Read More >>"> Lenna in Chaos (Aslan) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Lenna in Chaos
MENU
About Us  

“Anjrit, emang kuno ini orang,” keluh Yuka saat menatap layar ponselnya. Maia dan Ian segera mendekati pria itu dan mencoba untuk mengetahui apa yang Yuka maksud. Sementara aku masih saja berkutik pada beberapa artikel untuk minggu depan.

“Dih, gila. Di saat orang-orang sibuk mencari tau soal smart city, mental health, dan gosip, nih orang malah nulis tentang kesurupan,” komentar Maia sinis. “Dan babi ngepet.”

“Keren banget dia bisa nemu gaya tulisannya sendiri. Terlalu otentik. Mahal,” Ian menyahut. “Dia dibayar berapa ya nulis gituan?”

“Siapa, sih?” tanyaku tanpa meninggalkan layar.

“Si Aslan,” jawab Yuka. “Wartawan media sebelah. Ini orang emang aneh banget, nggak ada duanya di Bandung.”

“Unik, dong?” komentarku.

“Unik, sih. Tapi masa iya bakal ada aliran baru? Jurnalistik supernatural, gitu? Atau reportase ghaib?” Yuka nyerocos.

Maia dan Ian tertawa berbarengan.

“Bukannya keren ya, membedah hal-hal kuno dan supranatural memakai metode jurnalistik? Jarang-jarang, lho. Padahal kita sering bertanya-tanya kenapa orang bisa kesurupan? Apa hantu itu benar-benar ada?” aku menatap ketiganya bergantian. “Itu informasi yang harus orang-orang ketahui. Topik-topik itu timeless. Nggak akan pernah basi. Sensasional pula! Daripada menulis berita gosip artis yang cerai?” balasku.

“Eh, kamu udah pernah pernah ketemu Aslan belum, sih, Len?” tanya Maia. Aku menggeleng. “Kami sih udah pernah. Emang unik dia. Kami nggak mengomentari bahwa pendekatan jurnalistik cocok atau tidak dengan topik seperti itu, Len. Tapi itu orang emang nyentrik banget. Penampilan dan gayanya nggak sesuai dengan apa yang dia tulis. Kalau kamu ngobrol sama dia kayaknya memusingkan. Emang aneh banget, deh.”

“Tapi tulisan dia laku, kaaan?” sahutku sambil kembali menatap layar.

Mereka saling bertatapan. “Iya, sih. Kalau nggak salah dia juga lagi nyusun buku kumpulan reportasenya sendiri. Yang unik itu.”

“Keren,” gumamku pelan tanpa berpaling.

 

*

 

“Itu yang kamu maksud keren?” tanya Maia sambil menunjuk seseorang.

Aku tidak tau pasti apa yang aku lihat. Apakah bapak-bapak berkaus polo lusuh, pria bertato di lengan atas yang mengamati suasana sekitar dengan seksama, seorang anak kecil yang menjajakan air minum, atau seorang pria memakai topi hitam, kemeja flannel kotak-kotak warna gelap, serta celana jins belel warna hitam. Mungkin dia. Sesekali pria itu membidik objek sasaran dengan kameranya dan kembali mengamati sekitar dengan tatapan awas.

“Biasa aja ternyata, ya,” komentarku.

“Diam-diam, dia itu banyak yang suka, Len.”

“Oh, iya?”

Udara siang hari semakin menyengat kulit dan rasanya sulit untuk meminta ampun. Siang itu, PTUN kembali menggelar sidang lanjutan perkara penggusuran warga Candramaya. Ada sekitar empat puluh orang yang berkerumun di depan gerbang gedung pengadilan sembari mengacungkan kardus-kardus yang berisi kalimat perlawanan. Beberapa orang yang berkeliaran terlihat memakai kostum mencuri perhatian.

Pria itu menghampiri kami dengan gelagat yang genah. Badannya tinggi, agak kurus – tapi tetap atletis, serta bibirnya menyunggingkan senyum untuk kami berdua. Maia bersalaman dengan pria itu terlebih dahulu dan memperkenalkan kami berdua. “Len, ini Aslan,” sahutnya. “Aslan, ini Lenna. Teman satu kantor alias si bungsu.”

“Kita pernah berjumpa. Kamu masih ingat?” tanya pria itu sambil beralih menatapku. Bibirnya menyunggingkan senyum kecil.

Keningku mengkerut. “Oh, iya? Kapan?”

“Serius kamu lupa?”

“Serius.”

“May Day. Ingat? Waktu kamu jatuh saat suasana lagi sangat kacau.”

Ingatanku kembali membawa pada kekacauan di awal Mei lalu. Rombongan hitam, gas air mata, dan suara tembakan senapan. Di tengah-tengah kegelapan yang memburu dan beberapa ingatan tentang kekasihku, kemudian aku segera menyadari bahwa pria unik ini adalah penolongku saat itu. Penolongku yang dengan sigap segera membawaku pergi sebelum ditangkap aparat.

Aslan si Singa.

“Oh, jadi kamu yang nyelamatin Lenna waktu May Day? Makasih ya, Aslan! Kamu tau kan, Lenna belum pantas untuk mati, kayak pacarnya…,” Maia emang mulutnya selalu minta digampar.

Akhirnya aku hanya terkekeh-kekeh malu sambil kemudian berlalu.

 

*

 

Duniaku dan duniamu akan selalu sama. Di mana pun sekarang kamu berada, kira-kira apakah kamu tahu jika lawan orang-orang seperti kita adalah internet dan media sosial? Di sana, ada jutaan informasi yang tercetak tiap detik. Orang-orang mudah memercayainya. Sedangkan kita? Kita butuh waktu berjam-jam bahkan berhari-hari untuk menyediakan suatu informasi valid yang utuh. Itulah yang menjadi alasan jika aku ingin sekali menjadi seorang stoik, salah satu kebiasaan yang sudah kamu anut sejak dulu. Kamu sangat tenang dalam menghadapi sesuatu.

Ketika aku sedang mendapatkan suatu kasus, aku juga sering kali menebak-nebak pola pikirmu. Kira-kira kalau aku jadi kamu, kamu akan wawancarai siapa, ya? Kamu akan pergi ke mana? Kamu akan menulis seperti apa? Kalimat pertama apa yang akan kamu pilih? Dan tanpa sadar, aku sering menyelami pikiranmu sangat jauh.

Terutama pagi ini. Perempuan dua tahun lebih muda itu mengata-ngataiku di DM Instagram. Namanya Hana. Dia anak sulung Kamila Jayanti. Kalau tidak salah, dia sedang kuliah di Fakultas Kedokteran di salah satu universitas di Yogyakarta. Dia juga selegram yang inspiring, sebuah tren yang muncul di tengah hiruk-pikuk kehidupan maya. Dia seolah-olah punya kewajiban untuk menjadikan seluruh followers-nya tertarik dengan dunia mahasiswa kedokteran dan hal itu kurang baik.

 

Hana: Woi. Lo harus pastiin kalau lo tutup mulut soal Mami gue. Lo harus pastiin Ayah lo juga jauhin Mami gue. Lo tuh bukan siapa-siapa, nyadar nggak? Di sini, posisi guelah yang paling terancam.

Aku: Justru gue yang mau ingetin lo kalau gue adalah wartawan. Gue bisa matiin karir selegram lo seketika. Gue bisa bikin lo viral se-Twitter. Tolong lo cerahamin Mami sosialita lo itu supaya nggak deket-deket sama bokap orang lain. Paham lo?

Hana: Jangan mentang-mentang lo wartawan terus main ancam gue, ya? Gue bisa laporin balik lo ke polisi atas pencemaran nama baik. Atau kalau perlu gue aduin ke dewan redaksi lo!”

Aku: Kayaknya lo deh yang harus lebih peduli sama karir lo dan karir nyokap lo.

 

Kutunggu dia yang sedang mengetik. Lama sekali. Tapi ketikan itu berhenti dan dia tidak membalasnya lagi. Saat itulah aku merasa menang!

Aku beralih pada kotak emailku. Kupandangi salah satu surel yang masuk. Dari Bapak Ir. Handoko Widjaja, seorang politikus partai B, partai saingan Kamila, yang dikenal tegas dan anti feminis. Dia sangat vokal. Bekingannya banyak. Sepertinya dia juga sedang bermanuver untuk tahun pesta politik 2024.

Aku sudah tahu Pak Handoko sejak lama. Dia salah satu politikus yang aktif bermain medsos dan gemar mengkritisi kebijakan-kebijakan wali kota dan gubernur. Tapi, aku tidak pernah berkhayal kalau aku berjumpa dengan secara langsung. Di suatu siang yang terik, aku tidak sengaja berjumpa dengan Pak Handoko dua tahun lalu, di kantin gedung DPRD. Waktu itu aku baru saja meliput para pendemo yang menolak kenaikan harga BBM. Dia sedang duduk sendirian di pojok kantin selepas menghabiskan semangkuk bakso sembari merokok. Satu kancing atas kemejanya dibiarkan terbuka. Saat kami tidak sengaja saling memandang, dia kemudian melambaikan tangannya padaku. Dia mentraktirku bakso.

Aku tidak menampik momen-momen seperti ini akan terjadi padaku. Aku kan wartawan. Aku bisa bertemu siapa saja! Dari dekat, aku bisa lihat cincin akik Pak Handoko yang besar. Lalu kami berbincang-bincang ringan. Dia bertanya-tanya tentang diriku dengan cara yang sopan namun tetap tegas. Kuakui, Pak Handoko sangat berkharisma dan memiliki wibawa tersendiri. Bahkan aku tidak menyangka dia bisa mengorek diriku begitu mudahnya. Dia tahu aku wartawan media X, tinggal di mana, berapa bersaudara, dan alumni kampus mana.

Sungguh, kuah bakso yang dilengkapi sambal yang menghiasi kuah itu membuat percakapan pertamaku dengan seorang Pak Handoko menjadi lancar.

“Jarang-jarang lho ketemu wartawan cantik kayak kamu,” ujarnya. “Jangan sungkan, ya. Saya hanya ingin kenalan.”

Aku mengangguk polos. Kuanggap itu adalah sebuah pujian.

Dia kemudian menyodorkan kartu nama dari dompetnya. Di sana memuat informasi lengkap soal alamat rumah, alamat kantor, nomor HP, hingga alamat email. “Simpanlah. Jangan ragu kalau butuh apapun,” dia menyeringai. “Boleh tulis alamat email kamu di sini, Lenna?” dia kemudian menyodorkan buku catatan kecil lusuh berwarna hitam.

Lalu tanpa ragu aku menulis alamat emailku. Dia terkekeh dan berujar dengan suara khasnya yang berat, “Saya biasanya senang berbagi informasi dengan wartawan. Nanti kalau ada informasi bagus saya kirim email, ya.”

Tak lama, seorang ajudannya yang berpakaian hitam-hitam pun menjemputnya. “Saya pergi dulu, ya,” ujarnya sembari bangkit dari tempat duduk dan kembali mengancingi kemeja atasnya.

“Makasih baksonya, Pak!” waktu itu aku membalasnya dengan gagap.

Lupakanlah perkara bakso karena kini di layar komputerku, Pak Handoko mengirim beberapa lampiran berkas. Di badan email, dia menulis dengan singkat: Kamila Jayanti, 45 tahun, anggota DPRD Komisi Z dari fraksi partai Q. Menggelapkan dana proyek pengadaan vaksin virus X dan merugikan uang negara sebesar 2 milyar rupiah. Wawancara Pak Willy Pelapelapon dan Ibu Renata Zhalifa di Komisi Z.

Hei, kamu. Kira-kira apa yang akan kamu lakukan jika kamu menjadi aku? Apa aku akan mencari tahu seperti yang yang diharapkan Pak Handoko atau aku hanya akan berdiam diri dan memandangi foto Instagram Hana? Gadis itu sangat cantik dan pintar. Pengikutnya 200 ribu lebih. Dia tidak tahu apa-apa soal hal yang dilakukan ibunya.

Hei, jawablah pertanyaanku? Bukankah kamu akan kembali dari Kalimantan dan kembali menjadi kekasihku? Mengapa setelah kepergianmu kamu hanya membentangkan jalanan yang gelap?

“Hei, jangan melamun. Lupain Aksara,” Maia tiba-tiba muncul di balik bahuku.

Aku tertegun dan segera menghalangi layar laptopku dengan badanku.

“Lupain. Dia udah nggak ada,” ulangnya.

“Mbak Mai, apa….,”

Dia hanya memandangiku dengan rasa kasihan. “Kamu nggak ingin semua orang menatapmu seperti aku sedang menatapmu sekarang, kan?”

“Fokus, Len. Fokus.”

“I-iya, Mbak.”

 

***

Tags: twm23

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Luka Dan Perkara Cinta Diam-Diam
4454      1919     22     
Romance
Kenangan pahit yang menimpanya sewaktu kecil membuat Daniel haus akan kasih sayang. Ia tumbuh rapuh dan terus mendambakan cinta dari orang-orang sekitar. Maka, ketika Mara—sahabat perempuannya—menyatakan perasaan cinta, tanpa pikir panjang Daniel pun menerima. Sampai suatu saat, perasaan yang "salah" hadir di antara Daniel dan Mentari, adik dari sahabatnya sendiri. Keduanya pun menjalani h...
River Flows in You
571      310     6     
Romance
Kean telah kehilangan orang tuanya di usia 10 tahun. Kemudian, keluarga Adrian-lah yang merawatnya dengan sepenuh hati. Hanya saja, kebersamaannya bersama Adrian selama lima belas tahun itu turut menumbuhkan perasaan lain dalam hati. Di satu sisi, dia menginginkan Adrian. Di sisi lain, dia juga tidak ingin menjadi manusia tidak tahu terima kasih atas seluruh kebaikan yang telah diterimanya dar...
Susahnya Jadi Badboy Tanggung
3235      1314     1     
Inspirational
Katanya anak bungsu itu selalu menemukan surga di rumahnya. Menjadi kesayangan, bisa bertingkah manja pada seluruh keluarga. Semua bisa berkata begitu karena kebanyakan anak bungsu adalah yang tersayang. Namun, tidak begitu dengan Darma Satya Renanda si bungsu dari tiga bersaudara ini harus berupaya lebih keras. Ia bahkan bertingkah semaunya untuk mendapat perhatian yang diinginkannya. Ap...
Gi
717      391     16     
Romance
Namina Hazeera seorang gadis SMA yang harus mengalami peliknya kehidupan setelah ibunya meninggal. Namina harus bekerja paruh waktu di sebuah toko roti milik sahabatnya. Gadis yang duduk di bangku kelas X itu terlibat dalam kisah cinta gila bersama Gi Kilian Hanafi, seorang putra pemilik yayasan tempat sekolah keduanya berada. Ini kisah cinta mereka yang ingin sembuh dari luka dan mereka yang...
KILLOVE
2742      928     0     
Action
Karena hutang yang menumpuk dari mendiang ayahnya dan demi kehidupan ibu dan adik perempuannya, ia rela menjadi mainan dari seorang mafia gila. 2 tahun yang telah ia lewati bagai neraka baginya, satu-satunya harapan ia untuk terus hidup adalah keluarganya. Berpikir bahwa ibu dan adiknya selamat dan menjalani hidup dengan baik dan bahagia, hanya menemukan bahwa selama ini semua penderitaannya l...
Jelita's Brownies
2388      1040     11     
Romance
Dulu, Ayahku bilang brownies ketan hitam adalah resep pertama Almarhum Nenek. Aku sangat hapal resep ini diluar kepala. Tetapi Ibuku sangat tidak suka jika aku membuat brownies. Aku pernah punya daun yang aku keringkan. Daun itu berisi tulisan resep kue-kue Nenek. Aku sadar menulis resep di atas daun kering terlihat aneh, tetapi itu menjadi sebuah pengingat antara Aku dan Nenek. Hanya saja Ib...
SEMPENA
2079      738     0     
Fantasy
Menceritakan tentang seorang anak bernama Sempena yang harus meraih harapan dengan sihir-sihir serta keajaiban. Pada akhir cerita kalian akan dikejutkan atas semua perjalanan Sempena ini
After Feeling
3531      1401     1     
Romance
Kanaya stres berat. Kehidupannya kacau gara-gara utang mantan ayah tirinya dan pinjaman online. Suatu malam, dia memutuskan untuk bunuh diri. Uang yang baru saja ia pinjam malah lenyap karena sebuah aplikasi penipuan. Saat dia sibuk berkutat dengan pikirannya, seorang pemuda misterius, Vincent Agnito tiba-tiba muncul, terlebih dia menggenggam sebilah pisau di tangannya lalu berkata ingin membunuh...
ETHEREAL
1030      431     1     
Fantasy
Hal yang sangat mengejutkan saat mengetahui ternyata Azaella adalah 'bagian' dari dongeng fantasi yang selama ini menemani masa kecil mereka. Karena hal itu, Azaella pun incar oleh seorang pria bermata merah yang entah dia itu manusia atau bukan. Dengan bantuan kedua sahabatnya--Jim dan Jung--Vi kabur dari istananya demi melindungi adik kesayangannya dan mencari sebuah kebenaran dibalik semua ini...
Caraphernelia
544      266     0     
Romance
Ada banyak hal yang dirasakan ketika menjadi mahasiswa populer di kampus, salah satunya memiliki relasi yang banyak. Namun, dibalik semua benefit tersebut ada juga efek negatif yaitu seluruh pandangan mahasiswa terfokus kepadanya. Barra, mahasiswa sastra Indonesia yang berhasil menyematkan gelar tersebut di kehidupan kampusnya. Sebenarnya, ada rasa menyesal di hidupnya k...