Sayangnya hari ini adalah hari pertama kami harus meninjau lapangan dan mulai bergerak, tak ada waktu lebih untuk memandang matahari terbit dan menyeruput kopi lama-lama.
Tujuan kami kali ini ada di sebuah lembah di tengah bukit yang letaknya lebih tinggi dari posisi kami sekarang ini, mungkin ada di ketinggian 1.900 mdpl atau sekitar 100 meter dari tempat kami berpijak. Kami membawa peralatan seperlunya, karena track yang akan dilalui adalah jalur hutan dan ladang, maka Bu Nada meminta kami untuk memakai baju serba panjang.
Guna yang sudah terlanjur memakai celana lapangan selutut terpaksa harus ganti lagi.
Gembi kelihatannya agak tidak senang, baju-bajunya yang trendi dan menel itu tidak bisa ia pakai. Lagian lucu sekali gadis yang satu ini, sudah tahu mau jadi kuli, tapi ya bawa bajunya yang mahal dan bagus, tentu tidak berguna.
“Ada apa sama Gembi?” Di perjalanan El bertanya pada Eoni, mungkin Guna dan Sabang juga menanyakan hal yang sama. Aku yang tahu memilih untuk diam saja.
“Nesu, ndak bisa pakai baju Uniqlo yang baru dibeli pas mau ke sini. Padahal itu baju khususon, sebagai perayaan karena bisa jadi yang terpilih untuk ikut di ekspedisi ini dan mau dipakai pas ekskavasi. Katanya begitu.” Eoni menjelaskan.
El tertawa tertahan, “Memang apa pentingnya baju ber-merk kayak Uniqlo itu di sini. Aku yakin engga sampai 90 persen orang Desa Sarang Panjang paham sama merk baju mahal.”
“Ya, kamu tahu sendiri watak si pipi gembil itu. Dia senang memakai pakaian fashion begitu. Tidak ada salahnya, bukan?”
“Tapi aneh tau. Apa tujuannya terlihat fashion di depan orang-orang desa yang bahkan mereka engga tau trend yang lagi naik itu apa.”
“Tujuan mah bisa apa aja,” Eoni sedikit bertenaga dengan bicaranya kali ini, “Bisa jadi, tujuan Gembi memakai baju-baju begitu ya buat dirinya sendiri, dia pengen fashionable buat dirinya sendiri, bukan supaya dilihat orang lain. Tujuan tiap orang kan beda-beda, ada yang ingin menjadi cantik dan tahu fashion, ada yg ingin menjadi cerdas dan sederhana, ada pula yang ingin menjadi selalu ada dan serba bisa. Bebas, setiap orang merdeka menentukan tujuannya. Yang mungkin tidak perlu adalah menjangkau semua tujuan umat manusia, entah untuk tujuan apa.”
Aku yang menyimak pembicaraan El dan Eoni agak terkejut mendengar kalimat barusan. Aku kira ini sekedar bincang-bincang biasa tapi kenapa terlihat serius.
Tapi sejujurnya, aku setuju dengan kalimatnya itu, El tidak seharusnya berlebihan mengomentari Gembi. Dari situ aku jadi tahu kalau Eoni benar-benar seorang yang mudah berterus terang.
El kemudian meminta maaf, bukan maksudnya untuk menyinggung siapa pun. Ada alur dan kerangka berfikir yang berbeda antara perempuan dan laki-laki, jelasnya, dan itu betul sekali.
Anggota tim berangkat ke lapangan semua hari ini, rombongan yang pertama ada Pak Wicak, Pak Subhan, Pak Fery, Bu Dhena, Mas Aji, dan Gembi ada beberapa langkah lebih dulu. Sementara rombongan kedua ada aku bersama dengan Bu Nada, Guna, Sabang, Maharani, Eoni dan El.
Sisanya berangkat bersama warga desa yang akan membantu proses ekskavasi dan peninjauan lapangan. Kami semua berangkat dengan berjalan kaki, jalannya yang menanjak dan masuk ke kebun-kebun warga membuat kendaraan roda dua apalagi roda empat mustahil digunakan.
Saat sampai di Lembah Sarang Panjang, Pak Wicak memasang wajah yang sangat masam melebihi masamnya wajah Gembi. Sepertinya sesuatu yang telah jauh ia perkirakan terjadi
“MasyaAllah, apa yang terjadi?” Teriak Pak Subhan yang sudah sampai duluan.
Teriakan kaget dan hiruk-pikuk segera memenuhi langit-langit.
Aku yang masih berdiri di atas bukit, berlari menilik keributan yang terjadi. Dan di luar dugaan, lapangan tempat ekskavasi telah berantakan. Seluruh tim terkejut melihat kondisi lapangan yang terhampar di depan kami.
Rupanya desas-desus yang semalam Pak Wicak, Bu Dhena dan Bu Nada bicarakan, benar adanya. Ada seseorang atau mungkin sekelompok orang yang telah merusak situs yang kami teliti. Di sana terlihat ada lubang galian yang sudah ditimbun dengan bolder-bolder besar, yang mungkin satu boldernya hanya bisa diangkat oleh empat atau lima orang lelaki dewasa.
Kejadian ini belum banyak yang tahu, semalam pun hanya Eoni dan aku yang bisa sedikit mengerti karena tidak sengaja. Kami semua tekejut dengan rusaknya beberapa struktur bata dan panil di dinding candi.
Situs telah dibongkar. Masalah besar menanti kami.