Loading...
Logo TinLit
Read Story - KEPINGAN KATA
MENU
About Us  

“Hanum! Kamu kosong nggak jadwalnya habis pulang sekolah?” tanya Almira dengan antusias.

Cewek Bernama Hanum itu terdiam sejenak. Matanya menerawang, mengingat-ingat agendanya hari ini.

“Aku nggak ada rencana apa-apa setelah pulang sekolah, sih. Mau langsung pulang niatnya,” jawabnya.

Si penanya membelalak antusias. Kemudian memeluk tangan Hanum dengan girang.

“Yeay! Aku beruntung banget punya sahabat kayak kamu!!!” sahutnya.

“Terus nggak beruntung gitu punya sahabat kayak aku?” tanya cewek berkacamata yang baru datang dari arah pintu kelas.

Almira tertawa. “Beruntung juga, dong. Tapi, kan, kamu nggak bisa temani aku ke toko aksesoris hari ini. Jadi, hari ini aku beruntungnya dua kali lipat gitu, Dis, soalnya Hanum bisa temani aku hehehe,” belanya.

Adisty seketika mengembuskan napasnya kasar, dengan memutarkan bola matanya. “Iya, iya, maaf banget, deh. Aku beneran nggak bisa, nih,” Cewek itu kemudian duduk di kursi yang ada di hadapan Hanum.

“Bentar, memangnya aku udah setuju mau ikut kamu, Mir?” tanya Hanum.

Almira langsung berdiri mendengarnya. “Eh, memangnya kamu nggak bisa, Num?” tanyanya heboh.

“Bisa, sih,” jawab Hanum santai.

Almira duduk kembali sambil mengembuskan napas lega. “Hanum ngagetin aku aja, deh!”

Gelak tawa terdengar dari Adisty. “Heboh banget kamu, Mir, Mir!”

Kini Hanum ikut tertawa. “Iya, kamu tuh suka heboh gitu. Aku kadang suka kaget hahaha,” tuturnya.

“Ya, habisnya aku heran aja. Hanum, kan, selalu bisa dimintai tolong. Ini malah tiba-tiba nggak bisa. Tapi, sekarang terbukti kan, Hanum memang bisa hehehe,” kata Almira sambil cengengesan.

Adisty lagi-lagi merotasikan kedua bola matanya. Sudah tidak aneh dengan perilaku sahabatnya yang selalu antusias itu.

***

“Hanum, aku bingung, mending beli topi warna hitam atau putih, ya, buat Jafi?” tanya Almira sambil memandangi kedua topi berbeda warna itu.

“Kak Jafi sukanya warna apa, Mir?” tanya Hanum.

Tangan Almira bergerak menunjuk topi yang ada di sebelah kiri. “Jafi sukanya warna hitam, sih.”

Hanum mengangguk. “Hitam aja kalau gitu,” usulnya.

“Tapi, aku sukanya warna putih.”

Jawaban Almira membuat dahi Hanum mengernyit. “Jadi, kamu mau beli topi buat siapa, Mir?”

“Buat Jafi.”

Dahi Hanum semakin mengerut. “Aku bingung.”

Almira terkekeh. “Jafi bakalan suka nggak, ya, kalau topinya warna putih?”

Hanum menggelengkan kepalanya. “Nggak tahu, aku bukan Kak Jafi.”

Muka Almira berubah datar. “Hanum, aku jadi tambah bingung. Kasih solusi, dong!” rengeknya.

Hanum kini memutar otaknya. Ia perlu memberikan jawaban yang sebisa mungkin jadi win win solution. Ia tidak mau menyakiti perasaan sahabatnya itu, apalagi saat ini sahabat hebohnya itu sedang bingung. Pasti cewek itu juga sedang overthinking.

“Kamu ada uang buat beli dua topi nggak?” tanya Hanum.

“Ada, sih. Topinya juga lagi diskon.”

Kini muka Hanum kembali cerah. “Gimana kalau beli dua-duanya aja? Jadi, Kak Jafi punya topi warna kesukaannya sama kesukaan kamu.”

Almira mulai menyunggingkan senyumnya. “Ih, bener juga, ya! Pinter kamu, Num! Hanum memang terbaik. Sahabatnya siapa, sih? Ututututu,” sahutnya dengan antusias, sambil mencubit pipi Hanum gemas.

“Iya, iya. Udah, ya, Mir,” kata Hanum sambil berusaha melepaskan cubitan sahabatnya itu. “Ayo, kita ke kasir aja,” ajaknya.

***

Di perjalanan pulang, gawai punya Hanum berdering, ada panggilan masuk dari seseorang.

“Hanum, Hanum, assalamu’alaikum!” Salam langsung menyapa di ujung sana.

“Wa’alaikumussalam Warrahmatullah, Endra. Ada apa?” tanya Hanum.

Almira yang ada di sebelahnya menggerakkan mulutnya bertanya “Ngapain Endra?”

Hanum menggelengkan kepalanya. Cewek itu juga sedang menebak-nebak. Apa yang akan teman sekelasnya itu katakan kemudian?

“Gue mau pinjam buku catatan Bahasa Indonesia, dong. Waktu gue sakit katanya banyak nulis, ya? Gue mau pinjam punya lo, Num,” jawab Endra.

Hanum menganggukkan kepala. “Endra mau pinjam buku,” bisik Hanum, yang ditanggapi Almira dengan gestur ‘o’ panjang di mulutnya.

“Num, lo ngomong sesuatu?” tanya Endra di seberang sana.

Hanum mengerjap. “Eh, maaf hehe. Aku lagi mengobrol sama Almira. Kamu mau pinjam bukunya kapan?” tanya Hanum.

“Sekarang lo ada di mana? Kalau bisa, sih, hari ini. Kan besok pelajarannya,” jawab Endra.

“Oh, kamu mau ambil bukunya ke rumah?”

“Ya, iya.”

“Oke kalau gitu. Aku lagi di perjalanan pulang. Sampai sekitar lima belas menit lagi. Kamu masih ingat rumah aku?” tanya Hanum memastikan.

Diam sejenak di seberang sana. “Lupa, Num. Nanti aja kalau lo udah sampai rumah, share loc, ya!”

“Oke, kalau gitu, sampai nanti.”

“Oke, Makasi banyak Hanum, Num, Num, Num. Assalamu’alaikum!”

Hanum terkekeh. “Apa, sih, Endra. Wa’alaikumussalam warrahmatullah.”

Terdengar gelak tawa di seberang sana. “Hahaha. Dah, gue tutup dulu. Bye!”

“Endra mau ke rumah kamu, Num?” tanya Almira.

“Iya, mau pinjam catatan Bahasa Indonesia.”

Almira menggelengkan kepalanya. “Dia tuh ya, kenapa nggak pinjamnya dari kemarin-kemarin, ya, mepet banget besok pelajarannya.”

Hanum hanya terkekeh sambil mengangkat kedua bahunya.

***

Hanum sudah berada di rumahnya. Ia duduk di sofa ruang tamu, berusaha mengumpulkan kembali energi yang terkuras setelah jalan-jalan tadi.

“Eh, dari kapan kamu pulang, Num?” tanya Mama Endah.

Hanum mengangkat pandangannya. “Barusan, Ma. Sekitar lima menit lalu. Mama dari mana? Aku ketuk pintu tapi nggak ada terus. Untung aku bawa kunci,” jawabnya.

“Oh, hahaha. Mama di dapur dari tadi. Udah makan belum?”

Hanum menggelengkan kepalanya dengan lesu.

“Capek banget ya kamu? Istirahat gih! Nanti Mama anterin teh manis ke kamar.”

“Yeay! Makasih, Mama!” Hanum kembali bersemangat.

Belum sampai ke kamarnya, Hanum dipanggil oleh Papa Faiz yang baru masuk ke rumah.

“Eh, Hanum udah pulang. Ini, nih, Papa mau save kontaknya Pak RT yang baru, gimana caranya, ya?” tanya laki-laki separuh baya itu.

Mau tidak mau, Hanum menghampiri Papanya yang masih ada di ruang tamu walaupun energi Hanum masih belum terkumpul sempurna.

“Papa, jangan digangguin dulu itu anaknya baru pulang,” sahut Mama Endah.

Papa mengangkat kedua alisnya. “Eh, Hanum masih capek? Papa ganggu enggak?” tanyanya memastikan.

Hanum menampilkan deretan giginya. “Enggak, kok.”

“Jadi, gimana caranya?”

“Nomor Pak RT-nya mana, Pa?”

Papa Faiz kemudian menunjukkan ruang obrolan yang berisi satu bubble chat bertuliskan Tes 123!

“Klik dulu profilnya. Di kanan atas ada titik tiga, terus pilih itu dan klik tambahkan kontak. Tulis namanya mau siapa. Klik selesai, udah, deh,” jelas Hanum.

Papa Faiz menganggukkan kepalanya tiga kali. “Oh, gampang ya ternyata. Oke, deh, makasih, Putrinya Papa Faiz,” katanya sambil berlalu ke luar rumah.

“Nih, minum teh manisnya di sini aja.” Mama Endah menyimpan secangkir the berwarna putih dengan palet biru.

“Makasih, Mama,” ujar Hanum sambil menyeruput teh panas.

“Istirahat gih, ngantuk banget kelihatannya.”

Hanum menggelengkan kepalanya. “Aku lagi nunggu Endra, mau ke sini katanya.”

“Oh, ngapain?”

“Mau pinjam buku catatan.”

“Oh, ya udah, Mama mau ke dapur lagi.”

“Lagi bikin apa, sih, Ma?” tanya Hanum penasaran karena dari tadi mamanya itu bolak-balik ke dapur.

“Lagi bikin kue, coba resep di TikTok.”

“Wih! Nanti aku mau coba!”

“Iya, dong, harus!”

***

Sudah berjam-jam Hanum diam di ruang tamu. Ia sudah mandi, mengerjakan tugas, dan makan malam. Namun, Endra tak kunjung ada kabar. Padahal Hanum sudah melakukan spam pesan kepada cowok itu.

Tak lama, akhirnya panggilan masuk bertuliskan nama Endra muncul.

“Assalamu’alaikum, Endra!” ujar Hanum agak kesal.

“Wa’alaikumussalam Warrahmatullah. Halo, Hanum, hehehe,” jawab Endra dengan nada cengengesan.

“Kamu jadi ke sini enggak?”

“Lo nunggu?”

“Iya, Endra, aku tunggu dari tadi,” jawab Hanum.

“Wow, so sweet!”

“Endra, jadi ke sini, nggak?” tanya Hanum kembali.

“Woles, dong! Maaf, Hanum. Gue kayaknya nggak jadi ke rumah lo. Gue tiba-tiba diajak main sama anak tongkrongan. Lo bisa foto catatannya, terus kirim ke gue aja, nggak?” pinta Endra.

Hanum menarik napas, kemudian mengembuskannya pelan.

“Kenapa lo? Sampai menghela napas gitu?”

Hanum mengernyitkan dahinya. “Kedengaran emangnya?”

“Iya, lah, makanya gue tahu! Kenapa lo?”

“Aku nggak pa-pa, kok.”

“Bagus kalau begitu. Jadi, bisa, kan?”

Hanum menatap nanar buku catatannya. “Tapi, banyak banget, Endra. Nanti pusing.”

“Nggak pa-pa, kok. Nanti lo kirimnya satu-satu, pakai keterangan nomor gitu.”

“Iya, deh,” ujar Hanum. Sedikit tidak rela karena waktu istirahatnya tersita dengan menunggu kedatangan Endra.

“Gitu, dong! Makasih banyak, Hanum!”

“Iya.”

“Kalau begitu saatnya Tuan Endra mengucapkan Assalamu’alaikum Warrahmatullah Wabarakatuh, Hanum, Num, Num, Num,” ucap Endra seolah suaranya mempunyai gema alami.

“Wassalamu’alaikum Warrahmatullah Wabarakatuh, udah ya, Endra. Aku tutup dulu.”

Tahu begini, Hanum tidak perlu menunggu. Tidak perlu mengerjakan tugas di ruang tamu dengan meja yang lebih rendah daripada kursinya. Tidak perlu makan di ruang tamu. Tidak perlu menahan kantuk. Namun, sudah terjadi juga. Ya sudah, lah, ya.

How do you feel about this chapter?

1 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Gagal Menikah
4989      1681     4     
Fan Fiction
Cerita ini hanya fiktif dan karanganku semata. Apabila terdapat kesamaan nama, karakter dan kejadian, semua itu hanya kebetulan belaka. Gagal Menikah. Dari judulnya udah ketahuan kan ya?! Hehehe, cerita ini mengkisahkan tentang seorang gadis yang selalu gagal menikah. Tentang seorang gadis yang telah mencoba beberapa kali, namun masih tetap gagal. Sudut pandang yang aku pakai dalam cerita ini ...
A Poem For Blue Day
337      256     5     
Romance
Pada hari pertama MOS, Klaudia dan Ren kembali bertemu di satu sekolah yang sama setelah berpisah bertahun-tahun. Mulai hari itu juga, rivalitas mereka yang sudah terputus lama terjalin lagi - kali ini jauh lebih ambisius - karena mereka ditakdirkan menjadi teman satu kelas. Hubungan mencolok mereka membuat hampir seantero sekolah tahu siapa mereka; sama-sama juara kelas, sang ketua klub, kebang...
Kenangan Masa Muda
7084      1952     3     
Romance
Semua berawal dari keluh kesal Romi si guru kesenian tentang perilaku anak jaman sekarang kepada kedua rekan sejawatnya. Curhatan itu berakhir candaan membuat mereka terbahak, mengundang perhatian Yuni, guru senior di SMA mereka mengajar yang juga guru mereka saat masih SMA dulu. Yuni mengeluarkan buku kenangan berisi foto muda mereka, memaksa mengenang masa muda mereka untuk membandingkan ti...
Ketos pilihan
816      561     0     
Romance
Pemilihan ketua osis adalah hal yang biasa dan wajar dilakukan setiap satu tahun sekali. Yang tidak wajar adalah ketika Aura berada diantara dua calon ketua osis yang beresiko menghancurkan hatinya karena rahasia dibaliknya. Ini kisah Aura, Alden dan Cena yang mencalonkan ketua osis. Namun, hanya satu pemenangnya. Siapa dia?
Just For You
6491      2078     1     
Romance
Terima kasih karena kamu sudah membuat hidupku menjadi lebih berarti. (Revaldo) *** Mendapatkan hal yang kita inginkan memang tidak semudah membalik telapak tangan, mungkin itu yang dirasakan Valdo saat ingin mendapatkan hati seorang gadis cantik bernama Vero. Namun karena sesuatu membuatnya harus merelakan apa yang selama ini dia usahakan dan berhasil dia dapatkan dengan tidak mudah. karen...
Adiksi
8276      2418     2     
Inspirational
Tolong ... Siapa pun, tolong aku ... nafsu ini terlalu besar, tangan ini terlalu gatal untuk mencari, dan mata ini tidak bisa menutup karena ingin melihat. Jika saja aku tidak pernah masuk ke dalam perangkap setan ini, mungkin hidupku akan jauh lebih bahagia. Aku menyesal ... Aku menyesal ... Izinkan aku untuk sembuh. Niatku besar, tetapi mengapa ... mengapa nafsu ini juga sama besarnya!...
Premium
The Devil Soul of Maria [18+]
16846      3860     3     
Inspirational
Ambisi besar Meira nyaris tercapai namun halangan mengesalkan datang dan membuatnya terhenti sejenak Di saat tak berdaya itu seorang pria menawarkan kesepakatan gila padanya Melihat adanya peluang Meira pun akhirnya masuk dalam permainan menarik kehidupan
Sunset in February
1003      555     6     
Romance
Februari identik dengan sebutan bulan kasih sayang. Tapi bagi Retta februari itu sarkas, Februari banyak memberikan perpisahan untuk dirinya. Retta berharap, lewat matahari yang tenggelam tepat pada hari ke-28, ia dapat melupakan semuanya: cinta, Rasa sakit, dan hal buruk lain yang menggema di relung hatinya.
Aditya
1454      652     5     
Romance
Matahari yang tak ternilai. Begitulah Aditya Anarghya mengartikan namanya dan mengenalkannya pada Ayunda Wulandari, Rembulan yang Cantik. Saking tak ternilainya sampai Ayunda ingin sekali menghempaskan Aditya si kerdus itu. Tapi berbagai alasan menguatkan niat Aditya untuk berada di samping Ayunda. "Bulan memantulkan cahaya dari matahari, jadi kalau matahari ngga ada bulan ngga akan bersi...
Bukan Bidadari Impian
147      118     2     
Romance
Mengisahkan tentang wanita bernama Farhana—putri dari seorang penjual nasi rames, yang di jodohkan oleh kedua orang tuanya, dengan putra Kiai Furqon. Pria itu biasa di panggil dengan sebutan Gus. Farhana, wanita yang berparas biasa saja itu, terlalu baik. Hingga Gus Furqon tidak mempunyai alasan untuk meninggalkannya. Namun, siapa sangka? Perhatian Gus Furqon selama ini ternyata karena a...