Pesisir California utara terlihat berbeda saat aku
kembali untuk semester musim gugur. Pohon-pohon yang harusnya begitu indah
karena daun-daunnya tengah berubah warna terlihat membosankan dan dengan
bergerombol, mereka seperti mengejek kesendirianku. Kampus yang ceria dengan
orang yang saling menyapa, saling memeluk setelah libur panjang itu membuat diriku
begitu kesepian. Aku berjalan lebih cepat ke kelas dengan mata terpaku pada
tanah untuk menghindari kontak mata semaksimal mungkin.
“Anna!” sebuah suara memanggilku. Dina. Bagaimana aku
bisa lupa bahwa dia transfer ke SCU semester ini? Jika benakmu dipenuhi
sesuatu, atau seseorang, mungkin memang kau jadi pelupa. Aku menoleh dan
memperlambat langkahku.
“Hai, Din,” kataku.
“Kau tidak membalas emailku selama musim panas!”
tuduhnya. Dina tidak pulang ke Jakarta selama musim panas.
“Maaf, aku... aku tidak memeriksa email sama sekali,”
kataku. Ia mendesah.
“Kau masih menghindari email-email Dayton?” tanyanya.
Aku sudah menceritakan apa yang terjadi musim semi lalu sebelum aku pulang. Aku
mengangguk. Setelah kejadian di Foothill Observatory, Dayton menelponku dan
mengirim email padaku setiap hari. Ia juga datang ke apartemenku tapi aku tidak
membukakan pintu. Aku tidak punya kekuatan mental untuk menghadapi drama
keluarganya. “Kau bisa saja membiarkan emailnya dan membuka emailku saja!”
katanya. Ia tidak tahu bahwa setiap kali aku melihat nama Dayton pada layar,
aku begitu ingin membuka emailnya. Aku sangat rindu dirinya. Dan tadinya
kupikir jika tidak ada yang mengingatkanku pada dirinya selama tiga bulan
penuh, aku akan melupakannya, atau paling sedikitnya, sakit hatiku akan
berkurang. Tapi aku salah. “Anna, kau tidak bisa terus-terusan tidak membuka
email. Apalagi semester sudah dimulai. Kau tentu perlu berkiriman email dengan
dosen atau dengan teman group project dan lainnya,” lanjutnya. “Hey,” kata Dina
sambil meletakkan tangannya di atas pundakku untuk menghentikan langkahku dan
untuk memaksaku memandangnya. “Kelasku di sana tapi aku akan menelpon nanti,
ya?” tanyanya. Aku menangguk.
Sepulang dari kampus aku berencana untuk tinggal di
rumah saja tapi aku kehabisan telur, dan roti, dan juga susu. Aku baru hendak
membeli barang-barang itu online tapi setelahnya aku jadi perlu memeriksa email
konfirmasinya. Dan aku tidak mau tergoda untuk membuka email-email Dayton.
Mungkin karena aku tahu bahwa yang sebenarnya, bila ada satu saja email yang
berisi Dayton memohonku untuk kembali padanya, aku sudah pasti akan berlari
kembali padanya. Karena walaupun ini terdengar menyedihkan, setelah semua yang
dilakukannya padaku, aku masih mencintainya. Sangat. Aku menggelengkan kepalaku
untuk mengenyahkan bayangan wajah Dayton dari benakku. Tidak berhasil. Apakah
ada sebuah operasi di luar sana yang dapat membuang sepotong ingatan dari
benakmu?
Aku mendesah. Aku lalu meraih dompet dan kunci mobilku
dan membuka pintu apartemenku. Hanya saja, aku tidak dapat melangkah keluar
karena seseorang tengah berdiri di sana. Dan orang itu tak lain adalah Nenek
Qing.
One of my favorite authors / writers
Comment on chapter opening page