"Sorry, gua gak bisa melanjutkan hubungan ini."
"Kenapa? Karena cewek itu?"
"Bukan. Karena gua sudah selalu bilang sama lo, tapi tetap saja lo bersikap seperti itu."
"Kenapa? Alasannya?"
"Gua udah pernah bilang berkali-kali."
Cowok itu melepaskan genggaman tangan cewek yang baru saja ia katakan menyudahi hubungan mereka. "Kita putus."
Cowok berjaket denim dengan rambut yang tertata rapi tersebut beranjak dari tempat duduknya. Melenggang pergi begitu saja. Tidak peduli dengan teriakan seorang cewek yang baru saja ia putuskan.
"La ... Tafila!"
Cerelia berlari terseok-seok mengejar Tafila. Ia meraih lengan Tafila, membuat cowok tersebut mau tidak mau menghentikan langkah kakinya. Menarik napas sejenak, menatap lekat pada cewek yang bernama Cerelia itu.
"Aku gak mau putus sama kamu!" ucap Cerelia sambil menyeka air matanya.
Kalau sudah begini Tafila menjadi tidak tega melihat Cerelia menangis. Hatinya bergetar. Perasannya melankholis sekali. Tidak bisa melihat orang lain menangis tersedu. Tafila mengusap air mata Cerelia, ia merogoh saku celananya memberikan sapu tangan kepada Cerelia.
"Harus gua jelasin berapa kali sih, supaya lo ngerti?" ujar Tafila.
"Aku gak bisa hidup tanpa kamu."
Tafila menyernyitkan keningnya. "Masa sih? Buktinya lo masih hidup sampai hari ini," ucap Tafila dengan santainya.
Cerelia tertegun. Ia menundukkan kepalanya. Tafila melepaskan tangan Cerelia dari lengannya.
"Udah jangan nangis lo udah gede," ucap Tafila. Setelah mengucapkan kata itu, ia pun pergi dari hadapan Cerelia. Tentunya usai Cerelia berhenti menangis.
Tafila berjalan melangkah menuju HMJ—himpunan mahasiswa jurusan. Tafila tersenyum tipis mengingat kejadian tadi. Ia tidak habis pikir dengan kelakuan cewek bernama Cerelia, mantan pacarnya itu. Mahasiswi Jurusan Komunikasi yang menurut Tafila kurang mengerti dengan komunikasi.
Bagaimana tidak? Ia sudah mengucap kata putus sejak dua minggu lalu, namun cewek tersebut seakan tidak mengerti atau tidak ingin mengerti. Cerelia masih saja terus mengejar dirinya. Memberikan perhatian seakan mereka masih memiliki hubungan. Padahal ia terus menghindar darinya.
Cerelia, cewek yang memiliki usai lebih tua setahun darinya. Sifatnya seperti anak kecil, selalu cemburuan. Hal tersebut yang membuat Tafila tidak betah dengannya.
'Sekarang, harus dengan cara apalagi?'
***
Banyak jalan menuju Roma. Kalimat sakti yang Chayra sangat sukai. Tidak bisa masuk dan menuntut ilmu pada jurusan jurnalistik, bukan berarti mimpinya harus hilang begitu saja. Adanya unit kegiatan mahasiswa berupa Lingkar Pena menjadi peluang untuk Chayra lebih memahami bagaimana kegiatan menjadi seorang jurnalis. Meskipun tidak sedetail jika kuliah di jurusan jurnalistik.
Chayra terduduk diam di antara beberapa anggota Lingkar Pena yang tengah sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ia masih fokus pada layar laptop. Sedang merangkai kata menjadi sebuah kalimat untuk bisa dibuat menjadi sebuah buletin berita.
Tanpa sadar jam menunjukkan pukul setengah lima. Ponsel Chayra bergetar. Merasa penasaran ia pun mengecek ponselnya. Dari balik layar ponselnya terlihat beberapa notifikasi dari The Santuy Girls. Nama grup Whatsapp yang terdiri dari Valya, Nindya, Alya dan Nikita.
The Santuy Girls
Nindya Atika
Chayra, lo di mana?
Alya Savira
Iya Ra, lo di mana? Gak masuk kelas?
Nindya Atika
Ra?
Valya
Buruan ke kelas Pak Wira bentar lagi masuk!
Chayra Qulaibah
Eh iya! Gua hampir lupaaa
Nindya Atika
Begini nih anak UKM mah beda.
Chayra Qulaibah
Lupa gengs. Tagin tempat dong :(
Valya
Udah gua tag dari tadi. Kuy, sini buruan.
Alya Savira
Santuy aja Ra. Paling Pak Wira telat wkwk..
Chayra Qulaibah
OK, Thanks. Otw
Chayra hampir lupa jika ada kelas penganti untuk minggu lalu. Chayra menepuk keningnya. Beruntungnya teman-temannya begitu baik mengingatkannya.
Pak Wira—dosen Matematika dasar terkadang menganti kelas dengan sesuka hatinya. Sudah kali ketiga beliau menganti kelas dengan jam mata kuliah tidak sesuai waktu. Seperti saat ini, pukul setengah lima sore disaat kebanyakan kelas sudah selesai dan bersiap untuk pulang. Namun, beliau memilih untuk baru memulai kelas.
Buru-buru Chayra menyimpan naskah yang belum selesai ia ketik. Merapikan beberapa buku yang ia keluarkan dalam tas. Dan segera mengklik shutdown.
"Sya, makasih ya laptopnya."
Ranasya yang saat itu sedang asik mengunting beberapa koran melirik ke arahnya.
"Udah selesai lo? Cepat amat?" Chayra mengelengkan kepalanya.
"Belum."
Ranasya terperangah. "Lah? Tapi laptop udah lo matiin?"
"Nanti atau besok gua pinjem lagi ya? Gua ada kelas soalnya," jawab Chayra.
"Udah jam setengah lima masih masuk kelas aja si Ra?" tutur Kaevan, yang mendengar percakapannya dengan Ranasya.
"Iya nih. Kelas pengganti. Udah ya, gua duluan!" Kaevan menganggukkan kepalanya.
"Nanti balik lagikan?" tanya Ranasya.
"Engga tahu deh."
"Nantikan rapat penentuan siapa aja panitia di acara duta kampus."
"Lihat nanti aja deh Sya. Gua duluan ya Kaevan, Ranasya."
Chayra mengemblok tasnya. Ia memeraih knop pintu basecamp dan membuka pintu. Mengambil sepatunya yang ia letakkan di rak sepatu. Duduk dipinggir lorong untuk mengikat tali sepatu sneakers-nya. Dirasa sudah cukup, ia pun bangkit dan pergi dari basecamp.
Dengan langkah terburu-buru ia menuruni tangga. Namun, langkah Chayra terhenti di ujung tangga. Ia mentap bingung pada seseorang cowok berambut gondrong yang tiba-tiba menghadang dirinya.
"Mau ke mana lo?" tanyanya menyelidik.
"Maaf Kak, saya izin ada kelas."
Cowok itu menatap Chayra menyelidik. Ia curiga jika Chayra hanya berbohong untuk menghindari rapat nanti. Ia melihat jam dipergelangan tangannya.
"Jam segini ada kelas? Masa sih?"
"Iya Kak, ada kelas penganti. Sudah ya Kak, maaf saya buru-buru," jawab Chayra yang langsung melenggang pergi.
Cowok itu meraih lengan Chayra yang otomatis membuat Chayra terkejut. Dalam benak Chayra bertanya 'Kenapa lagi ini orang.'
"Gak bohong kan lo?"
"Ha? Bohong?" tanya Chayra bingung.
"Kali aja lo mau kabur dari rapat!"
Chayra memutar bola matanya.
'Duh! Tuh kan, ini orang!' lirih Chayra dalam hati.
"Kenapa diam? Benarkan?" tanyanya menyelidik.
"Enggak Kak! Beneran kok ada kelas penganti," ucap Chayra seraya mengelengkan kepalanya.
"Gak percaya gua," kata Alditya menatap Chayra serius.
Chayra mendelik sebal, ia menyingkirkan tangan Alditya dari lengannya. Chayra malas berdebat. Pada akhirnya ia memutuskan untuk pergi begitu saja menuruni tangga dan segera berlari. Ia tidak peduli dengan pikiran yang bersarang dikepala cowok itu, masa bodo. Yang terpenting sekarang ia harus segera sampai di kelas supaya tempat duduknya tidak di tempati mahasiswa lain.
Alditya tercekat. Mata terkejut ketika Chayra pergi dan berlari begitu saja. Menyebalkan sekali, padahal ia masih ingin bertanya lebih jauh.
Chayra berlari menuju lift. Sesekali tubuhnya menabrak mahasiswa lain dan membuat mahasiswa tersebut mengumpat kesal. Dengan cekatan Chayra langsung meminta maaf pada beberapa mahasiswa yang ia tabrak. Ketika sampai di loby Fakultas Sains dan ingin menaiki lift. Chayra harus kecewa saat lift tersebut baru saja tertutup dan tombol lift yang ia tekan terus-menerus tidak bisa berfungsi. Alias tidak berpengaruh apapun supaya pintu lift terbuka.
Chayra pun memutar otak, ia segera menaiki tangga menuju lantai dua tepatnya menuju lift dosen. Di jam sore seperti ini dan semua kelas dipastikan sudah selesai. Lift dosen pasti sudah sepi dan sudah tidak digunakan. Langkah Chayra kaki berlari cepat. Tangan Chayra meraih tombol lift.
"Tunggu ... Tunggu!"
Teriak Chayra pada seorang cowok yang mengenakan jaket denim yang berada di dalam lift. Berharap cowok tersebut mendengar dan menahan pintu lift dari dalam. Namun, cowok itu hanya menatap Chayra. Dan sejurus kemudian pintu lift tertutup. Chayra mendengus kesal sambil menghentakkan kakinya.
"Dasar, nyebelin!"
Raut wajah Chayra begitu kesal. Tiba-tiba saja pintu lift kembali terbuka. Menampilkan wajah seorang cowok yang ia sangat kenal. Dengan wajah mengejek, ia berkata.
"Cie, kesel ... Buruan masuk!"
Suara khas tersebut membuat Chayra terkejut. Ia masih tidak memedulikan wajah cowok itu. Kini, Chayra pun segera masuk ke dalam lift. Hening seketika.
"Marah nih ye?" tanya Tafila, cowok menyebalkan itu.
Chayra bergeming. Tafila menyenggol tubuh Chayra, membuat Chayra melirikkan matanya. Tafila tertawa terbahak-bahak saat dilirik Chayra dengan wajah yang masih kesal.
"Gitu aja marah!"
"Berisik lo ah," sergah Chayra.
Chayra pun segera meninggalkan Tafila ketika pintu lift terbuka. Ia melangkah ragu membuka knop pintu kelas. Suasana sudah ramai. Matanya memadang ke seluruh penjuru ruangan. Mencari keberadaan teman dekatnya.
Saat Chayra telah menemukan Nindya yang sangat mencolok dengan kaus lengan panjang berwarna kuning garis-garis putih. Ia berjalan menuju tempat Nindya dan keempat temannya berada. Meletakkan tasnya di atas kursi kemudian, duduk.
***
Usai Chayra selesai sholat magrib. Setelah kepalanya terasa pening akibat belajar matematika, pelajaran yang tak terlalu ia sukai sejak SD. Chayra menuju rak sepatu yang berada di depan masjid. Mengambil sepatu sneakers berwarna biru dongkernya. Mengenakan lalu, mengikat tali sepatunya dengan asal.
Chayra mengambil sebuah susu kitak rasa strawberry dari dalam tasnya. Melayangkan sedotan ke dalam kotak dan meminumnya dengan tiga kali tegukkan. Selain karena ia sangat menyukai susu strawberry dan juga karena ia merasa lapar jadinya susu tersebut cepat habis.
Chayra bergegas bangun dan membuang susu kotak yang telah habis ke dalam tempat sampah yang telah tersedia. Ia melirik jam tangan yang melingkar manis pada pergelangan tangan. Sudah lewat beberapa menit, ia terlambat mengikuti rapat.
Dadanya bergemuruh saat langkah kakinya kian mendekati base camp. Tanpa aba-aba setelah Chayra melepaskan sepatu yang ia kenakan Alditya telah menatapnya nyalang. Namun, Chayra memalingkan pandangannya.
"Ra, gua kira lo ga dateng!" ucap Ranasya menepuk bahu Chayra.
"Kan lo yang dari tadi chat gua, suruh datang," tutur Chayra mengecutkan bibirnya. Ranasya tertawa sambil mengaruk tengkuknya.
"Eh iya kita sekelompok lho! Masuk yuk!" ajak Ranasya, mengandeng tangan Chayra masuk ke dalam base camp.
Chayra mengangguk, mengikuti ajakan Ranasya. Ranasnya memberikan sebuah kertas yang berisi nama-nama anggota yang ditugaskan untuk acara peliputan duta kampus.
"Apaan ini?" tanya Chayra bingung.
"Itu ada tulisannya, Ra."
"Eh, iya. Daftar nama anggota yang meliput acara duta kampus. Pemimpin Alditya Fakkar, Kontributor/penulis Ranasya dan Ava, Editor Kaevan, Fotografer Chayra dan Ani." Raut wajah Chayra seketika berubah, ia terkejut mendapati nama Andrian sebagai pemimpin.
'Duh, semesta memangnya tidak ada orang lain saja?'
"Sya, ini cuma berenam?"
Ranasya melirik Chayra, kepala mengangguk tanpa berniat menjawab.
"Bukannya anggotanya banyak? Kok kita doang?"
"Kan udah terbagi semua jadi lima kelompok kalau gak salah sih. Ada yang meliput acara final basket, bulu tangkis dan sepak bola kemarin, ada yang meliput lomba debat tingkat internasional, dan acara pemilihan duta kampus," jawab Ranasya. Chayra menarik napas lesu.
"Ayo, rapat kita mulai lagi," ucap Alditya pada Ranasya dan Chayra di ambang pintu.
Ranasya dan Chayra segera meletakkan tasnya di pojok dinding basecamp bersama beberapa tas anggota lainnya. Mereka pun ikut duduk pada kelompoknya yang telah terduduk melingkar.