Read More >>"> Pacarku Arwah Gentayangan (19-Hampir) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Pacarku Arwah Gentayangan
MENU
About Us  

Senja mematung di hadapan Nino dan Daren yang masih beradu mulut terkait kecurigaan Aras. Dia tidak bisa berkata apa-apa selain berusaha memahami pikiran yang datang silih berganti. Entah butuh berapa lama lagi sampai dia bisa menyimpulkan semua kepingan ingatan ini. Segalanya masih abu-abu meski dia yakin sekali kalau kakak-adik di depannya ini adalah target yang tak boleh lepas.

Senja melihat ke belakang, tepatnya matanya tertuju pada Aras yang juga masih berusaha mendengar keributan ini, walaupun terlihat wajah khawatir posisinya akan diketahui oleh Nino karena terlalu dekat dengan pagar. Aras, pacarnya sudah melakukan banyak hal sampai sejauh ini, tetapi dia malah tidak bisa membuat kesimpulan dari apa yang telah dia lihat.

"Udahlah. Lagian Aras bisa apa kalau dia tau yang sebenarnya?" ucap Nino sambil memperbaiki jaket dan meraih kunci mobil dari saku celana, bersiap pergi.

Namun, cekalan Daren membuat kakaknya tertahan. Wajah merah padam cowok itu menunjukkan emosi yang semakin meninggi dan semakin sulit diredam. Senja tidak bisa menjelaskan kondisi ini. Andai saja Daren terlibat, mengapa cowok itu sampai semarah ini? Kalau Nino, Senja bisa paham sebab sikap acuhnya.

"Lo gak ngerti posisi gue, lo mana paham perasaan gue, Bangsat!" Daren hendak melayangkan bogem ke wajah kakaknya, tetapi kepalan tangannya hanya tertahan di udara.

Nino tertawa kecil, lama-lama tawanya semakin kencang. "Kenapa? Kenapa gak lo lanjutin?" Dia menggeleng-geleng sambil berdecak. "Daren, Daren. Gue yakin lo mengaku seberengsek gue. Lo sebenarnya masih suka sama Senja, tapi lebih milih pacaran sama pacar lo yang sekarang demi lupain cewek itu. Miris," ujarnya sambil menyunggingkan senyum miring di akhir ucapan.

Senja mengerutkan kening. Jadi Daren masih menyukainya. Hah, Senja belum bisa memahami ini semua, sedangkan Aras di belakang sana sudah tak terlihat, atau mungkin saja semakin menyembunyikan diri sebab posisinya mulai mudah terlihat jika ada di tempat tadi.

"Lo lebih buruk dari gue, No. Gue gak nyangka lo masih bisa bilang kayak gitu setelah apa yang lo lakuin!"

Nino mengibas-ngibaskan tangannya seraya meringis. "Gue gak peduli. Minggir!"

"Apa lo gak kasihan sama Kak Selena?"

"Gue gak peduli. Lo ngerti bahasa Indonesia, kan?"

Daren tidak habis pikir. Bisa-bisanya Nino adalah saudara kandungnya. Karena tindakan Nino, dia yang menanggung penderitaan ini meskipun dia sama sekali tidak ada di balim rencana Nino. Namun, sebagai saksi mata atas kejadian itu, Daren seakan memikul beban berat hingga detik ini. Tidurnya tak pernah tenang, makan pun tak berselera, dia pun jadi susah fokus. Andai dia mati saja seperti Senja, dia tidak akan diikuti rasa bersalah seperti ini.

"Kalau lo masih nganggap gue keluarga, lo gak bakalan ngomong apa-apa," ucap Nino sebelum masuk ke mobil dan menjalankan kendaraan itu.

Senja yang melihat semua kejadian dan percakapan di depannya masih menganga, tidak percaya. Dia ingin sekali mengajak Daren berbicara, meminta cowok itu menceritakan kejadian sebenarnya. Apa yang telah Nino lakukan? Apakah pacar kakaknya itu telah membunuhnya?

Senja menatap Daren yang kini terduduk di halaman rumah sembari meneteskan air mata. Dia bisa melihat ratapan penyesalan dari mata cowok itu. Senja ikut duduk di depan Daren, berharap cowok itu bisa melihatnya dan menceritakan semuanya. Tak berselang lama Aras datang, ikut bergabung bersama mereka.

"Daren, gue perlu ngomong sama lo."

Suara Aras membuat Daren seketika mendongak, matanya membulat sempurna. Dia buru-buru bangkit dari posisi duduk. Terlihat jelas keterkejutan dan takut bercampur kadi satu di wajah cowok itu. Aras yang selalu melihat Daren arogan dan tersenyum meremehkan ketika di sekolah kini sangat berbeda dengan Daren di depan matanya sekarang. Aras seperti melihat orang lain.

"Lo ... lo dengar semua ...." Daren tidak bisa melanjutkan ucapannya. Berbagai macam pikiran buruk berkelindan dalam benak. Belenggu di hatinya semakin mengerat karena melihat Aras.

Aras menengadah, menatap langit yang perlahan kehilangan sinar terik mentari. Sejam lagi akan berganti malam, dia sebenarnya ingin kembali saja untuk menenangkan pikiran. Semua kejadian barusan membuat isi kepalanya semrawut. Penjelasan semua kejadian yang menimpa Senja tak mungkin dijelaskan saat ini juga.

Beberapa teka-teki harus dijabarkan satu persatu jika Daren tahu. Maka dari itu, Aras menguatkan hati dan fisiknya sekali lagi untuk mendengarkan apa yang bisa Daren utarakan hari ini juga. Selain itu, dia perlu menahan amarahnya, takut kelepasan kalau-kalau saja ada hal yang tidak bisa diberi toleransi ... atau mungkin setiap Daren membuka mulut bisa saja sudab tidak ada toleransi. Hah, rumit.

"Gue harap lo gak ngelak lagi kali ini.", Aras balik badan, enggan menatap Daren.

Cukup lama mereka saling diam, hingga akhirnya Daren buka suara terlebih dahulu. Cowok yang lebih tinggi beberapa senti dari Aras itu berjalan melewati pagar. Dia berhenti sejenak dan memberi Aras tatapan lesu.

"Ikut gue."

Tak butuh waktu lama, Aras segera mengikuti langkah gontai Daren. Dia tidak ingin bertanya ke mana tujuan mereka. Satu yang pasti, mustahil bagi Daren melakukan hal yang tidak-tidak dalam keadaan seperti orang kehilangan semangat dan tertekan.

"Ras, lo yakin pengen ngikutin Daren?" Senja menyikut pinggang Aras sambil terus mengikuti langkah cowok di sampingnya.

Aras yang berdiri di belakang Daren pun menggaruk-garuk rambut. Dia melirik Senja sejenak, lalu mengangguk.

"Kalau dia pengen nyelakain lo gimana?" Kali ini ekspresi khawatir Senja semakin menjadi-jadi.

"Tenang aja. Gak mungkin," bisik Aras sekecil mungkin agar Daren tidak mendengarnya. Namun, dugaannya salah sebab cowok itu ternyata sadar.

Daren berhenti berjalan, dia berbalik menatap Aras. Seandainya Daren bisa melihat wujud Senja, cowok itu akan tertawa mendapati wajah melongo Senja.

"Gue selalu berpikir ada yang aneh sama lo. Awalnya gue mikir kalau emang ada kelainan di otak lo semenjak ditinggal Senja. Tapi, setelah gue pikir mungkin aja gue yang gak bisa ngelihat apa yang bisa lo lihat."

Aras memilih bungkam, membiarkan Daren terus mengeluarkan isi pikirannya. Lagi pula memang sudah tidak perlu menyembunyikan kehadiran Senja di depan Daren jika Daren saja sudah menaruh kecurigaan yang kuat.

"Gue pernah ngeliat lo bicara sendiri di koridor, di depan ruang OSIS, di belakang sekolah, di dalam kelas. Gue bahkan pernah lihat lo ketawa sendiri. Gue mikir lo udah gak waras. Tapi nyatanya lo emang bisa lihat Senja, kan?" Daren berusaha menenangkan napasnya yang memburu. Dipijatnya hidung berulang kali, guna meredakan nyeri di kepala. "Gue gak tau gimana Senja bisa ada di dekat lo, Ras. Tapi gue mau lo jujur, apa emang Senja ada di sini? Dia bisa ngelihat dan dengar kita?"

Aras menunduk sejenak lalu membuang napas pendek. Matanya menatap datar Daren. "Senja ada di sini, bareng kita."

Daren tersenyum sedih, matanya mulai bergerak kiri-kanan, mencoba mencari keberadaan Senja. "Dia di mana, Ras? Senja di mana?"

Aras menunjuk sebelah kirinya dan detik itu juga Daren langsung menerjang ke dekatnya, seolah-olah bisa melihat Senja. Kenyataannya, sekarang mereka berdua memang sedang berhadapan.

"Senja ... Senja kalau lo bisa dengar gue, gue mohon ... gue mohon maafin gue. Maafin gue, Ja. Gue salah karena gak bantuin lo dulu."

Senja menatap Aras kebingungan. "Ras, tolong sampein ke Daren kalau gue gak tau apa yang dia omongin."

Aras mengangguk. "Ren, Senja gak akan tau apa yang coba lo perbaiki. Senja gak akan pernah tau apa alasan lo sampai-sampai harus minta maaf kayak gini. Kehadiran dia di dekat gue karena pengen mengungkap alasan kenapa Senja bisa meninggal. Entah bunuh diri atau ... dibunuh." Dia mengepal, berusaha mati-matian menahan emosinya ketika mengucapkan kata terakhir.

Sedangkan Daren, cowok itu mulai menangis seraya meraup rambutnya. Aras tidak bisa menggambarkan betapa tertekannya Daren saat ini, tetapi benar cowok itu benar-benar tidak bisa mengontrol ketakutannya.

"Ikut gue. Gue bakalan ceritain apa yang gue tau."

Mereka berjalan semakin dalam menyusuri perumahan, sampai ketika Daren berhenti di sebuah taman bermain yang memiliki beberapa tempat duduk dan beberapa tiang lampu yang mulai dinyalakan untuk menyambut malam. Daren duduk di atas rumput, menekuk kakinya sambil menatap langit. Aras ikut menjatuhkan diri di samping Daren sambil mengeluarkan bukti-bukti yang sudah dia kumpulkan. Dari catatan, status akun Facebook yang telah dia cetak, dan beberapa kertas lainnya.

"Sebelum lo cerita apa yang lo tau tentang Senja, gue mau lo jelasin apa maksud semua ini." Aras meletakkan kertas-kertas itu di atas rumput, tepatnya di dekat kaki Daren.

***
 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Untuk Takdir dan Kehidupan Yang Seolah Mengancam
443      309     0     
Romance
Untuk takdir dan kehidupan yang seolah mengancam. Aku berdiri, tegak menatap ke arah langit yang awalnya biru lalu jadi kelabu. Ini kehidupanku, yang Tuhan berikan padaku, bukan, bukan diberikan tetapi dititipkan. Aku tahu. Juga, warna kelabu yang kau selipkan pada setiap langkah yang kuambil. Di balik gorden yang tadinya aku kira emas, ternyata lebih gelap dari perunggu. Afeksi yang kautuju...
Cinta Pertama Bikin Dilema
3121      1011     3     
Romance
Bagaimana jadinya kalau cinta pertamamu adalah sahabatmu sendiri? Diperjuangkan atau ... diikhlaskan dengan kata "sahabatan" saja? Inilah yang dirasakan oleh Ravi. Ravi menyukai salah satu anggota K'DER yang sudah menjadi sahabatnya sejak SMP. Sepulangnya Ravi dari Yogyakarta, dia harus dihadapkan dengan situasi yang tidak mendukung sama sekali. Termasuk kenyataan tentang ayahnya. "Jangan ...
Khalisya (Matahari Sejati)
2322      788     3     
Romance
Reyfan itu cuek, tapi nggak sedingin kayak cowok-cowok wattpad Khalisya itu hangat, tapi ia juga teduh Bagaimana jika kedua karakter itu disatukan..?? Bisakah menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi..?? Semuanya akan terjawab disini. Ketika dua hati saling berjuang, menerobos lorong perbedaan. Mempertaruhkan hati fan perasaan untuk menemukan matahari sejati yang sesungguhnya &...
ARMY or ENEMY?
9294      2878     142     
Fan Fiction
Menyukai idol sudah biasa bagi kita sebagai fans. Lantas bagaimana jika idol yang menyukai kita sebagai fansnya? Itulah yang saat ini terjadi di posisi Azel, anak tunggal kaya raya berdarah Melayu dan Aceh, memiliki kecantikan dan keberuntungan yang membawa dunia iri kepadanya. Khususnya para ARMY di seluruh dunia yang merupakan fandom terbesar dari grup boyband Korea yaitu BTS. Azel merupakan s...
Ich Liebe Dich
9809      1455     4     
Romance
Kevin adalah pengembara yang tersesat di gurun. Sedangkan Sofi adalah bidadari yang menghamburkan percikan air padanya. Tak ada yang membuat Kevin merasa lebih hidup daripada pertemuannya dengan Sofi. Getaran yang dia rasakan ketika menatap iris mata Sofi berbeda dengan getaran yang dulu dia rasakan dengan cinta pertamanya. Namun, segalanya berubah dalam sekejap. Kegersangan melanda Kevin lag...
Story of April
1352      559     0     
Romance
Aku pernah merasakan rindu pada seseorang hanya dengan mendengar sebait lirik lagu. Mungkin bagi sebagian orang itu biasa. Bagi sebagian orang masa lalu itu harus dilupakan. Namun, bagi ku, hingga detik di mana aku bahagia pun, aku ingin kau tetap hadir walau hanya sebagai kenangan…
Aku Benci Hujan
4510      1304     1     
Romance
“Sebuah novel tentang scleroderma, salah satu penyakit autoimun yang menyerang lebih banyak perempuan ketimbang laki-laki.” Penyakit yang dialami Kanaya bukan hanya mengubah fisiknya, tetapi juga hati dan pikirannya, serta pandangan orang-orang di sekitarnya. Dia dijauhi teman-temannya karena merasa jijik dan takut tertular. Dia kehilangan cinta pertamanya karena tak cantik lagi. Dia harus...
Listen To My HeartBeat
391      232     1     
True Story
Perlahan kaki ku melangkah dilorong-lorong rumah sakit yang sunyi, hingga aku menuju ruangan ICU yang asing. Satu persatu ku lihat pasien dengan banyaknya alat yang terpasang. Semua tertidur pulas, hanya ada suara tik..tik..tik yang berasal dari mesin ventilator. Mata ku tertuju pada pasien bayi berkisar 7-10 bulan, ia tak berdaya yang dipandangi oleh sang ayah. Yap.. pasien-pasien yang baru saja...
Alfazair Dan Alkana
220      179     0     
Romance
Ini hanyalah kisah dari remaja SMA yang suka bilang "Cieee Cieee," kalau lagi ada teman sekelasnya deket. Hanya ada konflik ringan, konflik yang memang pernah terjadi ketika SMA. Alkana tak menyangka, bahwa dirinya akan terjebak didalam sebuah perasaan karena awalnya dia hanya bermain Riddle bersama teman laki-laki dikelasnya. Berawal dari Alkana yang sering kali memberi pertanyaan t...
Pantang Menyerah
201      174     0     
Short Story
Rena hanya ingin mengikuti lomba menulis cerpen tetapi banyak sekali tantangannya, untuk itu dia tidak akan menyerah, ia pasti akan berhasil melewati semua tantangan itu dengan kegigihan yang kuat dan pantang menyerah