Read More >>"> Toko Kelontong di Sudut Desa (Page 374) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Toko Kelontong di Sudut Desa
MENU
About Us  

Bagian Pertama

Pergelangan tangan Afuya terlepas dari genggaman erat pemuda di depannya itu. Wajah Winter begitu meyakinkan bahwa untuk saat ini ia memang tidak harus memihak kakeknya. Ada kalanya winter juga benar. Afuya masih terdiam, menunggu lawan bicaranya melantukan penggalan kalimat tadi. 

"Besok sepulang sekolah, kita akan cek bersama. Adakah sesuatu yang cocok dengan kunci ini dan dirahasiakan oleh kakekmu." 

Afuya menghela napas. "Tapi...."

"Kau percaya padaku, kan?" Sorot mata Winter menatap Afuya tanpa kedip. 

Gadis itu memalingkan wajahnya. Bukan karena tidak kuat jika berlama menatap Winter. Melainkan ia tidak yakin dengan jawabannya sendiri yang berada di pihak pemuda tersebut. Akhirnya Afuya berfikir kemudian beranjak ke tempat mie instan dengan membawa kotak kecil. Ia meletakkan kembali pada tempat semula. Merapikan lagi mie instannya agar meminimalisir terjadinya ketahuan.

Winter mengikuti Afuya. Lewat jendela toko kelontong, langit senja penuh jingga telah terurai, disaksikan oleh pemuda itu secara langsung. Full day school memang membuat mereka hanya memiliki waktu bermain yang cukup singkat. Winter mendekati Afuya. Ia berpamitan agar segera pulang sebelum hal yang ditakutkan datang. Benar, Winter kasian jika Afuya dimarahin lagi karena Meira memergoki mereka. 

Winter keluar toko kelontong, memakai sandalnya dan melambaikan tangan pada teman kenalan singkat. Afuya menanggapinya dengan ikut melambaikan tangan. Senyum tipis terlukis indah di wajah Winter yang tampan. Begitu manis jika disandingkan dengan jajanan martabak cokelat keju. Hati Afuya seakan bermekaran. Berisi bunga-bunga segar warna-warni.

Ketika ujung rambut Winter tak lagi tertangkap oleh manik netranya, Afuya memutuskan untuk meninggalkan toko kelontong. Guna memanggil kembali kakeknya yang mungkin terbilang lumayan lama di ladang. Waktu juga sudah semakin menghabiskan sisa siang, alangkah sebaiknya jika ia segera memanggil sang kakek dan kembali pulang untuk aktivitas lainnya. 

Winter pulang dengan jalan kaki. Entah mengapa jika bertemu teman, khususnya Afuya, jalan kaki seratus kilo meter pun anak itu tidak merasa capek. Namun, lebih baik kembali pada realita yang kata-kata gombalan, hanya sebagai ucapan pemanis saja. Ketika berjalan santai sendirian, tanpa sengaja Winter bertemu calon mertua. Maksudnya, ibu dari Afuya yang sedang tergesa-gesa mengayuh sepeda butut biasa dipakai Afuya tersebut ke arah desanya. Bukannya menghindari, Winter spontan menyapa Meira. 

"Tante!" 

Tanpa menoleh, Meira menjawabnya. "Iya!" Wanita itu terus berlanjut mengayuh sepedanya. 

Winter semakin jauh. Ketika itulah beberapa menit setelahnya, Meira baru tersadar. Siapa yang menyapanya tadi? Kenapa jalan kali di waktu hampir magrib ini. Apakah dia manusia? Atau ternyata bukan? Meira memutuskan menghentikan sepedanya sejenak, kemudian menoleh ke belakang. Ia menghela napas lega, sebab pemuda uang menyapanya itu masih ada di sana. Namun, Meira juga terkejut saat tahu bahwa anak remaja laki-laki tersebut yang ia marahin kemarin. 

Dengan aura kesal, Meira mengayuh sepeda butut itu cepat-cepat agar segera sampai di rumah. Tidak peduli mau lepas satu-satu, bannya menggelinding sendiri, Meira tetap mempercepat gayuhannya. Sampailah di depan rumah, Meira langsung merobohkan sepada tersebut tanpa mencari posisi sandaran yang pas. Dirinya masuk rumah yang tak terkunci itu kemudian berteriak mencari anak gadisnya. 

"Afuya!"

Afuya selesai ganti baju sehabis mandi, keluar dari kamarnya. "Iya, Bun?" sahut gadis itu seperti melatakkan banyak tanda tanya. 

"Dia ke sini lagi tadi, kan!" Meira terlihat begitu emosi. 

Afuya hanya diam. Ia tidak berani mengomel untuk yang kedua kalinya. Takut jika risiko malah berkali-kali lipat menimpa dirinya. Jika Meira sudah terlalu marah, hanya kakek yang jadi penghiburnya. Namun, jika saat ini tidak segera diselesaikan, mungkin akan berdampak buruk dalam kehidupan Afuya. Bisa juga uang saku dikurangin, atau boleh jadi ia akan dipindahkan sekolah. 

Kakek belum terlihat tanda-tanda di rumah. Masih hanya terhitung dua penghuni. Afuya pusing seakan kepalanya mau meledak. Ia memikirkan sebuah solusi untuk kabur dari geraman Meira. Bagai beruang madu yang mengamuk, wanita itu tidak memberi celah pada Afuya yang ingin bicara untuk menjelaskan semuanya. Pikir Meira, sebagaimanapun alasannya, wanita tersebut tetap menganggap bahwa Winter bukan sekadar teman main Afuya. 

"Diulangi lagi! Sudah berapa kali Bunda bilang? Jangan pernah bergaul dengan anak laki-laki, karena akan membuatmu salah jalan. Tamatkan sekolah dulu, Afuya! Laki-laki itu sama saja berengsek!"

Mendengar kalimat penjatuhan dari sang bunda, barulah Afuya berani bicara Hana demi membela Winter. "Bunda bilang begitu karena menyamakan semua lelaki seperti ayah! Ayah memang salah, Bun, tapi Winter nggak ada hubungannya dengan apa yang telah Bunda tuduhkan. Winter baik seperti kakek pada Bunda. Winter bukan seperti ayah pada Bunda dan aku." 

Meira melotot ketika Afuya, putri yang ia besarkan sendiri itu memaparkan hal serupa. Bukannya tersentuh, wanita tersebut malah semakin marah. Bahkan amarahnya seakan ingin menampar Afuya. Untung saja, kakek datang tepat waktu. Sehingga, gadis kelas satu SMP itu bisa diselamatkan. Kakek datang meskipun dengan jalannya yang sedikit bungkuk, tetapi suaranya mampu menghentikan apa yang akan dilakukan Meira. 

"Sudah! Nggak enak didengar tetangga. Semenjak dari kota, kulihat dirimu semakin kasar pada cucuku Puya, Ra. Dia cucuku satu-satunya. Aku harap, Kau tidak sampai menyakitinya. Cukup dirimu yang merasakan sakit dari suamimu. Anakmu jangan. Dia itu nggak salah apa-apa. Seusianya sekarang, patut diberi sedikit kebebasan untuk memilih temannya. Jangan disamakan dengan dirimu, atau bahkan zamanku. Itu berbeda, Ra." 

Afuya berlari ke belakang kakeknya. Cairan bening telah membasahi pipinya. Sang kakek lalu mengusap lembut dan menghapus air mata cucunya. Kemudian mengelus pelan surai milik Afuya. Meira hanya berdiri terdiam sembari menunduk. Ia merasa begitu hina sampai termakan emosinya sendiri. Benar, Afuya juga butuh kebebasan layaknya anak-anak seusianya. Tidak terlalu dikekang hingga saat akan berteman dengan lawan jenis pun gadis itu masih memikirkan banyak hal ketakutan. 

"Masuklah ke kamar, Nduk. Istirahat, besok sekolah." Berakhirnya kalimat tersebut diikuti Afuya yang berjalan menuju kamarnya lalu menutup pintu. 

Pandangan sang kakek beralih pada putrinya. "Ra, jangan terlalu dikekang, ya. Besok pagi, di rumah ini tidak boleh ada keributan lagi." Pria tua itu berjalan sembari membungkuk menuju kamarnya. 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Ayugesa: Kekuatan Perempuan Bukan Hanya Kecantikannya
7289      2193     204     
Romance
Nama adalah doa Terkadang ia meminta pembelajaran seumur hidup untuk mengabulkannya Seperti yang dialami Ayugesa Ada dua fase besar dalam kehidupannya menjadi Ayu dan menjadi Gesa Saat ia ingin dipanggil dengan nama Gesa untuk menonjolkan ketangguhannya justru hariharinya lebih banyak dipengaruhi oleh keayuannya Ketika mulai menapaki jalan sebagai Ayu Ayugesa justru terus ditempa untuk membu...
Memeluk Bul(a)n
20574      3533     28     
Fantasy
Bintangku meredup lalu terjatuh, aku ingin mengejarnya, tapi apa daya? Tubuhku terlanjur menyatu dengan gelapnya langit malam. Aku mencintai bintangku, dan aku juga mencintai makhluk bumi yang lahir bertepatan dengan hari dimana bintangku terjatuh. Karna aku yakin, di dalam tubuhnya terdapat jiwa sang bintang yang setia menemaniku selama ribuan tahun-sampai akhirnya ia meredup dan terjatuh.
Infatuated
739      495     0     
Romance
Bagi Ritsuka, cinta pertamanya adalah Hajime Shirokami. Bagi Hajime, jatuh cinta adalah fase yang mati-matian dia hindari. Karena cinta adalah pintu pertama menuju kedewasaan. "Salah ya, kalau aku mau semuanya tetap sama?"
Gi
951      553     16     
Romance
Namina Hazeera seorang gadis SMA yang harus mengalami peliknya kehidupan setelah ibunya meninggal. Namina harus bekerja paruh waktu di sebuah toko roti milik sahabatnya. Gadis yang duduk di bangku kelas X itu terlibat dalam kisah cinta gila bersama Gi Kilian Hanafi, seorang putra pemilik yayasan tempat sekolah keduanya berada. Ini kisah cinta mereka yang ingin sembuh dari luka dan mereka yang...
Sebuah Kisah Tentang Dirinya
931      530     0     
Romance
Setiap orang pernah jatuh cinta dan mempunya ekspetasi tinggi akan kisah percintaannya. Namun, ini adalah kehidupan, tak selalu berjalan terus seperti yang di mau
Khalisya (Matahari Sejati)
2525      856     3     
Romance
Reyfan itu cuek, tapi nggak sedingin kayak cowok-cowok wattpad Khalisya itu hangat, tapi ia juga teduh Bagaimana jika kedua karakter itu disatukan..?? Bisakah menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi..?? Semuanya akan terjawab disini. Ketika dua hati saling berjuang, menerobos lorong perbedaan. Mempertaruhkan hati fan perasaan untuk menemukan matahari sejati yang sesungguhnya &...
THE DARK EYES
678      370     9     
Short Story
Mata gelapnya mampu melihat mereka yang tak kasat mata. sampai suatu hari berkat kemampuan mata gelap itu sosok hantu mendatanginya membawa misteri kematian yang menimpa sosok tersebut.
Lazy Boy
5268      1370     0     
Romance
Kinan merutuki nasibnya akibat dieliminasi oleh sekolah dari perwakilan olimpiade sains. Ini semua akibat kesalahan yang dilakukannya di tahun lalu. Ah, Kinan jadi gagal mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri! Padahal kalau dia berhasil membawa pulang medali emas, dia bisa meraih impiannya kuliah gratis di luar negeri melalui program Russelia GTC (Goes to Campus). Namun di saat keputusasaa...
Dear Vienna
351      266     0     
Romance
Hidup Chris, pelajar kelas 1 SMA yang tadinya biasa-biasa saja sekarang jadi super repot karena masuk SMA Vienna dan bertemu dengan Rena, cewek aneh dari jurusan Bahasa. Ditambah, Rena punya satu permintaan aneh yang rasanya sulit untuk dikabulkan.
Cinta Aja Nggak Cukup!
4810      1544     8     
Romance
Pernah denger soal 'Triangular theory of love' milik Robert Sternberg? The one that mentions consummate love are built upon three aspects: intimacy, passion, and commitment? No? Biar gue sederhanakan: Ini cerita tentang gue--Earlene--dan Gian dalam berusaha mewujudkan sebuah 'consummate love' (padahal waktu jalaninnya aja nggak tau ada istilah semacam itu!). Apa sih 'consummate love'? Penting...