======
Beberapa hari semenjak kejadian itu, Saint mulai jarang menghabiskan waktu dengannya karena persiapan perang dengan penguasa lain. Bahkan jika Saint menyempatkan waktunya untuk melihat keadaan wanita dan bayinya, yang dicari sama sekali tak berniat memberikan perhatian lagi karena sudah terlanjur kecewa. Saint sama sekali tak menganggap hal itu harus diperhatikan karena ia tahu Rosetta akan kembali seperti biasanya dalam waktu dekat.
Well, karena itu hanyalah pilihan yang ada untuknya.
Rosetta adalah wanita yang pintar, jadi harusnya tahu pilihan yang terbaik untuknya sekarang.
Hari ini, Saint datang lebih pagi dari biasanya dengan pakaian lengkap saat menghampiri Rosetta yang sedang duduk menikmati pemandangan luar dari jendela kamar. Rosetta sama sekali tak ada niatan menyambut Saint dan pria yang sekarang menarik kursi untuk duduk dihadapannya hanya bisa menghembuskan nafas tak berdaya.
Ia menyentuh untaian rambut Rosetta yang menutupi sedikit wajahnya, "Sayang,.. aku harus pergi dalam beberapa hari ini dan sangat menyesali karena tak bisa menghabiskan lebih banyak waktu lagi denganmu." Ucapnya dengan nada kesedihan di dalamnya.
Rosetta tak berniat untuk merespon kesedihan Saint, ia hanya dengan kosong menatap pemandangan dari jendela disampingnya.
Karena tak ada respon yang datang setelah beberapa waktu ia menunggu, Saint tak ambil pusing dan hanya memberikan kecupan singkat di dahi, pipi, dan bibir Rosetta singkat sebelum ia beranjak pergi bersama dengan para pengikutnya yang selalu dengan setia mengikutinya dari belakang.
Ruangan luas dan besar itu kini menyisakan Rosetta seorang diri. Tidak ada yang tahu ataupun bisa menebak pikiran apa yang ada di kepalanya sekarang ketika hanya memiliki tatapan hampa. Ia seperti memandang sesuatu, tetapi di sisi lain pikirannya berada di tempat lain. Untuk waktu yang lama, tidak ada pergerakan dari dirinya, hanya menatap pemandangan dari jendela dengan posisi sama dalam waktu yang tak sebentar.
Tapi, saat ini ia membuat sedikit pergerakan. Ia mengusap perutnya yang menonjol itu perlahan, namun tatapannya masih terpaku pada pemandangan di luar jendela.
Itu adalah taman luas yang dipenuhi dengan berbagai macam bunga yang telah tertata dan tersusun dengan sangat cantik. Taman itu sangat luas hingga Saint memerlukan beberapa gardener agar taman itu tetap terjaga. Jalanan di sekitar taman itu sengaja di aspal dengan bebatuan yang menghiasi. Ada air mancur besar di tengah-tengah taman, juga ada gazebo dimana orang-orang bisa melakukan acara minum teh disana, sembari menikmati keindahan taman itu.
Tak peduli berapa kali ia melihat taman itu, pengalaman pertama hingga sekarang tak pernah gagal membuatnya takjub. Pemandangan taman dihadapannya adalah pandangan favoritnya sejak lama, bahkan menjadi ritualnya untuk setidaknya menikmati pemandangan taman selama beberapa waktu dalam sehari.
Tentu saja, itu semua terjadi ketika hubungan mereka baik-baik saja. Ketika Saint belum seposesif dan seobsesif ini padanya. Ketika ia belum mencoba melarikan diri dari Saint.
Ia bisa melihat pemandangan indah lagi di depan matanya, semua karena tentunya berkat bayinya.
Saint perlahan memberikan semua hal yang dulu sangat ia kagumi dan sukai, karena ia tahu bahwa Saint percaya diri dengan dirinya yang tak bisa melarikan diri lagi.
"..." Bisu Rosetta hanya terus mengusap perutnya dengan perlahan.
Pakaian indah, lampu kamar yang terang dan hangat, perawatan yang rutin.
Ia sudah bisa hidup dengan nyaman dan tentram.
Tapi, alasan hidupnya sudah tidak ada.
Jadi, untuk apa semua hal ini?
Saat ini, ketukan pintu terdengar dan suara William datang dari luar, "Nyonya, saya izin mengantarkan sarapan anda? Apakah anda tidak keberatan untuk saya masuk?"
"Uhm.." Lirih Rosetta tak ambil pusing.
Toh, kepala pelayan menjadi orang yang lebih sering masuk untuk memastikannya menerima makanan secara rutin dibanding Saint yang sebelum ia mengandung hanya datang ketika untuk bercinta.
Namun, hari ini William tak membawa trolley makanannya seperti hari-hari biasanya, melainkan bodyguard baru yang direkrut tak lama ini sekarang berdiri di belakang William. Keadaan mansion sekarang sepi dimana hanya ada para pelayan dan penjaga. Saint dan anak buahnya sibuk melakukan penaklukkan wilayah kekuasaan dengan pihak lain.
Rosetta yang sebenarnya tak ingin ambil pusing, sekarang tak bisa tak menjadi waspada dengan keadaan yang terjadi sekarang.
"William, dimana makanannya?" Tanyanya mengernyitkan dahinya.
"... Saya berharap Nyonya bisa mendengarkan penjelasan saya sejenak sebelum memutuskan." Ucapnya dengan nada yang sopan, seakan-akan mencoba memberitahu Rosetta bahwa dirinya tak memiliki niat buruk atau jahat.
Mengusap perutnya dengan perasaan tidak nyaman, "Katakan"
Mereka akan baik-baik saja. Ia sudah melewati lebih banyak neraka saat Saint datang ke kehidupannya, kejadian yang terjadi padanya sekarang hanya salah satu yang paling normal di antara yang lain.
"Kami sebenarnya tidak bekerja pada Kaizer." Ungkapan pertama dari William sudah cukup membuat Rosetta terkejut bukan main. "Kami juga tidak bekerja dengan siapa-siapa, kami hanya mencoba menolong korban dari dunia bawah yang kejam ini."
"... Kenapa aku?" Setelah banyak pertanyaan yang melintas di kepalanya dalam waktu yang singkat, pada akhirnya hanya itu yang dapat dikeluarkan mulutnya dengan serak.
"Saya tahu saya tidak berada di posisi dimana menjadi penyelamat bagi anda yang sekarang. Nyonya sudah melalui begitu banyak siksaan, tapi saya baru bisa menemukan waktu yang tepat untuk menyelamatkan Nyonya dari sini." Jelas William mencoba menjelaskan sesuatu.
"... Lalu, kenapa aku?.." Ulang Rosetta menghela nafas.
William tak paham atas pertanyaan itu, "Apakah Nyonya sudah Bahagia dengan kondisi yang sekarang?"
"Lalu, jika aku mengatakan iya, apakah kalian tak jadi 'menyelamatkan' diriku?" Ia melanjutkan, "... Bahkan jika aku benar-benar berhasil melarikan diri dari jangkauan Saint, apakah kalian ada saran hidup seperti apa yang harus aku lakukan setelahnya?"
William terdiam. Itu adalah bodyguard baru yang perlahan menghampiri dimana Rosetta duduk. Ia dan Rosetta bertukar tatapan hening selama beberapa detik sebelum pria itu meletakkan pistol di meja bundar yang ada dihadapan Rosetta.
"Balas dendam." Ucapnya singkat, jelas, dan padat.
Namun, cukup membuat Rosetta yang terdiam sekarang.
=====
Pada akhirnya, Rosetta menyetujui rencana penyelamatannya hanya dari perkataan singkat bodyguard itu. Ia sekarang mengikuti dari belakang langkah bodyguard itu yang sekarang menyusuri rute rahasia mansion ini.
Ia tak bisa berjalan dengan cepat karena tubuhnya sudah tak sendiri lagi. Bodyguard itu memperhatikan kondisi Rosetta dan menyesuaikan langkahnya perlahan agar Rosetta dapat mengikuti.
"... Aku pikir tugas orang seperti kalian adalah membasmi kejahatan seperti Saint, bukan menyelamatkan orang kecil sepertiku." Ucap Rosetta akhirnya mengeluarkan perasaan penasarannya.
Bodyguard itu tak langsung membalas, "... Benar." Ungkapnya jujur, lalu ia menambahkan, "... Orang seperti Kaizer harus dibasmi sampai ke akar, jadi jika mengikuti konsep seperti itu, anda tak akan selamat."
"..." Rosetta hanya mendengarkan, tak berniat menyala.
"... Penyelamatan kecil ini adalah permintaan pribadi saya, bukan tugas langsung dari organisasi." Lanjutnya lagi hanya memberikan pertanyaan baru bagi Rosetta. Tak menunggu Rosetta kembali bertanya, Ia menambahkan, "... Ayah anda pernah menyelamatkan orang tua saya. Ini adalah tindakan balas budi saya terhadap perbuatan ayah anda di masa lalu."
"... Ayahku?" Kejut Rosetta tak menyangka ada alasan dibalik semua ini.
Tidak membuat Rosetta berpikir lebih lama, Ia hanya mengalihkan topik dengan cepat, "Lurus saja dari sini dan anda akan langsung menuju persimpangan tempat dimana ibu dan saudara tiri anda berada sekarang."
Ia merasa jantungnya berhenti berdetak sebentar ketika bodyguard itu menyadarkan tujuan sebenarnya ia memutuskan untuk melarikan diri dari Saint. Tangan kanannya yang sedaritadi tak pernah melepas pistol sejak awal semakin mengerat dan nafasnya semakin berat.
Benar.
Balas dendam.
Hanya itu hal yang bisa ia lakukan dan inginkan sekarang.
Perasaannya menjadi semakin tak terkendali ketika melihat tawa sukacita dan kenyamanan orang-orang yang telah menikmati hidup bahagia di atas penderitaan dirinya.
Ia terluka.
Terluka begitu dalam hingga semua perasaan sudah mati rasa.
=====