Kayaknya si kutu kupret hari ini nggak ke perpustakaan. Gue menyedihkan banget ya. Bilang nggak peduli, tapi membuntuti sampai menguping dia berantem sama pacarnya. Gue yang mengejek orang, gue sendiri yang menjilat ludah sendiri. Ah, gue mau ke kantin. Haus gue, mau beli air dingin.
Namun langkah gue berhenti saat gue melihat keramaian di tengah dining room. Ada kue tart, bunga, dan … gue nggak bisa percaya. Si cowok Korea mencium Kinan! Kena pipinya sih, tapi tetap aja. Kenapa bisa pas banget sih?! Ini sengaja ya mau manas-manasin gue?!
Lalu gue melihat Kinan menampar pacarnya. Mampus! Lagian main nyosor aja. Gue udah tahu itu otak semua cowok di situ mesum. Mikirin selangkangan doang. Tadinya gue mau mengejar si kutu kupret, tapi kelihatan banget dong. Tenang, gue tahu kok dia ke mana. Kita kan sehati. Gue mau beli minuman dingin dulu. Biar nanti gue sodorin ke Kinan kayak di film-film remaja gitu. Smooth banget kan gue?
Benar dugaan gue. Kinan menangis di area kolam renang. Gue melancarkan aksi gue. Eh tapi dia malah menghapus air matanya dan menatap gue datar. Dia nggak mengambil kaleng minuman yang kasih.
“Ambil! Pegel gue!”
Nah, gitu dong diambil. Terus gue pura-pura santai sambil menyesap minuman soda di genggaman gue. Gue pernah membayangkan momen ini. Momen di mana Kinan menangis gara-gara pacarnya dan jatuh ke pelukan gue. Eit, tenang aja, nggak bakal gue peluk kok. Nanti gue bakal dilaknat sama Emak main pegang cewek sembarangan. Untung Emak nggak tahu kalau gue suka keceplosan memegang tangan Kinan. Awalnya nggak sengaja, tapi gue suka kelupaan nggak ngelepasin.
“Kamu mau tahu rasanya hukuman megang cewek sembarangan? Sini tangan kamu Bunda taruh di atas kompor. Bunda hidupin apinya.” Serem kan emak gue? Makanya jangan ada yang ngadu ya. Awas!
Setelah terdiam cukup lama, akhirnya Kinan memanggil gue. Refleks gue menengok. Kelihatan banget ya gue bucin?
“Maafin gue. Maaf kalau gue selama ini nggak peka. Maaf kalau gue egois. Sekarang gue juga lagi egois, karena gue mau minta tolong sama lo.” Kinan menatap gue. Ada cekungan di bawah matanya. Dia kayaknya lelah belajar ditambah masalah pacarnya yang bejat itu.
“Minta tolong apa?”
“Bisa jemput gue sepulang sekolah ke kelas gue? Terus antar gue pulang, tapi jangan ke rumah.”
Kinan nggak menjawab waktu gue tanya alasannya. Sialnya gue malah ketiduran di jam pelajaran terakhir. Penyebabnya gue terlalu semangat waktu pelajaran Math. Nah, pelajaran terakhir setelah Math itu Bahasa Indonesia. Kenapa semua guru Bahasa Indonesia itu suaranya selalu bikin ngantuk?
“Heh, bokerman! Kenapa lo nggak bangunin gue?!”
Dia malah tertawa besar. “Gue berhasil ngerekam lo buat video kelulusan. Potret kehidupan siswa Russelia yang berat. Sampe udah bel dari tadi, tapi dia tetap tidur. Kasihan hidupnya berat. Nanti gue kasih backsound yang sedih ah.”
“Gila!” Gue langsung menyambar tas.
Kelasnya si kutu kupret udah sepi! Sial! Gue membuka chat, dan ada pesan dari Kinan.
Lo di mana?
Ray, gue udah selesai nih.
Lalu terakhir dia mengirim tautan live location. Kok perasaan gue nggak enak. Jangan-jangan ini ada hubungannya dengan pacarnya? Gue segera berlari ke parkiran. Harusnya hari ini ada les, tapi bodo amat!
Kayaknya si kutu kupret dibawa pacarnya. Di petanya dia masih berjalan. Lalu dia berhenti tiba-tiba. Gue lihat lagi masih berhenti. Aduh, ini nggak dekat sungai, kan? Kalau mereka berantem dan main dorong-dorongan bisa bahaya.
Gue udah dekat nih. Ngapain mereka berhenti di pinggir jalan? Agak sepi sih, karena banyak ruko yang tutup. Deretan sini emang kurang laku. Gue harus ingat-ingat lagi mobilnya si cowok Korea. Belagu banget emang ke sekolah pake bawa mobil sendiri. Ah, itu kayaknya!
Setelah gue mendekat, gue mendengar suara teriak. Gue langsung menggedor jendela mobil. “Buka nggak?! Kalau nggak gue tabrak mobil lo pake motor!”
Gue mendengar suara pintu di samping kanan terbuka dan terlihat Kinan berdiri di sana. Seragamnya acak-acakan. Sontak gue membuka jaket gue dan menutupinya. Gue menarik tangannya dan membawanya pergi. Tadinya gue kepingin menghajar pacarnya, tapi gue harus fokus menyelamatkan Kinan. Gue bisa merasakan tubuhnya bergetar selama perjalanan.
***
Emak nggak banyak bertanya dan merangkul Kinan sewaktu kita datang. Gue juga menggeleng di saat Emak ingin bertanya kepada Kinan. Jadi Emak hanya sibuk mengambil minum dan makanan.
Saat ponsel Kinan bergetar, gue melihat layar ponselnya. Ternyata Ustazah Nuri. Kinan bergeming. Gue bisa menebak. Kinan sempat meminta tolong Ustazah Nuri seandainya gue nggak bisa dihubungi. Ah, bodohnya gue malah ketiduran tadi!
Sebenarnya gue ingin bertanya, kenapa dia nggak ngomong ke orangtuanya? Masa orangtuanya membiarkan anaknya dijajah sama pria bejat itu? Nggak mungkin! Apa Kinan takut dimarahi kalau ketahuan pacaran? Setahu gue, dia dilarang pacaran. Gue ke rumahnya aja disinisin. Padahal cuma menjenguk dia.
Sewaktu Kinan ke kamar mandi, gue mengajak Emak mengobrol di dapur. Gue menceritakan kronologi sebelumnya.
“Ray, kita harus telepon orangtuanya.”
“Tapi, Bun, Kinan nggak mau pulang ke rumahnya. Dia kayaknya takut dimarahi kalau ketahuan pacaran.”
“Ray! Kinan habis dilecehkan sama pacarnya. Orangtuanya berhak tahu. Sekarang kamu pergi ke rumahnya. Biar Bunda yang ngejaga Kinan di sini. Cepat!”
“Jangan, Kinan mohon jangan, Tante.” Kinan tiba-tiba aja berdiri di pintu dapur.