Komandan markas tiba, diikuti oleh puluhan wartawan. Di hadapan awak media, komandan meminta maaf kepada tim sepak bola Marunda United. Dia bilang tadi siang dirinya tidak ada di markasnya, sedang mengikuti rapat di markas lain. Dia tahu soal razia yang salah sasaran itu dari pemberitaan media online.
Yang bikin miris, pemberitaan tentang razia itu sudah ditayangkan oleh sebuah stasiun TV swasta, dalam berita kriminal jam lima sore. Merasa keberatan dengan pemberitaan itu, Kepala SMK Marunda Jaya telah melaporkan kasus razia itu langsung ke Polda, berikut gambar hasil rekamannya.
Sebagai seorang pendidik, Kepala SMK merasa sangat tersinggung atas sikap arogan polisi terhadap siswa-siswanya, dan keberatan dengan tayangan TV swasta karena razia itu masuk dalam berita kriminal. Seolah siswa-siswanya telah melakukan tindak kriminal. Padahal siswa SMK Marunda Jaya tidak pernah tawuran, apalagi menyerang sekolah lain.
Kepala sekolah menuntut permohonan maaf dari kepolisian, dengan mengundang media, untuk memperbaiki citra sekolahnya yang telah dicemarkan. Jika tidak, maka dia akan membawa kasus ini ke pengadilan pidana maupun perdata, secara class action. Dia yakin pengadilan akan memenangkan anak-anak itu.
Tampaknya pihak lepolisian cepat tanggap, segera menempuh jalan damai. Begitulah, pihak kepolisian memohon maaf kepada 40 orang anak yang kena razia tanpa bukti pelanggaran hukum. Permintaan maaf juga ditujukan kepada orang tua mereka, juga kepada SMK Marunda Jaya dan tiga sekolah lainnya yang siswanya dirazia pada siang itu. Komandan markas polisi itu menyadari, bahwa jika sampai anak-anak itu gagal dalam turnamen sepak bola, maka polisi punya andil dalam kegagalan itu.
Bang Toyib menjelaskan, “Kita sudah menang WO, karena justru lawan kita yang tidak bisa datang ke lapangan.”
“Oh begitu? Syukurlah.” Para polisi tampak sangat lega.
"Kenapa anak-anak tidak datang ke sini?" tanya wartawan.
"Mereka sangat lelah menghadapi turnamen sepak bola, sementara pagi hingga siang mereka tetap masuk sekolah. Sebagai pelajar, mereka juga harus mengerjakan PR. Saya tidak bisa memaksa mereka datang ke sini, mereka ingin segera pulang dan mengerjakan PR. Tadi sudah saya sampaikan pada Bapak Komandan, bahwa anak-anak sudah memaafkan."
Bang Toyib kemudian bersalam-salaman, termasuk dengan para polantas yang tadi siang merazia tim Marunda. Setelah itu, polisi menyuguhkan nasi kotak. Sedianya buat pemain Tim Marunda United, namun mereka tidak ada, maka nasi kota itu disantap Bang Toyib dan rekannya, juga para polisi, dan wartawan.
“Pak, bagaimana dengan laporan ke polda, apakah akan dicabut?” tanya wartawan kepada Bang Toyib.
Bang Toyib menjawab, “Tim Marunda United tidak ada lagi masalah dengan polisi. Sekarang saya lega karena tim saya bisa terus bertanding, tidak kandas di tengah jalan. Kejadian tadi siang itu, saya kira polisi sedang menjalankan tugas. Menurut Bapak Komandan, seringkali anak-anak yang konvoi pakai motor suka bikin ngeri pemakai jalan lainnya, makanya polisi mengejar anak-anak Marunda yang lagi konvoi. Sudahlah, tidak ada masalah lagi.”
Saat komandan markas polisi ditanya tentang laporan dan rencana gugatan class action, maka komandan menjawab dengan diplomatis.
“Yang melapor itu Kepala SMK Marunda Jaya, jadi beliaulah yang berhak menjawab pertanyaan Anda semua, apakah laporannya akan terus, atau dicabut. Jika memang beliau itu tetap melanjutkan niat menuntut kami, itu hak beliau sebagai warga negara. Nanti kita ikuti saja proses hukumnya.”
“Bagaimana jika permohonan maaf ini, tidak mengubah laporan itu? Dalam artian, anak buah Bapak Komandan yang sudah merazia tim Marunda, akan tetap dituntut secara hukum?” tanya seorang wartawan yang masih ngeyel.
Komandan tersenyum. “Kami meminta maaf bukan karena takut dituntut ataupun digugat atas masalah razia itu. Kami minta maaf karena petugas kami telah melakukan razia terhadap anak-anak itu, bukan berdasarkan bukti pelanggaran hukum, melalinkan hanya berdasarkan asumsi pribadi. Bahwa anak-anak SMK yang konvoi pakai motor, pasti mau menyerang sekolah lain. Di situlah letak salah pahamnya. Kami respek terhadap perjuangan anak-anak Marunda United, dan kami bangga mereka tidak gagal pada hari ini.”
Sementara itu di markas Polda, Kepala SMK Marunda Jaya mencabut laporannya. Semua masalah dianggap selesai, tidak perlu diperpanjang dan dibesar-besarkan.
Keesokan harinya, pertandingan libur, namun Marunda United tetap berlatih sore hari di lapangan dekat panti werdha. Coach Pieters diberi tahu tentang hasil pertandingan antara Marunda United VS SSB Untung Jawa. Dia geleng-geleng kepala melihat kegembiraan anak-anak Marunda United yang melaporkan kemenangan mereka.
“Kemenangan tanpa pertandingan adalah nonsense! Masih ada dua pertandingan lagi menuju partai grand final. Buktikan bahwa kalian bisa menang bukan karena factor keberuntungan, seperti situasi yang baru saja terjadi.”
Keesokan harinya, Tim Marunda United kembali siap bertanding di lapangan ABC. Saat hendak berangkat dari halaman SMK Marunda Jaya, ternyata lagi-lagi ada polisi, kali ini dari Polres Jakarta Utara.
“Ini bukan razia, Adik-adik.” Polisi itu tersenyum lebar, “Kami akan memberikan bantuan transportasi kepada tim kalian. Ada mobil untuk mengantar kalian ke tempat pertandingan."
Anak-anak tim Marunda yang sudah siap berangkat, saling pandang, lantas menoleh ke arah Maryadi yang juga sudah ada bersama mereka.
"Gimana May?" tanya David, "Kalau lo belum bisa memaafkan, terserah lo. Kalau hati lo belum bisa menerima tawaran kebaikan dari pihak lain, ya sudah. Kita berangkat ke lapangan naik motor lagi."
"Kenapa begitu? Kalau lo pada mau naik mobil yang ditawarkan polisi, ya sok aja. Kagak perlu mikirin gue!" jawab Maryadi.
"Terus gimana?" tanya David, "Kalau misalnya anak-anak yang lain pengin naik mobil yang ditawarkan polisi, terus gimana cara lo sampai ke lapangan? Lo kan, kagak bisa bawa motor. "
"Atau lo mau naik ojol?" tanya To Ming Se. "Tapi nanti kita nggak barengan sampai di lapangan. Gimana kalau lo malah telat, May? Bakal susah tim kita kalau lo telat masuk lapangan, May."
Maryadi terdiam, bertanya dalam hati, benarkah dirinya penting dalam tim? Kalau iya, rasanya baru kali ini dalam hidup, dirinya dianggap penting.
"Gue nggak boleh mentingin diri sendiri." pikir May. "Lagian ... tadi malam kan, gue baru aja perawatan muka gue pake masker bengkoang, masak siang ini gue kudu panas-panasan?"
"Ya udah, gue mau naik mobil polisi."
Rekan-rekannya bersorak
Hari itu anak-anak Tim Marunda United diantar ke lokasi pertandingan dengan truk Brimob. Mereka tak lagi kepanasan ataupun kehujanan. Perjalanan lebih lancar, karena truk itu melaju dengan mengikuti motor patroli polisi yang mengawal. Tak lagi terjebak macet. Mereka bersyukur sekali, razia yang mereka alami ternyata membawa hikmah, yaitu bantuan dari pihak kepolisian atas perjuangan mereka.
Pertandingan kedua berlangsung dengan melawan SSB dari Jakarta Timur. Supporter mulai berdatangan buat Marunda United, walaupun cuma sekitar 50 orang, tapi lumayan buat memberi semangat pada tim. Teman-teman May, berjumlah sepuluh orang, datang sebagai cheerleader.
Saat turun minum, seorang pengurus tim lawan mengajukan protes kepada panitia, mereka menuduh supporter Marunda mengganggu para pemain mereka.
“Tim Marunda sengaja bawa rombongan banci kaleng buat mengganggu konsentrasi pemain kami. Apa-apaan ini? Kalau mau bertanding, yang fair dong!”
Protes itu disampaikan kepada Bang Toyib. Tentu saja Bang Toyib membantah telah mengerahkan rombongan wadam itu buat menggangu tim lawan.
“Ini lapangan sepak bola, Bung!” ujar Bang Toyib, “Di seluruh dunia, lapangan sepak bola itu bebas didatangi oleh orang macam apa saja, semua etnis, semua ras, semua jenis! Saya bukan pro LGBT, tapi memang sepak bola boleh ditonton oleh semua orang dengan beragam kondisi."
“Pak Toyib, tim kita itu masih remaja. Mereka bakal malu, jatuh mental kalau diteriakin sama rombongan banci!”
“Itu sebenarnya ujian mental buat tim Anda, Coach.” ujar panitia, “Pemain sepak bola harus punya mental yang kuat untuk menghadapi tekanan, bukan saja dari lawan, tapi juga dari supporter. Tapi jika Anda tak mau ada tekanan terhadap tim Anda, maka petugas kami akan mengamankan para supporter.”
Security menyuruh para cheerleader itu pindah ke lokasi yang cukup jauh dari lapangan. Teriakan mereka tidak akan terlalu terdengar oleh para pemain. Kenyataannya, ada ataupun tiada cheerleader itu, tetap saja Marunda menang.
Pertandingan ketiga melawan Diklat PSSI Junior U-16. Inilah tim paling muda dibandingkan tim lain. Namun paling alot, karena mereka adalah juara kompetisi junior level nasional. Kalau menang lawan mereka, kayaknya biasa saja. Celakanya kalau kalah dari mereka. Malu banget kalah dari tim junior yang pemainya berusia dibawah 16 tahun.
Saat turun minum, skor masih 2-0 untuk Timnas U-16. Marunda United kesulitan menembus wilayah pertahanan Timnas U-16 itu. Coach Pieters yang diharapkan bisa memberi masukan bagi tim, malah ketiduran di kursi rodanya. Bang Toyib sebisa mungkin memberi pengarahan cara membongkar pertahanan lawan. Sementara tim U-16 itu juga sedang duduk-duduk di tepi lapangan sembari minum dan mendengarkan pengarahan pelatihnya.
Tiba-tiba saja hujan turun, dan semakin deras. Waktu istirahat mulur hingga setengah jam, namun hujan belum reda. Panitia berunding dengan pelatih kedua tim, apakah pertandingan babak kedua akan dilanjutkan, atau ditunda. Kemudian secara berangsur hujan mereda. Menyisakan gerimis. Maka pertandingan dilanjutkan. Panitia menyuruh semua pemain ke lapangan. Wasit meniup peluit tanda babak kedua dimulai.
Tim lawan yang terbiasa main di lapangan bagus dan kering, tidak sanggup bermain maksimal di lapangan becek yang baru saja diguyur hujan lebat. Para pemain U-16 tak berdaya menghadapi kondisi lapangan, mereka jatuh bangun, bolak-balik terpeleset, tanpa peluang sedikitpun bisa membangun serangan. Bola tak bisa bertahan lama dalam penguasaan mereka.
Sedangkan Marunda United memang tak pernah latihan di lapangan bagus, selalu di lapangan tarkam yang kalau diguyur hujan jadi kayak kubangan kerbau. Anak-anak Marunda United biasa saja dengan kondisi lapangan ABC yang habis diguyur hujan lebat. Mereka tak menyia-nyiakan kesempatan setiap kali berhasil memotong umpan lawan. Gawang lawan diberondong empat gol. Dengan kemenangan itu, Marunda United menjadi juara pool, dan maju ke grand final.