Katanya seseorang yang baik itu datangnya hanya sekali seumur hidup. Mungkin dahulu aku pernah menyia-nyiakan seseorang tersebut sehingga, saat ini aku pun sulit menemukan orang baik seperti dia lagi.
---
Chayra membuka mata saat posisi tubuhnya masih berada di atas sofa. Matanya kembali memejam ketika seseorang membuka pintu basecamp. Terdengar suara sepatu yang dilepaskan oleh sang pemilik setelah itu, ia berjalan mendekati Chayra. Ia membuka sebuah bungkusan plastik yang berisi makanan.
Alditya seseorang itu, ia memperhatikan wajah Chayra dengan sangat lekat. Sampai-sampai hembusan napasnya terasa dikulit wajah Chayra. Chayra yang saat itu berpura-pura tidur pun seketika langsung mengerjabkan kedua mata. Sebab Chayra tahu bahwa ia sedang diperhatikan oleh seseorang, membuatnya merasa risih.
"Ka—Kak Alditya?" ucap Chayra. Alditya yang menyadari bahwa Chayra sudah tersadar langsung menjauhkan wajahnya dari wajah Chayra.
"Eh--Udah sadar lo," sahut Alditya kikuk. "Ini gua beliin lo makanan. Mana tau lo lapar."
Chayra bangun dari tidurnya, ia kini duduk di sofa. Alditya pun segera menempatkan diri duduk di samping Chayra.
"Oh iya, tadi gua beli beras kencur. Lo minum ya!"
"Hah?" Chayra terperangah dibuatnya.
Tidak mau menunggu Alditya langsung mengambilkan sebuah gelas yang tersedia di basecamp Lingkar Pena. Menuangkan sedikit beras kencur yang ia beli dari ibu-ibu tukang jamu yang tidak sengaja ia lihat saat mampir di minimarket. Raut wajah ibu tersebut tampak lelah dan jamu yang dijual masih banyak Alditya merasa iba. Ia pun kemudian, membeli beras kencur dari ibu tersebut.
"Nih diminum. Katanya minum betas kencur bisa menghilangkan rasa sakit kepala, lho!" ucap Alditya, sambil menyodorkan gelas yang telah terisi oleh jamu beras kencur. Dengan ragu Chayra menerimanya.
"Tenang gak gua kasih racun kok," ucap Alditya terkekeh.
'Sejak kapan beras kencur jadi obat buat orang habis pingsan?' batin Chayra bertanya-tanya. Namun, Chayra ingin menghargai pemberian seseorang padanya.
Chayra meminum jamu beras kencur tersebut sedikit demi sedikit yang pada akhirnya jamu tersebut habis tidak tersisa ia minum. Chayra terus menatap Alditya. Ia tidak habis pikir bahwa ternyata Alditya baik juga ya? Di balik sifatnya yang menyebalkan terdapat hati yang baik.
"Jangan liatin gua terus dong ah. Gua tau gua cogan kok!" cibir Alditya.
Chayra yang tersadar pun langsung merubah raut wajahnya menjadi sinis. Alditya yang melihat perubahan pada raut wajah Chayra langsung tertawa terbahak-bahak dan Chayra hanya bisa terdiam.
Setelah meminum beras kencur pemberian Alditya. Chayra memakan sebuah roti sobek yang lagi-lagi diberikan oleh Alditya. Entah mengapa manusia yang satu itu menjadi baik tiba-tiba.
"Abis lo makan gua antar lo pulang ke rumah."
Chayra hampir saja tersedak akibat mendengar ucapan Alditya untung saja ada air mineral yang tersedia dihadapanya.
"Rumah?"
"Iya Rumah. Rumah lo di Bekasi, 'kan?" tanya Alditya untuk memastikan.
"Iya," ucap Chayra singkat.
Tunggu bagaimana bisa dia tahu?
"Ya udah yuk, kita berangkat sekarang. Keburu malam."
"Engga usah saya bisa pulang sendiri, kak."
"Gua ada helm dua. Ribet bawanya." dalih Alditya. "Udah yuk!"
Alditya berdiri dari tempat duduknya dan mengambil sebuah kunci motor dari atas meja yang terletak di dekat pintu. Chayra masih terdiam, ia masih mengunyah satu roti sobek terakhirnya. Sebelum akhirnya meminum air mineral agar roti tersebut segera masuk ke dalam perutnya.
"Ayo!" ajak Alditya. Ia mengeratkan jaket denim biru yang ia kenakan.
Chayra tidak dapat memfokuskan diri. Pikiran serta hatinya masih bertanya-tanya mengapa Alditya bisa baik padanya? Namun, sebuah tangan membuyarkan lamunan Chayra. Alditya memeriksa kening Chayra. Memastikan apakah Chayra demam atau tidak.
"Lo sakit?" Chayra hanya mengelengkan kepala.
"Beneran?" Alditya mendekatkan wajahnya dengan wajah Chayra melihat raut wajah Chayra. Chayra tersentak, ia pun mendorong tubuh Alditya agar segera menjauh.
"Sorry."
"Ya udah yuk?"
"Saya bisa pulang sendiri. Saya gak apa-apa kok, kak." tolak Chayra.
***
Chayra berjalan di belakang tubuh Alditya jarak keduanya cukup jauh. Chayra memutuskan untuk berjalan lambat menghindar agar beberapa mahasiswa yang ia temui tidak menatapnya.
"Lama banget jalannya kaya siput!" ucap Alditya. Ia menghentikan langkahnya untuk menunggu sejenak Chayra.
Chayra yang mendengar hal tersebut malah bersungut kesal. Ia kemudian berjalan cepat menuju menuju anak tangga tanpa memedulikan Alditya. Sontak Alditya pun memanggil Chayra. Namun, Chayra tidak ingin mendengar. Akhirnya Alditya bergegas berlari menyejajarkan langkah kakinya. Karena merasa diikuti oleh Alditya. Kali ini Chayra yang berjalan dengan cepat dan kemudian meninggalkan Alditya begitu saja.
"Dasar tidak jelas!" gerutu Chayra.
Alditya melangkahkan kaki ke parkiran motor kampus. Menuju sebuah motor matik berwarna hitam. Andrian mengenakan helm bogo yang ia letakkan di atas kaca spion motornya. Tidak lupa mengambil sebuah helm bogo lain dari dalam bagasi motornya. Ia gantungkan pada sebelah lengannya.
Alditya melajukan motornya mencari Chayra yang sudah berjalan meninggalkannya. Ketika Alditya melihat Chayra, ia pun menghentikan laju motornya tepat di samping Chayra.
"Ayo naik!"
Chayra menolehkan kepalanya. Ia terhenyak ketika mendapati Alditya telah dihadapanya.
"Engga kak, makasih. Saya bisa pulang sendiri."
Tetapi, Alditya tetap berusaha menawarkan Chayra. Ia tidak akan berhenti sebelum Chayra menerima tawaran tumpangnya. Ia terus mengejar Chayra dengan motornya.
"Ayo!" ucap Alditya.
"Engga, makasih kak." Chayra masih kekeh dengan pendiriannya.
"Ayolah cepetan," rengek Alditya tiba-tiba. Ia menarik-narik lengan hoodie yang Chayra kenakan. Seperti anak kecil yang meminta permen kepada mamanya.
"Engga."
"Ish, ayooo."
Kemudian, beberapa mahasiswa yang sedang lewat tepat di depan mereka langsung memandangi mereka. Pandangannya tajam dan menelisik. Merasa terusik pada akhirnya Chayra pun menerima ajakan pulang bersama Alditya.
Bukan karena kasihan namun, lebih kepada menghindari tatapan tajam dan aneh para mahasiswa yang tidak sengaja melihat tingkah Alditya. Mungkin dalam benak mereka. Alditya sedang membujuk kekasihnya yang sedang marah padanya. Chayra mengedikkan bahu.
"Oke." Alditya terlihat senang mendengar ucapan Chayra.
Ia pun segera memberikan helm bogo kepada Chayra. Chayra mengenakan helmnya dan mengaitkan pengait helm. Sesekali ia membenarkan helm yang ia kenakan karena, helm terasa sangat longgar di kepalanya. Seakan kepalanya dimakan oleh helm. Setelah itu, Chayra menaiki motor Alditya.
"Sudah?" tanya Alditya memastikan apakah Chayra sudah menaiki motor atau belum. Sebab terasa sangat ringan sekali, ia seperti tidak membawa seseorang.
"Udah."
Alditya pun melajukan motornya menuju gerbang keluar kampus. Chayra meletakkan tas ranselnya di tengah-tengah tubuhnya dan Alditya. Sebagai batas agar tubuhnya tidak terlalu dekat dengan Alditya.
Setelah Alditya membayar parkir kini, laju motor Alditya mulai cepat membelah jalanan Jakarta yang terlihat penuh dengan kemacetan. Sudah jadi hal umum dan bisa kemacetan bagi orang-orang Jakarta, begitu pun dengan Alditya dan Chayra.