Untuk orang-orang
Yang pernah hadir dalam hidupku
Namun, nyatanya hanya sekedar singgah
Terima kasih kau telah menguatkanku
---
Kegiatan perkuliahan sudah berakhir sejak satu jam yang lalu. Chayra masih terduduk di dalam kelas, sambil membaca novel dengan sebelah telinganya terpasang earphone. Seseorang menghampirinya.
"Ra, ayo cari buku ke perpus," ajak Nindya.
Chayra melirik jam dipergelangan tangannya. Usai menunggu Nindya dan Valya selesai shalat Zuhur, mereka memang berniat untuk pergi ke perpustakaan kampus. Mencari materi untuk presentasi lusa nanti. Chayra menutup buku novelnya seraya melepaskan earphone dari telinga dan memasukkannya ke dalam tas.
Mereka bertiga pun berjalan menyusuri lorong koridor fakultas sains menuju lift. Saat pintu lift terbuka, Valya dengan sigap berlari memencet tombol lift, supaya lift tertahan.
"Kak, sebentar Kak. Saya mau naik! Eh, woy sini cepetan!" teriak Valya dengan tidak tahu malu.
Chayra dan Nindya menepuk keningnya secara bersamaan. Mereka pun langsung berlari masuk ke dalam lift karena, merasa tidak enak ditunggu orang-orang yang berada di dalam lift. Lift berjalan menuju lantai satu.
Setelah sampai mereka melewati taman segitiga kampus. Taman yang biasanya dipenuhi oleh mahasiswa fakultas komunikasi dan teknik. Banyak mahasiswa yang senang sekali sekedar duduk-duduk santai dan ada juga yang mengerjakan tugas di sana. Sehingga ketika Chayra, Valya dan Nindya melewati taman tersebut langsung menjadi pusat perhatian. Seperti seorang model.
Banyak pohon di taman segitiga kampus, membuat suasana menjadi rindang. Membuat siapapun betah berada di sana.
Ketika telah sampai di depan perpustakaan. Mereka pun langsung mengeluarkan kartu mahasiswa guna scan data pengunjung perpustakaan.
Chayra melangkah dan mencari buku Klimatologi setelah sebelumnya mencari di kolom komputer perpustakaan. Matanya meniti setiap barisan buku serta nomor yang tertera pada buku.
Saat Chayra menemukan buku yang dicari, ia berusaha mengambil buku tersebut. Namun, ia tidak bisa sebab buku yang ingin diambil berada di rak paling atas. Karena tubuhnya yang tidak terlalu tinggi membuat dirinya merasa kesulitan mengambil buku.
"Ini kenapa raknya tinggi banget sih!" keluh Chayra.
Alditya tersenyum, langkah kakinya terhenti saat melihat seseorang yang tampak tidak asing baginya. Yang tengah kesulitan mengambil sebuah buku yang berada di rak paling atas. Ia yang merasa iba dan akhirnya, mengambilkan buku yang ingin Chayra ambil.
"Mangkannya, waktu kecil banyak minum susu. Jarang minum susu lo pasti!" tutur Alditya.
Chayra menolehkan kepalanya, mendapati Alditya yang telah berdiri di sampingnya dan mengambilkan sebuah buku yang ia inginkan.
"Makasih!" jawab Chayra. Ia langsung mengambil buku tersebut dari tangan Alditya.
Chayra yang malas berurusan dengan Alditya langsung pergi begitu saja. Bukan tanpa sebab, ia masih merasa kesal akibat ulahnya kemarin.
Alditya tidak kuasa melihat tingkah Chayra. Pada akhirnya ia hanya bisa tersenyum membuat lesung pipinya terlihat. Ia pun langsung mengikuti Chayra yang sedang mengantre untuk meminjam buku.
Chayra sesekali melihat sekelilingnya memastikan manusia menyebalkan yang bernama Alditya itu tidak mengikutinya. Alditya mendekati Chayra, saat cewek tersebut berusaha pergi darinya.
"Nyari siapa?" Chayra terkejut mendapati Alditya sudah berada di belakangnya.
'Sejak kapan dia di sini?'
"Kakak ngikutin saya terus. Gak ada kerjaan lain apa?" tutur Chayra yang merasa sebal. Ia mengedikkan bahu.
"Engga ada kayaknya," sahut Alditya.
"Selanjutnya maaf!" perintah petugas perpustakaan.
Chayra segera melangkah ke depan, menuju meja peminjaman buku. Setelah itu Chayra melangkah dan pergi tidak menghiraukan Alditya. Ia mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan perpustakaan. Mencari Valya dan Nindya.
Mata Chayra menitik pada dua orang cewek yang duduk di pinggir perpustakaan. Yang satu mengenakan sweater berwarna peach dan yang satunya lagi mengenakan baju kasual dengan rambut dicepol. Mereka duduk pada bangku yang berbaris layaknya seperti di kafe.
"Kalian ketemu gak bukunya?" tanya Chayra yang langsung duduk tepat di samping Nindya.
"Gua baru dapat satu nih!" jawab Valya yang menyodorkan buku Klimatologi berbahasa Inggris.
"Gua dapat nih, yang bahasa Indonesia!"
"Wih canggih lo!" tutur Nindya.
"Ya udah kuy lah. Kita kerjain sebagian. Nanti sisanya kita kasih ke teman-teman yang lain." usul Valya.
Chayra dan Nindya mengangguk bersamaan. Chayra membuka buku yang baru saja ia dapat. Membagi beberapa materi menjadi delapan bagian. Ia mencatat setiap point materi dan nama dari masing-masing kelompoknya.
"Nih, udah gua bagi materinya. Kalian mau pilih yang mana?"
Nindya yang saat itu fokus memainkan ponselnya beralih ke arah kertas yang Chayra berikan. Begitu pun juga dengan Valya.
"Gua yang nomor satu deh!" pinta Nindya.
"Gua nomor dua deh," ucap Valya.
"Oke. Kalau gitu gua nomor empat."
"Eh tapi tunggu yang lain gimana?" tanya Nindya.
"Share di grup deh. Biar mereka pilih sendiri."
Chayra mengangguk. Tangannya mulai menandai materi mana saja yang sudah terpilih. Setelah itu, ia pun langsung memotret dan mengirimkannya ke grup via Whatsapp.
Cabang Klimatologi dan Pembagian Iklim :
1. Iklim dan cabangnya. >> Nindya
2. Klasifikasi iklim (menurut daerah penerimaan radiasi surya) >> Valya
3. Klasifikasi berdasarkan sirkulasi udara.
4. Klasifikasi iklim Koppen >> Chayra
5. Klasifikasi iklim menurut Trornthwaite dan Mohr
6. Klasifikasi iklim menurut Scmidth-Ferguson
7. Klasifikasi iklim menurut Oldeman
8. Klasifikasi iklim menurut Junghun
Chayra meletakkan ponselnya di atas meja. Ia pun, kemudian meminjam laptop milik Valya. Ia harus menyelesaikan mengetik materi miliknya hari itu juga. Jika tidak, ia tidak akan bisa mengerjakan di lain waktu. Sebab, laptop yang ia punya sedang tidak bersahabat. Dalam artian, terkena virus dan tidak bisa digunakan.
Alditya masih penasaran dengan sikap Chayra. Mengapa ia menghindar darinya. Apa yang salah pada dirinya? Tidak mau pikiran itu membuatnya penasaran. Ia melangkah menghampiri Chayra.
"Maaf bisa bicara dengan Chayra?" ucap Alditya tepat dihadapan Chayra.
Nindya dan Valya mendongakkan kepalanya. Melihat siapa seseorang yang tiba-tiba saja datang menghampiri meja mereka. Pandangan mata mereka saling melirik. Seakan bertanya, 'Ini orang siapa? Baru lihat.'
Terlihat Chayra sangat fokus menatap layar laptop sesekali pandangan mata beralih pada buku Klimatologi. Karena, terlalu fokus mengetik materi. Sampai-sampai Chayra tidak menyadari kehadiran Alditya. Membuat Alditya berdecak sebal.
Nindya pun menyikut lengan Chayra. Chayra tampak bersungut kesal. Ia tidak suka jika sedang fokus seseorang menganggunya.
"Apa sih, Nin?" tanya Chayra ketus.
"Itu ada yang nyariin lo," bisik Nindya.
Chayra mengerut bingung. Nindya melempar tatapan ke arah Andrian. Bibir Chayra mengerucut sebal. Ia menatap Alditya malas.
'Dia lagi ... Dia lagi...'
"Bisa bicara sebentar?" tanya Alditya.
"Gua, sibuk!" ungkap Chayra. Ia kembali fokus dengan tugasnya.
"Sebentar aja," tutur Alditya kekeh.
Chayra yang jengah melihat Alditya memilih mengabaikan Alditya. Namun, Nindya kembali menyikut Chayra. Chayra menghembuskan napasnya. Menatap Alditya dengan tatapan tajam.
"Oke. Sebentar."
Alditya berjalan menuju pojok perpustakaan yang sepi. Yang jarang orang-orang ke sana. Wajah Alditya mendadak serius dan tegas. Ia menyadarkan tubuhnya di dinding perpustakaan.
"Kenapa, kak?" tanya Chayra sepelan mungkin agar tidak menganggu suasana perpustakaan.
"Lo marah sama gua?"
Chayra menyernyitkan keningnya.
"Engga kok."
"Jangan bohong!"
Chayra hanya bisa memandang cowok dihadapanya itu dengan pandangan tidak mengerti.
'Kenapa dia bisa tahu? Bisa baca pikiran jangan-jangan!'
"Beneran."
"Sorry ya. Gua kemarin gak bisa temenin lo. Padahal gua janji mau nemenin lo. Lo pasti malas ketemu gua karena itu kan?"
Chayra tersenyum miring dan menarik napasnya. Melipat kedua tangannya ke depan dada.
"Ya udahlah gak usah dibahas Kak. Udah selesai juga," kilah Chayra.
"Iya sih udah selesai. Tapi, pasti lo marahkan sama gua?" tanya Alditya terus-menerus. Mengintrogasi Chayra.
"Gua bilang kan ga usah dibahas Kak."
Alditya tertawa sejenak. "Tuh kan! Lo marah," jawab Alditya. Chayra memutar bola matanya malas.
"Sorry Kak. Gua gak bisa lama-lama. Lagi kerja kelompok soalnya. Gua pamit Kak."
Tanpa aba-aba Chayra langsung melengang pergi meninggalkan Alditya. Lagi-lagi Alditya hanya bisa pasrah membiarkan Chayra pergi.
***
Chayra mengayunkan kakinya pelan. Di atas tempat duduk halte kampus, ia menunggu bus Transjakarta. Menunggu bus yang akan mengantarnya pulang.
Hari ini ia pulang lebih cepat. Belajar dari pengalaman rapat kemarin di mana seluruh anggota Lingkar Pena yang terkena omelan oleh satpam kampus. Alditya selaku ketua Lingkar Pena memutuskan untuk memulangkan lebih cepat.
Sorot mata Chayra mengamati jalan raya kampus. Ia melirik jam tangan berwarna putih yang melingkar dipergelangan tangan kirinya. Menunjukkan pukul delapan malam.
Telinga Chayra mendengar suara klakson motor dan seseorang yang manggil namanya. Tepat di depan halte terdapat seorang cowok yang membuka kaca helmnya seraya melambaikan tangannya ke arah Chayra. Chayra mengerutkan keningnya, berusaha melihat seseorang tersebut. Sekarang wajahnya terlihat dengan jelas.
"Chayra, pulang bareng yuk!" ajak Alditya.
Chayra mengumpat kesal. Pasalnya pandangan mata beberapa orang yang berada di halte menjadi tertuju padanya. Chayra memilih tidak menghiraukannya. Namun, hal membuat cowok tersebut semakin menjadi.
"Chayra... Ra!"
Chayra menghentakan kakinya. Ia dengan terpaksa menghampiri cowok tersebut. Padahal setelah rapat selesai Chayra buru-buru pergi supaya tidak bertemu dengan Alditya. Tetapi nasib berkata lain.
Raut wajah Alditya berubah semringah ketika Chayra menghampirinya. Ia pun segera memberikan helm bogonya pada Chayra.
"Yuk pulang bareng. Izinin gua menebus kesalahan karena, gua udah ingkar janji sama lo," tutur Alditya.
Senyum hangat yang berasal dari bibir Alditya terlihat. Membuat perasaan Chayra menjadi tidak enak. Ia pun memilih untuk tidak menolak ajakan Alditya. Kalau pun dia menolak bisa dipastikan, Alditya akan tetap mengajaknya pulang bersama.
Chayra tersenyum tipis melihat Alditya. Kalau dilihat manusia itu mirip seseorang yang tingkah dan perbuatannya terkadang menyebalkan. Siapa lagi kalau bukan Tafila.
'Duh Semesta , kenapa sih engkau kirimkan makhluk ciptaan mu. Yang sikapnya aneh lagi padaku? Satu saja sudah membuat ku pusing. Ini malah ditambah satu lagi?'
Tangan Chayra meraih helm bogo dari tangan Alditya. Ia segera mengenakan helm tersebut dikepala lalu, menaiki motor Alditya.
Laju motor Alditya berjalan dengan kecepatan cepat. Namun, Chayra merasa ia tidak sampai-sampai di rumahnya. Terasa lama sekali.
Chayra turun dari motor dan melepaskan helm yang ia kenakan. Tidak lupa ia berterima kasih dengan Alditya yang telah mengantarnya pulang. Ketika Chayra ingin membuka pagar rumahnya untuk masuk. Alditya memanggilnya.
"Chayra."
Refleks Chayra menoleh dengan wajah tanpa ekspresi. Melihat hal tersebut Alditya menjadi lupa, ia ingin mengakatakan apa pada Chayra.
"Kenapa?" tanya Chayra yang sejak tadi menunggu Alditya membuka suara.
"E—eh. Ini buat lo!" Alditya menyodorkan sebuah plastik berisi beberapa camilan dari dalam tas ranselnya.
"Buat gua Kak?"
Alditya mengangguk. Dalam benaknya diisi kata. 'Ini anak kenapa dingin amat sih?'
Chayra memang biasanya seperti itu. Ia akan bersikap dingin pada orang-orang yang belum ia kenal dekat.
"Diterima dong." oceh Alditya kesal.
"Gak usah." Chayra mencoba menolak pemberian Alditya.
"Diterima ya? Kalau lo ga mau nerima, berarti benar dugaan gua. Lo marah."
Dengan ragu Chayra menerima pemberian Alditya. Setelah itu, Alditya pun berpamitan pada Chayra untuk pulang.
Chayra menatap punggung Alditya yang kian menjauh. Ada gejolak rasa aneh yang kini melanda dirinya. Setelah itu, Chayra pun mengunci pagar rumahnya dan segera masuk ke dalam rumah.