Read More >>"> LATHI (LUKA-LUKA DALAM TUBUH IBU) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - LATHI
MENU
About Us  

Langit sudah berganti warna. Matahari berangsur pergi ke sebelah Barat untuk digantikan bulan. Sudah hampir petang, tetapi Monik masih belum sampai di rumah. Tubuh dan pikirannya terasa amat lelah. Ketakutan-ketakutan yang selama ini dirasakannya seringkali membuat kakinya tiba-tiba gemetar seperti orang yang menjahit.

 

Dia cemas, bimbang, sekaligus tidak peduli. Namun, dia juga tidak tahu mengapa perasaan itu muncul dan seringkali mengganggu. Monik sangat ingin mengubahnya, tetapi tak mampu. Lidah-lidah yang selalu menjulur untuk mengejeknya sebagai perawan tua seringkali membuat pikirannya tak stabil. Satu-satunya cara yang dapat ditempuhnya sekarang adalah membuat minuman cokelat panas dengan mendengarkan lagu-lagu instrumental.

 

“Tunggu … sabar Monik, sebentar lagi sampai.” Begitulah yang dilakukan Monik untuk menghibur dirinya sendiri di tengah kemacetan lalu lintas yang kini menderanya. Rasa bosan kembali menusuk-nusuk setiap sendi tubuhnya, tetapi dia bertekad untuk lekas sampai.

 

Hingga waktu telah menunjukkan pukul 20.00, kendaraan roda empat Monik telah memasuki halaman rumah. Akan tetapi, bukan sambutan dari sang ibu yang didengarnya, melainkan dari tetangga sebelah, seorang ibu berusia lebih tua dari ibunya.

 

“Kok, baru pulang, Mbak Monik?” tanya tetangga yang terkenal memiliki lidah super tajam paling terkenal di kampungnya.

 

“Iya. Mari.”

 

Monik buru-buru memasuki rumah. Dia tidak ingin berurusan lebih lama dengan perempuan yang anaknya menikah di usia muda itu. Dia tahu bahwa selain penghakiman, dia akan menerima serangkaian cercaan serta kalimat-kalimat menyebalkan untuk disbanding-bandingkan.

 

“Malem, Bu. Ibu di mana?” tanya Monik ketika mendapati rumah dalam keadaan sepi.

 

Tidak ada jawaban. Hanya suara dari Moria, si anjing berusia dua tahun milik Monik yang terdengar. Anjing itu berlari menyambut Monik dan terus menerus menggonggong. Seolah-olah memberikan sebuah petunjuk tentang suatu peristiwa.

 

“Ada apa, Mor?”

 

Moria menarik-narik baju Monik, memberikan pertanda bahwa Monik harus sesegera mungkin mengikutinya. Monik berdiri, dia berjalan mengikuti Moria yang telah berada di depannya. Anjing itu kemudian berhenti tepat di depan kamar Rina, ibu Monik.

 

Detak jantung Monik berdebar kencang. Dia merasa ada sesuatu yang tidak beres terhadap ibunya. Bagaimanapun, Moria tidak pernah melakukan hal aneh seperti itu ketika dia pulang dari bekerja. Biasanya Moria akan berlari menyambutnya dengan gonggongan-gonggongan keras dan meminta dipeluk. Akan tetapi, kali ini tidak. Gonggongan Moria seolah-olah ingin menunjukkan bahwa telah terjadi sesuatu.

 

Tangan Monik gemetar, tubuhnya menegang saat memegang gagang pintu. Perlahan, dibukanya pintu itu. Seketika dia berlari menuju ke arah sang ibu yang terbaring dengan wajah pucat dan tangan yang telah lemas. Berulangkali Monik menggoyang-goyang tubuh sang ibu, tetapi nihil. Ibunya tetap tidak bergerak.

 

Dengan kepanikan luar biasa, Monik segera menelepon rumah sakit agar segera mengirimkan ambulans. Tak butuh waktu lama bagi Monik untuk menunggu. Dua belas menit setelah rumah sakit ditelepon, ambulans datang. Tim medis segera memasukkan ibu Monik ke dalam kendaraan berwarna putih itu. Sementara tetangga-tetangga Monik berhamburan keluar karena mendengar bunyi sirine.

 

“Monik, Bu Rina kenapa?” tanya salah satu tetangga.

 

“Ibu sakit,” jawab Monik, lalu buru-buru memasuki ambulans.

 

Monik masih mendengar perkataan-perkataan tidak menyenangkan dari mulut-mulut para tetangga.

 

“Kasihan, ya. Gimana kalau ibunya mati, tapi dia belum nikah?”

 

“Lagian, udah umur segitu belum nikah.”

 

“Apa nanti nggak nyesel nggak sempet kasih anak?”

 

Suara-suara sumbang itu sangat melukai perasaan Monik. Di sisi lain, dia juga dipenuhi oleh perasaan bersalah karena tak kunjung menikah. Namun, tiba-tiba perkataan ibunya cukup membuatnya tersenyum. Setiap kali dia mengeluh tentang perkataan-perkataan tetangga, sang ibu selalu mengatakan untuk tidak buru-buru menikah karena pernikahan itu bukan hanya tentang kebutuhan seks, tetapi juga tentang mempersatukan dua orang yang berbeda karakter serta didikan.

 

Waktu sudah menunjukkan pukul 21.01 ketika mereka sampai di rumah sakit. Dengan segera, ibu Monik dibawa ke UGD untuk mendapatkan pertolongan pertama. Monik tak bisa mengatakan apa pun.

 

Dia hanya terus menerus memegang tangan sang ibu untuk memberikan kekuatan. Namun, makin dia memegang erat tangan yang sudah berkerut itu, makin membuatnya merasa ada sesuatu yang mengganjal. Perasaan itu makin lama makin menjadi-jadi tatkala sang ibu tiba-tiba membuka mata, seolah-olah ingin menyampaikan pesan. Dengan terburu-buru, Monik mendekatkan telinganya.

 

“Mo-Monik ….”

 

Setelah meengucapkan itu, elektro kerdiograf membentuk satu garis lurus. Tim medis segera melakukan CPR, tetapi tak berhasil. Tepat pukul 21.15, Rina, ibu Monik dinyatakan meninggal dunia.

 

Monik tak langsung berteriak histeris. Dia justru diam, menahan rasa sesak di dalam dada. Pandangannya tak kunjung lepas dari sang ibu dan tangannya masih menggenggam tangan yang dulu memberinya kehidupan.

 

Monik patah hati, tetapi tak dapat mengungkapkan perasaan itu dengan benar. Sejak kecil sang ibu melatihnya menjadi seorang perempuan yang kuat. Tidak pernah sedikit pun dia menemukan ibunya menangis meski tetangga-tetangga mencibir dan saudara-saudara dari pihak ayah mengejek. Sang ibu juga tidak pernah sedikit pun mengeluh meski ada alasan untuk itu.

 

Pertemuannya dengan para klien bukan karena dirinya memiliki empat, tetapi karena membaca teori-teori dan tulisan-tulisan yang dianggapnya valid serta relevan dengan kehidupan percintaan di masa kini. Sekarang, setelah dirinya kehilangan sang ibu pun, dia bahkan tidak bisa menangis meski ingin.

 

Jarum jam terus bergerak. Monik duduk sebentar sambil terus melihat wajah dan tubuh sang ibu yang raga dan jiwanya sudah tidak ada lagi. Di tengah kepedihan hatinya, secara tidak sengaja, dia melihat sesuatu yang aneh. Pada kepala bagian kanan Rina, sang ibu, Monik melihat rambut yang mernggerumbul secara tidak wajar.

 

Dia tiba-tiba teringat saat kepalanya terkena pecahan kaca dan harus menerima beberapa jahitan. Rambutnya sama dengan milik sang ibu sekarang. Dengan detak jantung yang makin cepat, Monik memajukan wajahnya. Dengan teliti dia melihat apakah ada bekas luka menganga yang membuat rambut ibunya seperti itu.

 

Benar saja, Monik menemukannya. Dia memejam, mencoba mengingat setiap detail yang ditemukannya di rumah dan dia menyadari bahwa sprai berwarna-warni yang telah diganti oleh ibunya dua hari yang lalu telah diganti. Meski demikian, Monik masih merasa curiga. Di tengah kekalutannya, dia membuka baju sang ibu perlahan-lahan.

 

Tubuhnya gemetar dan kepalanya seketika merasa pening ketika dia melihat ada bekas cakaran yang masih baru.

 

“I-ibu … Ibu … Ibu ….”

 

Dadanya kini berdebar-debar lebih cepat dari biasanya. Sekuat tenaga dia menahan tangis, tetapi tidak bisa. Luka-luka dalam tubuh ibunya membuatnya tak lagi dapat menahan perasaan sedih yang bercampur amarah. Berulangkali dia mencoba mengusap air mata yang turun, nyatanya tidak bisa. Mungkin dia tidak akan begitu terpukul jika saja sang ibu meninggal karena sakit yang telah diderita selama bertahun-tahun. Akan tetapi, jika sesuatu terjadi lebih buruk dari itu, dia tidak akan tinggal diam.

 

***

Tags: twm23

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • tika_santika

    Pembukaan yang menarik, semangat Bundo 😍

    Comment on chapter KAFE
  • ibnurini

    Kewreeeeeenn Bundo, semangaaaatt teruuuzzz

    Comment on chapter KAFE
  • AjengFani28

    Menarik nih kak

    Comment on chapter KAFE
Similar Tags
Seiko
359      258     1     
Romance
Jika tiba-tiba di dunia ini hanya tersisa Kak Tyas sebagai teman manusiaku yang menghuni bumi, aku akan lebih memilih untuk mati saat itu juga. Punya senior di kantor, harusnya bisa jadi teman sepekerjaan yang menyenangkan. Bisa berbagi keluh kesah, berbagi pengalaman, memberi wejangan, juga sekadar jadi teman yang asyik untuk bergosip ria—jika dia perempuan. Ya, harusnya memang begitu. ...
Jelita's Brownies
2902      1246     11     
Romance
Dulu, Ayahku bilang brownies ketan hitam adalah resep pertama Almarhum Nenek. Aku sangat hapal resep ini diluar kepala. Tetapi Ibuku sangat tidak suka jika aku membuat brownies. Aku pernah punya daun yang aku keringkan. Daun itu berisi tulisan resep kue-kue Nenek. Aku sadar menulis resep di atas daun kering terlihat aneh, tetapi itu menjadi sebuah pengingat antara Aku dan Nenek. Hanya saja Ib...
SORRY
14411      2720     11     
Romance
Masa SMA adalah masa yang harus dipergunakan Aluna agar waktunya tidak terbuang sia-sia. Dan mempunyai 3 (tiga) sahabat cowok yang super duper ganteng, baik, humoris nyatanya belum untuk terbilang cukup aman. Buktinya dia malah baper sama Kale, salah satu cowok di antara mereka. Hatinya tidak benar-benar aman. Sayangnya, Kale itu lagi bucin-bucinnya sama cewek yang bernama Venya, musuh bebuyutan...
Call Kinna
3896      1564     1     
Romance
Bagi Sakalla Hanggra Tanubradja (Kalla), sahabatnya yang bernama Kinnanthi Anggun Prameswari (Kinna) tidak lebih dari cewek jadi-jadian, si tomboy yang galak nan sangar. Punya badan macem triplek yang nggak ada seksinya sama sekali walau umur sudah 26. Hobi ngiler. Bakat memasak nol besar. Jauh sekali dari kriteria istri idaman. Ibarat langit dan bumi: Kalla si cowok handsome, rich, most wante...
Allura dan Dua Mantan
2955      944     1     
Romance
Kinari Allura, penulis serta pengusaha kafe. Di balik kesuksesan kariernya, dia selalu apes di dunia percintaan. Dua gagal. Namun, semua berubah sejak kehadiran Ayden Renaldy. Dia jatuh cinta lagi. Kali ini dia yakin akan menemukan kebahagiaan bersama Ayden. Sayangnya, Ayden ternyata banyak utang di pinjol. Hubungan Allura dan Ayden ditentang abis-abisan oleh Adrish Alamar serta Taqi Alfarezi -du...
Negeri Tanpa Ayah
8608      1925     0     
Inspirational
Negeri Tanpa Ayah merupakan novel inspirasi karya Hadis Mevlana. Konflik novel ini dimulai dari sebuah keluarga di Sengkang dengan sosok ayah yang memiliki watak keras dan kerap melakukan kekerasan secara fisik dan verbal terutama kepada anak lelakinya bernama Wellang. Sebuah momentum kelulusan sekolah membuat Wellang memutuskan untuk meninggalkan rumah. Dia memilih kuliah di luar kota untuk meng...
Palette
3918      1575     6     
Romance
Naga baru saja ditolak untuk kedua kalinya oleh Mbak Kasir minimarket dekat rumahnya, Dara. Di saat dia masih berusaha menata hati, sebelum mengejar Dara lagi, Naga justru mendapat kejutan. Pagi-pagi, saat baru bangun, dia malah bertemu Dara di rumahnya. Lebih mengejutkan lagi, gadis itu akan tinggal di sana bersamanya, mulai sekarang!
RUMIT
4124      1399     53     
Romance
Sebuah Novel yang menceritakan perjalanan seorang remaja bernama Azfar. Kisahnya dimulai saat bencana gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi yang menimpa kota Palu, Sigi, dan Donggala pada 28 September 2018. Dari bencana itu, Azfar berkenalan dengan seorang relawan berparas cantik bernama Aya Sofia, yang kemudian akan menjadi sahabat baiknya. Namun, persahabatan mereka justru menimbulkan rasa baru d...
Aku Benci Hujan
4936      1403     1     
Romance
“Sebuah novel tentang scleroderma, salah satu penyakit autoimun yang menyerang lebih banyak perempuan ketimbang laki-laki.” Penyakit yang dialami Kanaya bukan hanya mengubah fisiknya, tetapi juga hati dan pikirannya, serta pandangan orang-orang di sekitarnya. Dia dijauhi teman-temannya karena merasa jijik dan takut tertular. Dia kehilangan cinta pertamanya karena tak cantik lagi. Dia harus...
Hujan Paling Jujur di Matamu
5404      1483     1     
Romance
Rumah tangga Yudis dan Ratri diguncang prahara. Ternyata Ratri sudah hamil tiga bulan lebih. Padahal usia pernikahan mereka baru satu bulan. Yudis tak mampu berbuat apa-apa, dia takut jika ibunya tahu, penyakit jantungnya kambuh dan akan menjadi masalah. Meski pernikahan itu sebuah perjodohan, Ratri berusaha menjalankan tugasnya sebagai istri dengan baik dan tulus mencintai Yudis. Namun, Yudis...