Seumur hidup aku belum pernah melihat begitu banyak
anjing di satu tempat! Tempat itu adalah toko hewan peliharaan yang juga
menjual berbagai benda yang berhubungan dengan hewan peliharaan. Di tempat
parkir mereka yang luas, ada begitu banyak bak plastik besar dan kecil dan
banyak anjing dan pemilik mereka sedang mengantre. Sebuah spanduk besar
bertuliskan “Mandi Gratis! Khusus untuk Anjing!” digantung di pintu masuk dan
poster dan brosur produk Shampet tertempel di mana-mana.
Justin memarkir mobilnya di dekat sana dan begitu kami
memasuki tempat itu, seorang pria mendekati Justin.
“Lancar?” tanya Justin.
“Lancar, Pak. Lebih ramai dari yang kita perkirakan,”
katanya.
“Ini Anna, dari Goodlife. Anna, ini Didi, pengawasku,”
kata Justin memperkenalkan diriku pada pegawainya.
“Terima kasih sudah menyeponsori event ini, Bu,”
katanya.
“Te.. terima kasih kembali,” kataku walau aku tidak merasa
patut menerima ucapan terima kasih itu karena aku bahkan tidak tau acara ini
ada sampai setengah jam yang lalu. “Sebelah
sini, Pak,”kata pria itu, mengarahkan diriku dan Justin untuk mengikutinya. Ia
menunjukkan sebuah tempat memandikan anjing lengkap dengan tub plastik, selang
air, berbotol-botol Shampet dan tempat kecil berisi makanan anjing. Aku
memandang Justin tidak percaya.
“Kita mulai sekarang?” tanya Justin padaku. Aku memandangnya tidak percaya.
“Maksudmu... aku kau ajak ke sini untuk memandingkan
anjing?” tanyaku.
“Yah, lihat saja antrean panjang itu. Kita harus
membantu, bukan?” tanyanya sambil mengedipkan sebelah matanya.
“Oh, kau sendiri juga akan membantu?” tanyaku sambil
memandangi dirinya. Ia mengenakan kemeja designer yang kutahu pasti mahal. Dan
ia tipe pria yang selalu membawa sapu tangan. Aku melihatnya mengeluarkannya
beberapa kali untuk menyeka keningnya hari ini. Aku benar-benar tidak dapat
membayangkan dirinya memandikan seekor anjing. Tapi ia sudah mulai menggulung
lengan kemejanya.
“Tentu saja. Mana mungkin aku akan membiarkan dirimu
melakukan ini sendirian?” tanyanya. Dan ia tersenyum padaku seolah menantang
apakah aku dapat melakukan hal ini. Tentu saja aku bisa. Anjing pertamaku
kudapat saat aku berusia dua tahun. Dan suatu waktu bahkan pernah ada sembilan
anjing yang dipelihara bersamaan di rumahku. Jadi aku oke-oke saja dengan semua
anjing-anjing ini. “Jika ini ...terlalu berat untukmu, kau bisa menunggu di
mobil,” katanya.
“Panggilkan anjing pertama kami,” kataku pada Didi. Ia
tersenyum dan melambai pada salah satu petugasnya. Tak lama kemudian seekor pug
datang ke area kami. Pemiliknya seorang wanita paroh baya kurus mengenakan
kacamata.
“Loli agak pemalu,” katanya. Aku mengambil sebuah
makanan anjing dari dalam tempatnya dan berlutut untuk membiarkan Loli makan
dari tanganku. Setelah itu Loli membiarkan diriku menggaruk belakang
telinganya. Aku bermain dengannya sebentar dan memberinya beberapa cemilan
lagi. Sewaktu aku meraih selang air, ia sudah percaya padaku seolah aku adalah
pemiliknya. Ia bahkan membiarkan pemiliknya menunggu di area tunggu supaya
tidak ikut basah. Loli anjing yang mungil jadi aku sebenarnya tidak membutuhkan
bantuan Justin. Tapi ia memaksa menuangkan Shampet.
“Hanya ingin memastikan kau tidak menuang terlalu
banyak. Kita tidak boleh membuang-buang barang berharga ini,” katanya seolah ia
sedang memegang emas cair. Aku tertawa sambil memutar bola mataku.
“Katamu tadi ini semua kedaluarsa,” kataku.
“Kita berdua tahu bahwa shampo, sabun dan barang
sejenisnya tidak pernah kedaluarsa,” katanya. Aku kaget dia tahu itu. Aku tentu
tahu karena aku anak dari pemilik pabrik benda-benda ini. Peraturan memang
memaksa kami menuliskan tanggal kedaluarsa demi melindungi konsumen. Tapi dia
toh memang anak distributor benda-benda ini. Jadi memang harusnya dia tahu
juga.
Setelah Loli kami mendapatkan Bon, anjing labrador yang
besarnya setengah diriku. Kali ini Justin sangat membantu. Dan setelah lima
anjing lainnya, kami berdua basah kuyub. Tapi harus kuakui, sejak aku pulang,
aku belum pernah sesenang ini, dan itu tadi kurun waktu terlama yang berlalu
tanpa aku memikirkan Dayton.
One of my favorite authors / writers
Comment on chapter opening page