Loading...
Logo TinLit
Read Story - Toko Kelontong di Sudut Desa
MENU
About Us  

Bagian Ketiga

"Halo, Afufu!" 

Terlihat seorang remaja lelaki menggunakan pakaian bebas, kaus oblong dan celana pendek selutut. Afuya membulatkan matanya. Pikirnya tadi Winter tidos masuk sekolah karena kurang sehat atau lagi sedikit depresi saja. Saat ini yang dilihatnya jauh dari apa yang telah diekspektasikannya. Terlihat segar dan sehat-sehat saja. Bahkan wajahnya itu begitu ceria. 

"Ngapain ke sini?" tanya Afuya dengan ketus.

"Main, lah," timpal Winter dengan santainya. 

Afuya menyela tanpa memberikan jeda. "Main... main. Kalau Bunda tahu nanti dimarahin lagi." 

Winter menurunkan kedua pangkal alisnya. "Kalau gitu ngajarin Kamu matematika." 

"Kan, bisa aku ke rumah tante Eryn." 

"Lebih seru di sini. Sambil bercanda sama kekekmu." 

Afuya masuk langsung menutup pintu toko kelontong rapat-rapat. Ia duduk di bawah menghadap Winter secara langsung. Saat duduk di lantai, dari luar memang tidak kelihatan. Oleh sebab itu Afuya sedikit tenang menyembunyikan Winter di toko kelontong milik kakeknya. Afuya diam sejenak sembari berdiri kemudian celingak-celinguk memastikan keadaan. Dirasa cukup aman, Afuya kembali duduk tepat menghadap pemuda itu dan lebih dekat. 

Menyaksikan gadis di depannya, Winter tersenyum. Seakan hatinya dipenuhi bunga-bunga yang bermekaran. Afuya begitu menggemaskan baginya. Bahkan bunga indah sekalipun tidak bisa menandingi kegemasan Winter terhadap Afuya. Gadis itu mendekatkan diri. Terdengar samar-samar seperti berbisik, Afuya memulai sesi obrolan untuk mengintrogasi Winter. 

"Kau tadi kenapa nggak masuk?" Afuya menelisik dengan sorot matanya yang tajam.

Bukannya menjawab atas pertanyaan gadis di depannya, Winter malah tersenyum sembari menyipitkan matanya. Sungguh membuat Afuya kesal. Andai saja jika ada sepeda butut milik kakeknya, pasti sudah mendarat di wajah Winter. Afuya menarik kembali tubuhnya yang tadi sempat berjarak dekat dengan pemuda itu. Ia ikut menyipitkan mata tetapi tidak ada sentuhan senyum di wajahnya. Hanya datar saja. 

Afuya berdecih. "Ditanya malah nyengir." 

"Hehe...." Winter menyahuti. "Di sini suasananya enak," lanjut pemuda itu. 

"Sama saja dengan rumah tante Eryn," timpal Afuya. 

"Lebih enak di sini. Kakekmu baik sekali padaku." 

"Enak di sana. Tante Eryn juga baik padaku, nggak seperti bunda." 

Percakapan mereka terhenti ketika ada sebungkus mie instan jatuh ke lantai membentur keramik. Pandangan mereka yang sebelumnya saling menatap, teralihkan menjadi menoleh ke arah tumpukan mie instan. Winter masih bersila, Afuya tergerak untuk berdiri guna mengembalikan mie instan yang jatuh itu ke tempat asalnya. Jemari Afuya memungut barang tersebut lalu meneliti sejenak dengan pandangannya. 

Mie instan itu ternyata tinggal sebiji saja jenisnya. Tidak ada yang sama dengan lain. kotaknya juga begitu longgar, bahkan bisa diisi dua puluh lima bungkus mie instan. Anehnya, mengapa sebungkus itu tiba-tiba jatuh. Jika dipikir secara logika, yang berpotensi untuk jatuh adalah mie instan yang berdesakan isinya. Afuya tidak ingin ambil pusing. Ia meletakkan sebungkus yang dipegangnya itu di kotak kosong. 

Winter masih tak memalingkan tatapannya pada Afuya. Di usianya yang masih satu setengah dasawarsa, Winter bisa dikatakan pemuda normal pada umumnya. Mereka sudah mengenal yang namanya cinta dan rasa suka, tetapi kedua hal itu terkadang tidak benar-benar mereka mengerti. Selain tergolong anak yang cerdas dan periang, Winter juga anak yang pengertian. 

Saat Afuya akan membuang muka dari tumpukan mie instan. Tanpa sengaja, tatapan dari ujung matanya itu menyaksikan sebuah kotak kecil bewarna cokelat tua berbahan kayu mahoni. Jelas saja, gadis itu langsung mengurungkan niatnya untuk kembali dan memilih mendekati kotak tersebut. Saat dipegangnya, terktur kotak masih terasa seperti kulit kayu. Sedikit mengkilap dan begitu antik. 

Kotak apa ini? Bagus. Kalau dijual pasti mahal. 

Afuya mengambil kotak tersebut lalu membawanya kembali ke arah Winter. Ia duduk bersila juga, mengimbangi lawan bicara. Melihat Afuya membawa sebuah kotak kecil bewarna cokelat tua itu, Winter mengerutkan kening. Merasa penasaran. Ia menggeser posisi duduknya, mendekati Afuya yang fokus untuk segera membuka pengait engsel kunci di bagian luaran kotak. 

"Apaan itu?" tanya Winter.

Mulut Afuya diam. Tanpa mengeluarkan kata-kata, gadis itu mengangkat kedua bahunya secara bersamaan. Meskipun tidak membalas pertanyaan winter dengan kalimat, gerak-gerik Afuya telah menjelaskan jawabannya. Bahwa dirinya juga baru pertama kali melihat dan tidak tahu apa isi di dalam kota tersebut. Selama ini ia bolak-balik ke toko kelontong milik kakeknya, tetapi tidak pernah menemukan kotak itu. Bahkan kakeknya juga tidak pernah memberitahukan tentang benda tersebut. 

Ketika engsel penguncinya terlah terbuka, Afuya maupun Winter dibuat terkejut dengan isi di dalam kotak. Pasalnya buka terkejut karena kagum, melainkan karena dilanda banyak pertanyaan yang seketika muncul di kepala mereka berdua. Dilihatnya sebuah besi yang dilapisi kuningan berbentuk seperti sebuah kunci pintu zaman abad delapan belas. Namun, bentuknya tidak utuh. Terbelah menjadi dua dengan bagian sisi yang sama.

"Aih, setengahnya di mana?" Winter mulai duluan. 

Afuya diam sejenak. Setengah kunci yang tidak asing menurutnya. Seperti pernah melihat, tetapi di mana. Afuya bak dilanda déjà vu. Manik pikirannya dengan cepat kembali. Ia sekejap teringat. Afuya mengeluarkan kalung yang dikenakan. Benar saja, ketika gadis itu telah menyandingkan kalungnya dengan kunci di dalam kotak. Ternyata liontin kalun yang ia pakai itu adalah belahan sisi satunya dari kunci tersebut. Winter spontan mengambil bagian kunci di dalam kotak lalu menggabungkannya pada liontin kalung milik Afuya.

"Pas...," ucap Winter. 

"Kakek nggak pernah bilang tentang ini padaku." 

Winter menatap Afuya serius. "Berarti ada yang disembunyikan kakekmu padamu." 

Afuya mencoba menelaah kalimat dari remaja lelaki di depannya. "Kalau begitu, nanti aku tanya langsung ke kakek aja," cetusnya membuat Winter melotot.

"Jangan!" Winter mengurungkan niat Afuya yang sedang mengembalikan potongan sebelah kunci itu. Pemuda tersebut memegang erat pergelangan tangan Afuya. 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Untuk Navi
1169      649     2     
Romance
Ada sesuatu yang tidak pernah Navi dapatkan selain dari Raga. Dan ada banyak hal yang Raga dapatkan dari Navi. Navi tidak kenal siapa Raga. Tapi, Raga tahu siapa Navi. Raga selalu bilang bahwa, "Navi menyenangkan dan menenangkan." *** Sebuah rasa yang tercipta dari raga. Kisah di mana seorang remaja menempatkan cintanya dengan tepat. Raga tidak pernah menyesal jatuh cinta den...
SORRY
21124      3236     11     
Romance
Masa SMA adalah masa yang harus dipergunakan Aluna agar waktunya tidak terbuang sia-sia. Dan mempunyai 3 (tiga) sahabat cowok yang super duper ganteng, baik, humoris nyatanya belum untuk terbilang cukup aman. Buktinya dia malah baper sama Kale, salah satu cowok di antara mereka. Hatinya tidak benar-benar aman. Sayangnya, Kale itu lagi bucin-bucinnya sama cewek yang bernama Venya, musuh bebuyutan...
Teilzeit
1972      490     1     
Mystery
Keola Niscala dan Kalea Nirbita, dua manusia beda dimensi yang tak pernah bersinggungan di depan layar, tapi menjadi tim simbiosis mutualisme di balik layar bersama dengan Cinta. Siapa sangka, tim yang mereka sebut Teilzeit itu mendapatkan sebuah pesan aneh dari Zero yang menginginkan seseorang untuk dihilangkan dari dunia, dan orang yang diincar itu adalah Tyaga Bahagi Avarel--si Pangeran sek...
Abnormal Metamorfosa
2344      846     2     
Romance
Rosaline tidak pernah menyangka, setelah sembilan tahun lamanya berpisah, dia bertemu kembali dengan Grey sahabat masa kecilnya. Tapi Rosaline akhirnya menyadari kalau Grey yang sekarang ternyata bukan lagi Grey yang dulu, Grey sudah berubah...Selang sembilan tahun ternyata banyak cerita kelam yang dilalui Grey sehingga pemuda itu jatuh ke jurang Bipolar Disorder.... Rosaline jatuh simpati...
Sampai Kau Jadi Miliku
1668      786     0     
Romance
Ini cerita tentang para penghuni SMA Citra Buana dalam mengejar apa yang mereka inginkan. Tidak hanya tentang asmara tentunya, namun juga cita-cita, kebanggaan, persahabatan, dan keluarga. Rena terjebak di antara dua pangeran sekolah, Al terjebak dalam kesakitan masa lalu nya, Rama terjebak dalam dirinya yang sekarang, Beny terjebak dalam cinta sepihak, Melly terjebak dalam prinsipnya, Karina ...
LATHI
1934      787     3     
Romance
Monik adalah seorang penasihat pacaran dan pernikahan. Namun, di usianya yang menginjak tiga puluh tahun, dia belum menikah karena trauma yang dideritanya sejak kecil, yaitu sang ayah meninggalkan ibunya saat dia masih di dalam kandungan. Cerita yang diterimanya sejak kecil dari sang ibu membuatnya jijik dan sangat benci terhadap sang ayah sehingga ketika sang ayah datang untuk menemuinya, di...
REWIND
14465      2101     50     
Romance
Aku yang selalu jadi figuran di kisah orang lain, juga ingin mendapat banyak cinta layaknya pemeran utama dalam ceritaku sendiri. -Anindita Hermawan, 2007-
Reminisensi
0      0     0     
Fan Fiction
Tentang berteman dengan rasa kecewa, mengenang kisah-kisah dimasa lampau dan merayakan patah hati bersama. Mereka, dua insan manusia yang dipertemukan semesta, namun bukan untuk bersama melainkan untuk sekedar mengenalkan berbagai rasa dalam hidup.
Dimensi Kupu-kupu
14229      2756     4     
Romance
Katakanlah Raras adalah remaja yang tidak punya cita-cita, memangnya hal apa yang akan dia lakukan ke depan selain mengikuti alur kehidupan? Usaha? Sudah. Tapi hanya gagal yang dia dapat. Hingga Raras bertemu Arja, laki-laki perfeksionis yang selalu mengaitkan tujuan hidup Raras dengan kematian.
Love Like Lemonade
4521      1520     3     
Romance
Semula Vanta tidak tahu, kalau satu perlawanannya bakal menjadi masalah serius. Siapa sangka, cowok yang ditantangnya─Alvin─ternyata adalah penguasa kampus! Jadilah mereka musuh bebuyutan. Di mana ada Alvin, itulah saat paling buruk untuk Vanta. Neraka bagi cewek itu. Bagaimana tidak? Cowok bernama Alvin Geraldy selalu melakukan segala cara untuk membalas Vanta. Tidak pernah kehabisan akal...