal yang dirasakan ketika menjadi mahasiswa populer di kampus, salah satunya memiliki relasi yang banyak. Namun, dibalik semua benefit tersebut ada juga efek negatif yaitu seluruh pandangan mahasiswa terfokus kepadanya. Barra, mahasiswa sastra Indonesia yang berhasil menyematkan gelar tersebut di kehidupan kampusnya. Sebenarnya, ada rasa menyesal di hidupnya k...