HAPPY READING!
Sial, seribu sial. Lee sudah hampir mati kalau begini caranya. Gumpalan nasi yang tadi di tenggorokannya sekarang membuat Lee hendak muntah. Lee menepuk dadanya sesekali, berharap nasinya bisa masuk ke dalam perutnya dengan mulus. Walaupun tidak terjadi apapun, nasi itu tetap membunuhnya secara perlahan.
"Kamu tau kenapa aku memanggilmu ke sini?" tanya master dengan tatapan serius, sementara Lee menjawab dengan menggelengkan kepalanya. Terkesan tidak sopan karena tidak menjawab dengan suara.
Kalau boleh jujur, Lee sekarang tidak bisa membuka mulutnya. Gumpalan nasinya terus membuat tenggorokannya tercekat. Lee jadi ingat Tuhan, dia merapalkan doa yang panjang berharap dia tidak mati muda karena tersedak nasi.
"Aku berharap kamu bersungguh-sungguh latihan. Kami memilihmu karena suatu alasan dan kami yakin kamu bisa menjalani ini semua." Master Fu terus berbicara membelakangi Lee, terus memberikan kata-kata dan petuah walaupun Lee sendiri masih sibuk dengan nasi yang ada di tenggorokannya.
Sialnya tadi, dia terlalu panik dan langsung mengikuti Fu tanpa meminum air putih yang ada di gelasnya. Selanjutnya kata-kata master Fu benar-benar tidak bisa Lee dengar lagi.
Air matanya sudah mulai mengalir dengan deras dan wajahnya sudah merah padam karena nasi yang masih menyangkut di tenggorokannya. Sesak napas rasanya, pasokan udaranya jadi semakin menipis.
"Lat–" Master Fu berhenti mengomel, dirinya terkejut ketika melihat Lee dengan wajah sembab, kemerahan dan banyak air mata yang mengalir di sana.
"Hei, aku tidak memarahi kamu." Jujur saja, master benar-benar panik dirinya hanya ingin Lee benar-benar bisa menjadi pengganti master Owen karena ajalnya akan semakin dekat. Kenapa anak laki-laki ini cengeng sekali, sih?
"A–air." Lee bersuara kemudian master memanggil para legendaris untuk membawakan air minum dan membantu Lee yang tampaknya hampir kehabisan napas. Kamalia yang lari terlebih dahulu dan membawakan air minumnya.
Setelah air putih itu disodorkan, Lee benar-benar meneguknya hingga kandas. Lega rasanya ketika nasi itu tidak lagi tersangkut di tenggorokannya.
"Master membuat anak baru itu menangis?" Mon sudah memulai leluconnya, menakut-nakuti master adalah hal yang disukainya walaupun akhirnya hanya mendapatkan sinis dari sang master.
"Tidak bisa diajak bercanda." Mon berbicara dengan sinis sementara Kamalia ikut melotot, mengancam Mon agar berhenti bicara.
Lee masih terbatuk-batuk dan sekepal nasi akhirnya keluar, membuat semuanya lega karena Lee tidak jadi mati. Setidaknya untuk sekarang.
"Aku pikir kamu mati, Lee." Mon bersuara kemudian menangis tersedu, begitu dramatis.
Lee sendiri menanggapi dan membalas pelukan dari Mon, satu ruangan bernapas lega kemudian Master Fu meminta mereka untuk segera beristirahat sudah tidak ingin melanjutkan pembicaraan tentang kematian master Owen yang sudah diramalkan dalam jarak yang katanya sebentar lagi.
"Master, apakah aku tidak bisa pulang? Ayah pasti membutuhkan bantuanku," ujar Lee meminta izin, ayahnya pasti sedang menangis karena ditinggal oleh Lee tanpa alasan yang jelas karena kemarin benar-benar terjadi secara tiba-tiba.
Master menganggukkan kepalanya, "Kembalilah pada hari jumat. Kita akan latihan kembali setelah itu, aku harap kamu segera berkembang."
Lee tersenyum dan memberikan hormat dengan menundukkan kepalanya sopan. Mengemasi barang-barangnya dan berpamitan dengan teman sekamarnya, Mon.
***
Setelah berkemas, akhirnya Lee kembali ke rumahnya. Di sana tampak cahaya remang yang selalu dihidupkan oleh ayahnya, mungkin ini terlalu larut untuk pulang.
Lee mengetuk pintu beberapa kali sampai ada seseorang yang membukakan pintu dan langsung tersenyum gembira ketika melihatnya.
"Lee!" Ayahnya langsung memeluk anak kesayangannya itu dengan erat.
Lee tersenyum kemudian meminta untuk masuk ke dalam rumah. Ayahnya buru-buru masuk ke dalam juga dan tampak banyak tepung dan daging mentah yang siap untuk dibuat menjadi pangsit.
"Bukannya biasanya ayah membuat pangsit di pagi hari?" tanya Lee ketika melihat dapurnya masih berantakan sementara ayahnya sedang mengunci pintu rumah agar tidak ada hal-hal yang tidak diinginkan.
"Ada yang mau mengandakan lomba makan pangsit, kamu kenal dengan Bu Pil? Dia hendak mempromosikan produknya, jadi dia berencana untuk mempromosikannya di warung mie ayah," ujar ayah Lee membuat laki-laki itu menatapnya dengan berbinar.
"Lee bantu," ujar Lee kemudian melepaskan tasnya dan meletakkannya di atas kursi dan segera memakai celemek yang ada di sana. Menekan kulit pangsit dan memasukkan isiannya ke dalam panci.
"Bagaimana kamu di sana? Baik-baik saja? Ayah dua hari yang lalu mengirimkan pangsit ke sana," ujar ayahnya memulai obrolan sementara Lee dengan semangat bercerita tentang latihan mereka.
Mereka benar-benar menikmati waktu untuk membuat pangsit tersebut, kekeluargaan mereka begitu terasa walaupun tanpa ibu. Lee sudah sangat bahagia.
***
"Lee berangkat dulu!" Laki-laki itu berpamitan dengan berteriak, dirinya sudah siap untuk pergi ke sekolah dengan seragam yang habis disetrika dan tas selempangnya yang biasa dia pakai.
Ayahnya mengacungkan jempolnya sembari memasukan mie ke dalam panci yang sudah dia isi air dan sudah panas.
Saat hendak berjalan untuk menuju ke sekolah, Lee bertemu dengan Kamalia dengan seragam yang sama seperti miliknya, hanya berbeda di bagian celana saja.
Kamalia sendiri hanya melirik ke arah Lee waktu mereka bertemu di depan warung mie ayam ayah Lee. Kamalia sama sekali tidak menyapanya, bahkan berbicara ataupun tersenyum juga tidak. Kamalia terlalu malas untuk menyapa orang yang tidak berguna.
"Pagi, legendaris Kamalia." Lee menyapa, sementara Kamalia sama sekali tidak menyukai panggilan Lee. Dia hanya menatap Lee dengan juteknya.
"Galak banget," ujar Lee secara refleks ketika mendapatkan tatapan mematikan dari Kamalia. Suaranya terlalu keras karena Kamalia yang ada di sana langsung menatapnya dan Kamalia. memberikan jawaban.
"Berisik." Kamalia memberi protesan kemudian pergi dari sana.
"Oh, iya. Enggak usah sok kenal, ya nanti di sekolah." Kamalia berjalan ke arah Lee dan menunjuk tepat di batang hidung Lee. Kemudian pergi lagi tanpa mendengarkan ucapan Lee sama sekali.
"Gila, kenapa, sih?" Lee mengangkat bahunya masih merinding dengan tatapan dari Kamalia yang sangat mematikan itu. Raganya tadi badannya hendak diremukkan oleh Kamalia lewat tatapan tajamnya itu.
Kemudian, terbesit suatu ide, Lee mulai berteriak ingin membuat Kamalia setidaknya tidak mengamuk kembali. "Kamalia, jangan lupa nanti ke warung mieku. Ada lomba makan pangsit!" Lee berteriak tanpa tahu malu, membuat Kamalia mengumpat karena malu mendengar suara Lee yang begitu kencang.
Lee jadi tertawa sendiri, Kamalia yang galak membuat Lee benar-benar jadi suka untuk mengisengi perempuan tersebut. Walaupun mungkin nyawanya lama-lama bisa ditebas oleh Kamalia sewaktu-waktu.
***
Lanjut? Yes or No?