HAPPY READING!
Sekelas sudah heboh ketika mendapat undangan dari Bulan. Langit sih sudah mengucapkan selamat saat tengah malam. Bukannya Bulan berterima kasih malah kemarin dia kena semprot. Katanya enggak boleh ngucapin dulu sebelum dia minta.
Emang Bulan itu manusia paling ajaib. Gila. Bahkan sampe sekarang cewek itu menatap Langit cemberut. Merasa tidak suka kalau diucapkan ulang tahun tengah malam tadi.
"Gue salah dimana Lan? Lo ngambek mulu sama gue." Langit memprotes tidak tahan ditatap oleh Bulan terus menerus. Cowok itu jadi selalu merasakan udara dingin di punggungnya.
"Siapa suruh ngucapin selamat ke gue tengah malem kemarin?" tanya Bulan memulai pertikaian lagi, sudah sering Bulan memulai pertikaian dan Langit yang meminta maaf terus menerus.
"Ya kan lo ulang tahun. Terus katanya kalau orang pacaran mintanya diucapin yang pertama kali gitu. Biar spesial." Langit memberi penjelasan sementara Bulan cemberut.
"Gue mau nya lo jadi yang terakhir ngucapin. Bukan yang pertama." Bulan mengomel sementara Langit tidak paham. Memang apa bedanya coba?
"Ya udah. Nanti malem gue ucapin lagi." Langit mengangguk seolah paham dengan maksud Bulan.
"Harus. Gue juga mau ngundang lo. Datengnya sekitar jam tujuh. Gue mau cerita sesuatu juga jadi, lo harus masih ada di rumah gue walaupun acaranya udah selesai." Bulan mencubit pipi Langit merasa gemas dengan cowok yang ada di depannya.
Langit memegang pipinya yang sudah merah akibat cubitan Bulan. "Iya, nanti gue ke sana." Bulan tertawa dan masih membagikan undangan yang tersisa.
Waktu yang dijanjikan sudah tiba tapi, batang hidung Langit tidak terlihat. Bulan tidak mau memulai acara potong kue kalau Langit belum hadir. Potongan kedua rencananya akan diberikan untuk Langit. Kalau Langit tidak datang siapa yang akan dia berikan potongan kedua.
Bulan menelepon Langit terus menerus tapi, tidak ada jawaban sama sekali. Berbagai bayangan hal negatif keluar. Langit kecelakaan, Langit terjebak macet, Langit kesasar dan sebagainya.
Langit mengecewakan Bulan karena sampai acara potong kue selesai dia benar-benar tidak datang. Bulan menendang gaunnya ke atas berharap rasa kesalnya menghilang. Dia yang tidak menyukai memakai gaun memaksakan diri untuk memakainya supaya Langit bisa melihatnya.
"Bulan, lo cantik banget hari ini." Bulan menatap cowok yang ada di depannya dengan kesal. Kalau saja langit yang bilang seperti pasti Bulan akan tersenyum lebar.
"Bacot. Enggak usah cari muka. Muka lo udah banyak tuh." Bulan berdiri dan meninggalkan Bintang sendirian. Suasana hati Bulan sangat buruk dan Bulan membuat suasana hati Bintang ikut suram.
Cewek satu itu emang menyebalkan bahkan dalam waktu yang lama Bintang tidak bisa membuat cewek judes itu luluh. Sementara Langit, cowok yang baru saja datang bisa-bisanya membuat Bulan meluangkan waktu dan tenaganya yang berharga.
Di sisi Lain Langit sudah lelah ingin menangis jika bisa. Padahal kondisi Mamanya sudah sangat membaik tidak ada kejadian apapun. Tapi, tiba-tiba saja dia menghilang. Bahkan Langit terus mengabaikan pesan yang dikirimkan oleh Bulan dan telepon.
Setelah putus asa Langit memegang kepalanya yang terasa berat. Bersamaan dengan Langit yang frustasi Bulan menelepon.
"Hallo, Lan. Maaf gu-" ucapan Langit terpotong saat mendengar nama mamanya disebut.
"Lang, gue Bintang. Kata Bulan tadi gue suruh nelepon lo pakai telepon dia. Mama lo ada di sini." Langit langsung mengambil sepedanya mematikan sambungan telepon dan mengayuhnya dengan cepat.
Kondisi di sana semakin parah ketika Mama Langit berjongkok di kaki Bulan. Menangis meminta uang. Bulan dengan sabar meminta Mama Langit untuk berdiri saja dan pergi membicarakannya di tempat lain. Rosa menolak dia gencar tidak ingin melepaskan kaki Bulan.
"Tan. Langit sebentar lagi ke sini. Kita bicarakan di dalam ya?" Bulan terus meminta Rosa untuk berdiri tapi, tidak ada jawaban dari sang mama.
Langit yang mengayuh dengan cepat terjatuh saat sampai di depan rumah Bulan akibat jalanan yang tidak rata. Langit tidak peduli dia masuk ke dalam dengan tertatih-tatih.
"Tante tau kamu yang bayar biaya rumah sakit Tante. Apa salahnya kamu memberi saya dan Langit uang lagi?" Rosa terus menangis dan memeluk kakinya.
Nenek Bulan terus menarik Rosa agar melepaskan kaki cucu kesayangannya itu. Tapi, nihil Rosa memeluk erat. Langit mendengar pembicaraan yang sangat melukai harga dirinya.
Buru-buru dia meminta Mamanya berdiri Langit meminta maaf atas keributan yang terjadi. Langit menatap Bulan dengan tatapan kecewa.
"Terima kasih atas bantuan finansial yang bahkan saya tidak minta. Saya masih punya harga diri dan niat untuk bekerja agar Mama saya bisa terus mendapat pelayanan terbaik dari dokter. Saya akan mengembalikan uang yang diberikan Bulan secara bertahap. Nyonya bisa meminta nomor telepon saya lewat Bulan. Saya ijin pamit." Langit mengendong Mamanya dan pergi dari sana.
Bulan menangis. Dia membantu Langit bukan karena kasian. Dia hanya ingin menunjukan pertemanan yang menurut dia membuat mereka terikat. Bulan juga tidak ada niatan untuk mencoreng harga diri Langit. Cowok tinggi yang makin lama makin menghilang dari pandangannya itu salah mengartikan perbuatannya.
"Mama kemana aja? Langit khawatir. Langit bisa kok biayain Mama. Mama harus bergantung ke Langit jangan ke yang lain. Mungkin usaha Langit menghasilkan uang yang sedikit tapi, Langit bisa kok biayain Mama." Langit terus berbicara tanpa dijawab oleh Rosa, Mamanya itu hanya menangis tersedu-sedu.
Langit membuang sepedanya sudah tidak ingin kembali ke rumah Bulan lagi. Langit duduk di bangku rumah sakit meminta Mamanya untuk diperiksa kembali. Bahkan sandal Langit hilang sebelah. Langit baru sadar saat Mamanya diperiksa tadi.
Langit kacau, sangat kacau. Dia mulai merencanakan hal-hal baru untuk kedepannya. Dia mematikan semua media sosialnya dan memblokir Bulan kembali. Menghapus semua nomor yang mungkin akan menganggunya di kehidupannya yang baru.
Langit berjalan ke bagian administrasi. Meminta untuk memindahkan ibunya ke tempat yang lain. Dia juga meminta bukti pembayaran yang sebenarnya. Pembayaran yang dibayar Bulan dengan cuma-cuma.
Dia akan melunasinya kemudian hari. Langit berjanji pada dirinya sendiri. Langit membereskan tempat tinggalnya tidak menjual ataupun menyewakannya. Dia hanya meninggalkannya sebentar agar semuanya terjaga.
"Ma, tolong bergantung ke Langit aja. Langit sanggup enggak perlu meminta dengan cara mengemis seperti itu." Langit bermonolog. Dia mengusap wajahnya yang sudah basah dengan air mata. Setelah Mamanya diobati Langit membawanya pergi ke rumah sakit yang sudah dihubungi olehnya tadi.
Mereka akan meninggalkan semua kenangan yang ada di sini. Langit membuat keputusan yang sembarangan. Dia hanya memikirkan bagaimana Mamanya sehat. Asal Mamanya sehat Langit bahagia.
Bandung. Kami datang.