Aku sedang mengasihani diri sendiri sambil makan cupcake ke 5 sampai aku sudah ingin muntah ketika pesan itu masuk. Dari Anna.
Mau minum teh?
Aku hampir menjatuhkan ponselku dan cupcakenya juga. Aku tidak langsung menjawab. Jika ia sedang bersama-sama dengan kekasihnya, kenapa ia mengajakku untuk pergi minum teh? Karena jika ia hanya ingin memperkenalkan kekasihnya padaku, aku sama sekali tidak tertarik. Sebuah pesan lagi masuk.
Apakah kau sempat minum teh?
Dan aku tahu apapun yang terjadi, aku tidak bisa tidak menjawab. Karena ini Anna.
Sekarang?
Jika kau memang sempat
Sempat. Dimana?
Teaspoon Los Altos?
Akan tiba dalam 15 menit.
Sampai ketemu
Aku memandang kotak Sweet Diplomacy di hadapanku. Hanya tersisa satu cupcake. Yah, satu setengah karena aku belum menghabiskan yang ke lima ini. Aku menutupnya dan menentengnya ke mobilku.
Anna sudah duduk di salah satu meja kecil di Teaspoon ketika aku tiba. Dia sendirian. Dan aku lega. Ia tersenyum ketika melihatku dan tiba-tiba hatiku dipenuhi partikel-partikel kecil mengkilap yang terbang-terbang bernama harapan.
“Sudah lama?” tanyaku sambil duduk di hadapannya. Dia menggeleng.
“Sudah kupesankan Lychee on Lychee,” katanya sambil menunjuk ke gelas di atas meja. Rupanya ia ingat apa yang kupesan di Teaspoon Mountain View minggu lalu. Bahkan fakta sekecil itu saja membuat hatiku terbang.
“Dan aku membawa Belgravia untukmu,” kataku sambil meletakkan kotak Sweet Diplomacy di atas meja, “yang hampir kuhabiskan sendiri,” tambahku sambil membuka kotak itu untuk memperlihatkan satu setengah cupcake.
“Terima kasih ... karena tidak menghabiskannya,” katanya. Aku tersenyum dan menyesap Lychee on Lychee di hadapanku. Aku begitu ingin bertanya tentang kekasihnya. Tapi aku tidak mau terdengar seperti nenek-nenek kepo yang ingin tahu urusan pribadi. Dan aku takut terdengar ... iri.
“Tadi aku.... Sebenarnya tadi aku datang ke apartemenmu. Tadi kotak ini masih penuh,” kataku.
“Aku tahu kau datang,” katanya. Ia memandang minuman di hadapannya. Dari warnanya aku tahu itu Taro Lover. Minggu lalu ia memesan yang sama juga.
“Kekasihmu bilang kau tidak ada di rumah,” kataku. Ia mengangkat wajahnya dan memandang langsung ke mataku seolah apa yang akan dikatakannya sangat penting.
“Ivan bukan kekasihku. Dulu iya. Tapi sekarang tidak lagi. Kami sudah setahun lebih tidak bersama,” katanya. Dan tiba-tiba hidup ini terasa lebih manis daripada teh Lychee on Lychee ku.
One of my favorite authors / writers
Comment on chapter opening page