Sesampainya di sekolah, Kani langsung menuju belakang gedung kelas untuk menitipkan jualannya pada penjaga kantin yang nantinya akan diambil lagi saat pulang sekolah. Setelah itu barulah ia masuk ke kelasnya dan mendapati hanya beberapa orang saja yang sudah datang, mengingat saat ini jam masih menunjukkan angka 6.30, itu artinya masih setengah jam lagi menuju jam pelajaran pertama.
Setelah menempati tempat duduknya di barisan tengah, gadis itu lantas mengeluarkan buku gambar dan alat tulis dari dalam tasnya. Kemudian langsung menggambar sesuatu yang sejenis dengan yang dilukisnya tadi malam.
Kani memang suka menggambar, terlebih jika itu tentang fashion. Pertama kali dirinya menggambar sebuah pakaian adalah ketika menjelang hari raya di masa kecilnya. Saat itu sang ibu yang sedang kesusahan ekonomi tidak bisa membelikannya baju baru untuk lebaran, padahal Kani sangat menginginkannya. Namun, yang namanya Kani, pasti tidak ingin membuat ibunya bersedih dengan mengatakan 'tidak apa-apa'.
Dan saat itulah dirinya mencurahkan keinginannya lewat menggambar tersebut. Bermula dengan gambar baju yang ingin dipakainya hingga sekarang bercita-cita menjadi desainer yang bisa membuat model dan desainnya sendiri hingga nantinya juga bisa dinikmati oleh khalayak umum.
Saat sedang asyik dengan gambarnya, muncul tiga orang perempuan yang juga sekelas dengannya menghampiri mejanya. Kani menatap sekilas pada Sara, Tara dan Wita, nama perempuan-perempuan itu.
"Aduuhh ... nggambar terus. Emangnya ndak bosen tho? Buat apa juga," ucap Sara dengan nada mengejek.
Kalimat-kalimat seperti itu selalu didengarnya tiap kali ketiga perempuan yang terkenal seantero sekolah karena kecantikan dan kekayaannya itu berkata. Kani tentu saja membiarkan mereka tanpa berniat membalasnya. Terkahir kali meladeni ucapan-ucapan mereka, berakhir dengan adu mulut karena tentu saja mereka tidak mau kalah darinya yang mereka anggap rendah karena tak secantik dan sekaya diri mereka.
Akibat tak dihiraukan, mereka akhirnya pergi dengan tak lupa mencemooh Kani lagi.
"Dasar sombong!"
"Dikira keren begitu, ya."
"Orang yang gak mau ditemenin memang begitu, sok-sok an."
Seperti tak merasa puas, mereka lanjut menjelekkan dirinya saat sudah duduk di tempatnya. Dengan volume suara yang sengaja ditinggikan agar menggoyahkan hatinya untuk membalas. Beruntunglah pada saat itu bel masuk berbunyi dan guru yang bertugas sudah masuk ke kelasnya, sehingga dia tak mendengar lebih banyak lagi kata-kata buruk itu.
Hari itu Kani mengikuti pelajaran dengan baik. Dari dulu hingga sekolah menengah atas saat ini, dirinya memang rajin dan selalu masuk dalam peringkat tiga besar setiap kali ujian. Setiap hari dia berusaha menyempatkan belajar di sela-sela kegiatan membantu ibunya. Tak jarang pula sang ibu ikut menemaninya. Kani selalu bercerita tentang apa pun yang sudah dipelajarinya di sekolah dan menunjukkan hasil ujiannya pada Wening, ibunya. Mendapati hasil ujian anaknya yang bagus tentu membuat Wening tersenyum bangga. Dan karena itu pula Kani terus mengasah dirinya agar bisa selalu melihat senyum milik ibu.