Loading...
Logo TinLit
Read Story - Samudra di Antara Kita
MENU
About Us  

              Biasanya bocah usia tiga tahun tidak sediam itu. Bocah itu tidak menggelinding dari satu sudut ruang ke sudut lainnya, tidak meraung seperti serigala, tidak berputar seperti baling-baling. Bahkan selama lima belas menit pertama, ia tidak berkata-kata sama sekali sampai-sampai aku mengira dia bisu. Dia hanya duduk di lantai, mengeluarkan buku gambar dan krayon nya, dan mulai menggambar. Ia tidak menjatuhkan sebatangpun krayon ke lantai seolah tidak ingin mengganggu lebih banyak ruang dari yang dibutuhkannya. Tetap saja itu tidak berarti aku suka disuruh mengawasinya. Akan lebih asik bila aku boleh main di luar bersama kakak-kakakku. Tapi tadi aku sudah merusak ponsel ibu dengan cara menjatuhkannya ke kolam renang. Jadi sebagai hukumannya, aku tidak boleh keluar dari ruang bermainku ini.

              “Kamu tidak harus menemaniku,” katanya seakan berhasil membaca pikiranku, seolah tahu bahwa seorang anak laki-laki berusia 7 tahun tidak suka disuruh mewarnai bersama seorang anak perempuan berusia 3 tahun.  Aku memandang melalui rongga pintu ke arah orang tuanya dan orang tuaku yang sedang duduk mengobrol di ruang keluarga. Mamanya menengok ke arah kami dan tersenyum waktu melihat anak perempuannya sedang duduk manis. Aku mengeluarkan fidget spinerku dan mulai memainkannya. “Kakakku punya yang warna merah dan bisa nyala saat berputar. Tapi aku tidak boleh pinjam,” katanya sambil terus mewarnai pohon yang baru digambarnya.

              “Aku juga punya, kok, yang merah,” kataku padanya.

              “Bisa nyala?” tanyanya.

              “Bisa!” kataku, walaupun aku tidak terlalu yakin. Sudah lama aku tidak melihat fidget spinner merahku.

              “Tunjukkan padaku!” katanya. Aku tahu aku tidak harus melakukan yang ia katakan. Tapi aku berdiri dan berjalan ke arah rak. Rak ku adalah yang terkecil dari empat rak yang berada di ruangan itu karena aku anak bungsu. Mama sudah berjanji untuk membelikan rak yang lebih besar bila aku bisa menjaga kerapian rak kecilku tapi rak kecilku selalu berantakan. Aku mulai mencari. Aku membuka dan menutup kotak-kotak, kaleng-kaleng dan wadah-wadah lain. Aku memindahkan barang-barang, mengeluarkannya, meletakkannya di lantai. Tapi tetap saja setelah seluruh lantai penuh barang-barangku, aku tidak dapat menemukan spinner merahku. Mungkin saja itu sudah disumbangkan ke panti asuhan. “Itu apa?” tanyanya. Aku tidak melihat atau mendenger dia beranjak dari tempatnya tapi ternyata ia sudah berdiri di sisiku.

              “Yang mana?” tanyaku.

              “Itu!” katanya sambil menunjuk sudut rak paling bawah. Monty ada di sana, terbaring terlupakan. Monty adalah teman pertamaku. Aku dulu selalu tidur dengan memeluk dirinya sambil merasakan bulu coklatnya pada pipiku. Aku suka kuping monyet besarnya yang bulat, mata birunya (aku tidak tahu kenapa pabrik mainan mewarnai mata monyet dengan warna biru) dan ekor panjangnya. Ia selalu ikut ke mana pun aku pergi. Suatu waktu, baby-sitter-ku lupa memasukkan Monty ke dalam kopor saat kami pergi berlibur. Tentu saja liburan itu tidak terlalu sukses dan begitu kami kembali, mama langsung memecat baby sitter yang satu itu. Monty menemaniku ke playgroup. Tapi waktu aku masuk TK, beberapa temanku menggodaku karena aku mengajak Monty setiap hari. Jadi aku mulai meninggalkannya di rumah walaupun aku masih tidur bersamanya. Dan aku tidak ingat tepatnya kapan aku mulai tidak memerlukan Monty. Mungkin hidup seperti itu. Roda berputar, musim berganti dan orang berubah. Tapi mungkin karena dulu aku suka sekali Monty, mama belum menyumbangkannya ke panti asuhan karena takut aku akan mencarinya lagi. Aku mengambil Monty dari rak dan merasakan bulunya yang sudah menipis pada tanganku. Bulu itu terasa kering dan jarang. Aku bahkan dapat melihat beberapa jahitan di antaranya. Tubuh boneka itu juga sudah tidak selunak yang kuingat. Mungkin sepon yang mengisinya sudah mulai mengeras. Aku mengulurkan Monty kepadanya tapi ia tidak langsung menerimanya. Ia hanya memandanginya seolah Monty adalah seekor kuda sembrani berwarna merah muda menakjubkan yang baru melayang turun dari awan.

              “Lucuuuuuuu sekaliiiiiii,”bisiknya. Dan tiba-tiba aku jadi ingat lagi betapa lucunya Monty bagiku waktu aku masih kecil dulu itu. Dan sekali lagi, mungkin ini kali yang terakhir, aku melihatnya seperti dulu aku melihatnya. Cat biru pada matanya sudah memudar tapi aku ingat bagaimana mata itu dulu begitu biru dan selalu tersenyum padaku. Aku melihat ujung ekornya yang sudah botak karena dulu sering kugigiti.

              “Ini Monty,” kataku sambil mengulurkan Monty padanya sekali lagi. Kali ini ia menerimanya dan langsung menimang Monty dengan lembut dan berhati-hati seolah ia sedang memegang porselin berharga yang mudah pecah dan bukannya hanya boneka lusuh. Saat itu kedua mama kami masuk ke ruang bermain.

              “Ayo kita pulang, sayang,” kata mamanya. “Kembalikan bonekanya dan bilang terima kasih,” tambahnya ketika ia melihat Monty. Gadis itu memandang mamanya. Ia tidak mengatakan apa-apa tapi jelas sekali bahwa ia tidak berniat melakukan yang disuruh mamanya. “Ayo kembalikan, sayang. Boneka itu bukan milikmu,” kata mamanya lagi. Tapi dari sinar wajah gadis itu yang keras, aku berani bertaruh ia sama sekali tidak punya niat untuk mengembalikan Monty. Mamanya menarik napas panjang seolah lelah atas kelakuan anaknya. Sang mama mulai memasukkan krayon dan buku gambarnya ke dalam tas mungilnya. Setelahnya, saat ia melihat bahwa anaknya belum juga mengembalikan boneka di tangannya, ia menatap mata anaknya lekat-lekat dan sekali lagi memintanya untuk mengembalikan bonekaku.

              “Bawa pulang saja,” kata mamaku yang sedang berdiri di dekat pintu.

              “Jangan. Tidak usah,” kata mamanya.

              “Tidak apa. Justin tidak pernah memainkannya lagi,” kata mama sambil memandangku, meminta persetujuanku. Aku langsung mencium sebuah kesempatan.

              “Ya, tidak apa-apa, Aunty. Aku sudah tidak pernah main ini lagi,” kataku.

              “Kau yakin?” tanyanya. Aku mengangguk dan tersenyum pada si gadis kecil. Tapi ia tidak membalas senyumanku seolah ia masih kuatir aku akan berubah pikiran.

              “Ma, aku boleh main dengan kakak?” tanyaku pada mama. Aku tahu kemungkinan besar mama akan bilang tidak karena aku toh masih sedang dihukum tapi tidak ada ruginya mencoba, bukan? Dan dia ternyata mengangguk. Mungkin ia tidak mau terlihat kejam di depan tamu atau mungkin juga, seperti yang kuharapkan, ia kagum atas kemurahan hatiku yang telah membiarkan tamu mengambil mainanku. Aku tersenyum dan segera berlari menuju pintu sebelum mama berubah pikiran. Lalu aku mendengarnya.

              “Terima kasih,” kata gadis cilik itu. Aku berhenti sejenak dan menoleh ke arahnya. Ia sedang memeluk Monty erat-erat dan kali ini, sebentuk senyum menghias bibirnya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • mprilla

    One of my favorite authors / writers

    Comment on chapter opening page
Similar Tags
Caraphernelia
1046      547     0     
Romance
Ada banyak hal yang dirasakan ketika menjadi mahasiswa populer di kampus, salah satunya memiliki relasi yang banyak. Namun, dibalik semua benefit tersebut ada juga efek negatif yaitu seluruh pandangan mahasiswa terfokus kepadanya. Barra, mahasiswa sastra Indonesia yang berhasil menyematkan gelar tersebut di kehidupan kampusnya. Sebenarnya, ada rasa menyesal di hidupnya k...
Cinderella And The Bad Prince
1777      1154     11     
Romance
Prince merasa hidupnya tidak sebebas dulu sejak kedatangan Sindy ke rumah. Pasalnya, cewek pintar di sekolahnya itu mengemban tugas dari sang mami untuk mengawasi dan memberinya les privat. Dia yang tidak suka belajar pun cari cara agar bisa mengusir Sindy dari rumahnya. Sindy pun sama saja. Dia merasa sial luar biasa karena harus ngemong bocah bertubuh besar yang bangornya nggak ketul...
Toget(her)
1531      725     4     
Romance
Cinta memang "segalanya" dan segalanya adalah tentang cinta. Khanza yang ceria menjadi murung karena cinta. Namun terus berusaha memperbaiki diri dengan cinta untuk menemukan cinta baru yang benar-benar cinta dan memeluknya dengan penuh cinta. Karena cinta pula, kisah-kisah cinta Khanza terus mengalir dengan cinta-cinta. Selamat menyelami CINTA
Bee And Friends 2
3182      1069     0     
Fantasy
Kehidupan Bee masih saja seperti sebelumnya dan masih cupu seperti dulu. Melakukan aktivitas sehari-harinya dengan monoton yang membosankan namun hatinya masih dilanda berkabung. Dalam kesehariannya, masalah yang muncul, ketiga teman imajinasinya selalu menemani dan menghiburnya.
Antropolovegi
134      119     0     
Romance
"Ada satu hubungan yang lebih indah dari hubungan sepasang Kekasih Kak, Hubungan itu bernama Kerabat. Tapi kak, boleh aku tetap menaruh hati walau tau akhirnya akan sakit hati?" -Dahayu Jagat Raya. __________________________ Sebagai seseorang yang berada di dalam lingkup yang sama, tentu hal wajar jika terjadi yang namanya jatuh cinta. Kebiasaan selalu berada di sisi masing-masing sepanjang...
Meta(for)Mosis
11329      2361     4     
Romance
"Kenalilah makna sejati dalam dirimu sendiri dan engkau tidak akan binasa. Akal budi adalah cakrawala dan mercusuar adalah kebenaranmu...." penggalan kata yang dilontarkan oleh Kahlil Gibran, menjadi moto hidup Meta, gadis yang mencari jati dirinya. Meta terkenal sebagai gadis yang baik, berprestasi, dan berasal dari kalangan menengah keatas. Namun beberapa hal mengubahnya menjadi buru...
Kungfu boy
3176      1206     2     
Action
Kepalanya sudah pusing penglihatannya sudah kabur, keringat sudah bercampur dengan merahnya darah. Dirinya tetap bertahan, dia harus menyelamatkan Kamalia, seniornya di tempat kungfu sekaligus teman sekelasnya di sekolah. "Lemah !" Musuh sudah mulai menyoraki Lee sembari melipat tangannya di dada dengan sombong. Lee sudah sampai di sini, apabila dirinya tidak bisa bertahan maka, dirinya a...
Ibu
548      328     5     
Inspirational
Aku tau ibu menyayangiku, tapi aku yakin Ayahku jauh lebih menyayangiku. tapi, sejak Ayah meninggal, aku merasa dia tak lagi menyayangiku. dia selalu memarahiku. Ya bukan memarahi sih, lebih tepatnya 'terlalu sering menasihati' sampai2 ingin tuli saja rasanya. yaa walaupun tidak menyakiti secara fisik, tapi tetap saja itu membuatku jengkel padanya. Dan perlahan mendatangkan kebencian dalam dirik...
Belum Tuntas
5084      1740     5     
Romance
Tidak selamanya seorang Penyair nyaman dengan profesinya. Ada saatnya Ia beranikan diri untuk keluar dari sesuatu yang telah melekat dalam dirinya sendiri demi seorang wanita yang dicintai. Tidak selamanya seorang Penyair pintar bersembunyi di balik kata-kata bijaknya, manisnya bahkan kata-kata yang membuat oranglain terpesona. Ada saatnya kata-kata tersebut menjadi kata kosong yang hilang arti. ...
Interaksi
545      375     0     
Romance
Ada manusia yang benar benar tidak hidup di bumi, sebagian dari mereka menciptakan dunia mereka sendiri. Seperti halnya Bulan dan Yolanda. Bulan, yang terlalu terobsesi dengan buku novel dan Yolanda yang terlalu fanatik pada Korea. Dua duanya saling sibuk hingga berteman panjang. Saat mereka mencapai umur 18 dan memutuskan untuk kuliah di kampus yang sama, perasaan takut melanda. Dan berencana u...