Loading...
Logo TinLit
Read Story - Photobox
MENU
About Us  

HAPPY READING ! 

 

Langit bergegas pulang dia bahkan tidak sadar kapan dia tertidur di ranjang Mamanya. Langit dengan menggunakan seragam kemarin langsung meraih sepedanya bergegas ke rumahnya. Untung saja Bu Putri membangunkannya lebih pagi dibanding dia tidur di rumah jadi dia mempunyai waktu yang lumayan banyak untuk persiapan berangkat ke sekolah.

Langit yang tidak pernah sarapan langsung bergegas berangkat supaya tidak terlambat setelah melakukan ritual mandi dan mengenakan seragamnya. Sesampainya di sana Langit menghela napasnya, ingin bergerak saja sulit.

"Kak, kemarin kakak kok enggak manggung sih?" Langit ingin menghilang saja, dia butuh ketenangan bahkan perempuan di depannya ini tidak tau jadwal kerjanya. Tapi, dia butuh yang namanya penggemar agar cafe yang dia tempati untuk kerja ramai.

"Setiap hari Sabtu aja kalau manggung di sana. Coba besok Sabtu ke sana." Langit tersenyum lalu pamit untuk pergi. Dari parkiran menuju ke kelas memerlukan perjuangan, pasalnya setiap Langit melangkah pasti seseorang datang ke arahnya entah itu pertanyaan yang masuk akal ataupun tidak.

Sesampainya di kelas dia meletakan tasnya di meja dan mencari buku agenda yang selalu dia bawa. Karena hari ini adalah hari Selasa, dia akan menghabiskan harinya dengan belajar di perpustakaan untuk belajar.

"Lang, lo nanti mau enggak ikut makan-makan di kantin? Gue ulang tahun mau ngasih traktiran buat satu kelas." Teman Langit menepuk bahu Langit pelan, satu kelas tau kalau Langit orang yang selalu sibuk membuat agak sungkan untuk mengajaknya melakukan hal yang tidak terlalu penting.

"Eh, Selamat ulang tahun loh, ya, gue malah enggak tau." Langit mengajak temannya itu berjabat tangan dengan gaya khas yang biasa Langit lakukan bersama anggota bandnya.

"Thanks. Jadi gimana? Ikut enggak?" Langit mengangguk, menyetujui ajakannya setidaknya acara makan-makan itu tidak mengganggu agenda hariannya.

Temannya bersorak gembira seolah memenangkan lotre membuat Langit tertawa melihat reaksi temannya yang menurut dia aneh. Pelajaran pertama setelah itu dimulai membuat Langit dan temannya panas dingin karena hari ini diagendakan akan ulangan sebagian besar sih mendoakan gurunya lupa.

"Lang, lo belajar enggak?" Langit mengangguk dia selalu mempelajari semua materi disaat memang hari itu untuk belajar, yaitu setiap hari selasa dan kamis. Namanya juga belajarnya sudah minggu lalu Langit juga sudah lupa-lupa ingat.

"Gue lupa belajar, semoga Bu Mit enggak inget." Angga, teman sebangku Langit yang memang tidak pernah belajar dan selalu berdoa supaya sekolah libur tiba -tiba.

"Baik, kita ulangan kan ya hari ini?" tanya Bu Mit setelah mereka memberi salam yang dipimpin ketua kelas.

"Enggak Bu, materi kemarin kan belum selesai Bu." Angga unjuk bicara, Bu Mit menatapnya tidak percaya lalu mendekati Sheren yang biasanya memiliki catatan lengkap.

Selama pengecekan itu suasana di sana mencengkram kejadian berikutnya hanya Tuhan yang tau. Raut wajah Bu Mit menunjukan semuanya, akhirnya mereka pasrah tetap melakukan ulangan karena catatan Sheren terlalu lengkap.

"Kalau nyatet enggak usah lengkap-lengkap Sher, bikin otak gue sakit nih." Angga menyeletuk setelah ulangan selesai dan pergantian pelajaran.

"Gue nyatet kan buat belajar. Makanya, belajar." Sheren berseru tidak terima dia mencembikan bibirnya.

"Gue dimarahin mulu sama itu anak, menurut lo ya Lang, salah siapa?" Langit yang awalnya tidak peduli dengan keributan jadi bingung saat ditanya oleh Angga.

"Mungkin, lo?" Angga berdecak mendengar jawaban Langit tidak mendapat dukungan sama sekali, Sheren dan teman satu gengnya yang mendengar langsung tertawa puas.

Langit meringis merasa ada yang salah dari ucapannya karena Angga terlihat kesal dan Sheren terlihat mengejek teman sebangkunya itu.

Ejekan itu sudah berhenti ketika guru mata pelajaran kedua sudah datang, Langit menyimak pembelajaran dengan baik walaupun sesekali diganggu oleh Angga dengan celotehannya yang tidak jelas.

"Lang, ayo ke kantin. Gue mau ngehabisin itu duitnya si Tama. Biar bangkrut." Angga berdiri setelah bel istirahat berbunyi. Menyisir rambutnya biar nanti dia bisa mejeng di kantin menggoda adik kelasnya yang menurut dia cantik.

Langit hanya mengangguk. Satu kelas mengikuti Tama sebagai rajanya dan mereka berebutan untuk menghabiskan uang Tama dengan memesan makanan yang menurut mereka mahal dan mengenyangkan.

"Ayo, kita beli mesin soft drink ini aja sekalian buat di kelas." Lagi-lagi kelakuan Angga membuat satu kelas langsung bersorak menyetujui, Tama yang membayar langsung mengamuk.

"Bayar pakai uang kas, enak aja." Cowok kurus dengan katamata yang bertengger itu langsung memprotes. Kalau uangnya jajannya sebulan  ludes bisa-bisa dia tidur di luar nanti.

Langit tertawa melihat Angga yang mengejek Tama dan secara diam-diam meminta untuk mengeluarkan dua kardus minuman bersoda untuk satu kelas mereka.

"Lang, lo nyanyi gih di kantin selamat ulang tahun gitu. Siapa tau nanti Tama mau beliin mesin soft drink." Langit yang makan nasi dengan tenang langsung diberi gitar yang entah kapan Angga mendapatkannya.

Langit menelan nasi yang masih ada di mulutnya, dia ingin menolak tapi orang yang satu meja dengannya sudah menatapnya dengan penuh harap. Langit akhirnya mencari kunci yang pas untuk memainkan gitarnya dan mulai bernyanyi, satu kantin bersorak gembira bahkan ada yang meminta menyanyikan lagu lain. Tama sih senang walaupun akhirnya dia hanya membelikan dua karton teh botol untuk satu kelas.

"Akhirnya pulang!" Teriakan dan helaan napas lega terdengar keras mereka langsung bergegas mengemas barangnya, Langit sendiri langsung menuju ke perpustakaan. Ruangan ber-AC itu mengeluarkan hawa dingin dan wangi bahkan penjaga yang biasanya berjaga di mejanya itu kosong.

Langit tidak peduli dia mencari tempat duduk yang biasa dia tempati dan menemukan sebuah jaket berwarna biru yang tidak asing, dia pernah melihatnya di suatu tempat.

Langit mengintip ke area penjaga berada tetapi tidak ditemukan makhluk hidup di sana, akhirnya Langit memutuskan untuk menunggu seseorang yang mempunyai jaket itu untuk datang sambil dia juga belajar di sana.

Waktu berlalu dengan cepat, Langit sudah menyelesaikan semua materi yang sekiranya akan di bahas besok. Tetapi, petugas dan pemilik jaket itu tidak datang sama sekali. Ingin meninggalkannya di sana takut nanti ternyata hilang.

Langit membuka timepedianya, aplikasi yang biasa dia gunakan untuk berkomunikasi dengan teman-teman dan penggemar yang suka nongkrong di cafe tempat dia bekerja.

Langit memosting foto tersebut dengan caption "Nemu jaket kayak gini di perpustakaan, kalau ada yang tahu orangnya DM plis." 

Sudah ribuan like yang menyerang tetapi tidak ada satupun yang bilang bahwa itu miliknya. Malah pembicaraan melenceng, banyak yang bilang kalau jaket itu milik pacarnya dan akhirnya go public.

@Sheren_Natalis itu bukannya punya si Bulan ? 

Satu notif yang membuat Langit menemukan secerah harapan, Sheren yang tadi bertengkar dengan Angga mengenal siapa pemilik jaket itu.

@Langit_Akhasa Bulan siapa ? Bisa suruh orangnya DM ? 

@Alianda_Bulan Gue 

Ya, Langit akhirnya menemukan pemiliknya. Notif ponselnya berbunyi lagi kali ini dari DM timepedianya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 1 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Katamu
3024      1149     40     
Romance
Cerita bermula dari seorang cewek Jakarta bernama Fulangi Janya yang begitu ceroboh sehingga sering kali melukai dirinya sendiri tanpa sengaja, sering menumpahkan minuman, sering terjatuh, sering terluka karena kecerobohannya sendiri. Saat itu, tahun 2016 Fulangi Janya secara tidak sengaja menubruk seorang cowok jangkung ketika berada di sebuah restoran di Jakarta sebelum dirinya mengambil beasis...
Yang Terlupa
449      255     4     
Short Story
Saat terbangun dari lelap, yang aku tahu selanjutnya adalah aku telah mati.
Dialektika Sungguh Aku Tidak Butuh Reseptor Cahaya
484      346     4     
Short Story
Romantika kisah putih abu tidak umum namun sarat akan banyak pesan moral, semoga bermanfaat
Musyaffa
138      120     0     
Romance
Ya, nama pemuda itu bernama Argya Musyaffa. Semenjak kecil, ia memiliki cita-cita ingin menjadi seorang manga artist profesional dan ingin mewujudkannya walau profesi yang ditekuninya itu terbilang sangat susah, terbilang dari kata cukup. Ia bekerja paruh waktu menjadi penjaga warnet di sebuah warnet di kotanya. Acap kali diejek oleh keluarganya sendiri namun diam-diam mencoba melamar pekerjaan s...
Titip Salam
3786      1454     15     
Romance
Apa kamu pernah mendapat ucapan titip salam dari temanmu untuk teman lainnya? Kalau pernah, nasibmu hampir sama seperti Javitri. Mahasiswi Jurusan Teknik Elektro yang merasa salah jurusan karena sebenarnya jurusan itu adalah pilihan sang papa. Javitri yang mudah bergaul dengan orang di sekelilingnya, membuat dia sering kerepotan karena mendapat banyak titipan untuk teman kosnya. Masalahnya, m...
TO DO LIST CALON MANTU
1487      681     2     
Romance
Hubungan Seno dan Diadjeng hampir diujung tanduk. Ketika Seno mengajak Diadjeng memasuki jenjang yang lebih serius, Ibu Diadjeng berusaha meminta Seno menuruti prasyarat sebagai calon mantunya. Dengan segala usaha yang Seno miliki, ia berusaha menenuhi prasyarat dari Ibu Diadjeng. Kecuali satu prasyarat yang tidak ia penuhi, melepaskan Diadjeng bersama pria lain.
Asmara Mahawira (Volume 1): Putri yang Terbuang
6085      1214     1     
Romance
A novel from Momoy Tuanku Mahawira, orang yang sangat dingin dan cuek. Padahal, aku ini pelayannya yang sangat setia. Tuanku itu orang yang sangat gemar memanah, termasuk juga memanah hatiku. Di suatu malam, Tuan Mahawira datang ke kamarku ketika mataku sedikit lagi terpejam. "Temani aku tidur malam ini," bisiknya di telingaku. Aku terkejut bukan main. Kenapa Tuan Mahawira meng...
Damn, You!!
2907      1110     13     
Romance
(17/21+) Apa yang tidak dimilikinya? Uang, mobil, apartemen, perusahaan, emas batangan? Hampir semuanya dia miliki kecuali satu, wanita. Apa yang membuatku jatuh cinta kepadanya? Arogansinya, sikap dinginnya, atau pesonanya dalam memikat wanita? Semuanya hampir membuatku jatuh cinta, tetapi alasan yang sebenarnya adalah, karena kelemahannya. Damn, you!! I see you see me ... everytime...
Mr. Invisible
765      400     0     
Romance
Adrian Sulaiman tahu bagaimana rasanya menjadi bayangan dalam keramaiandi kantor, di rumah, ia hanya diam, tersembunyi di balik sunyi yang panjang. Tapi di dalam dirinya, ada pertanyaan yang terus bergema: Apakah suaraku layak didengar? Saat ia terlibat dalam kampanye Your Voice Matters, ironi hidupnya mulai terbuka. Bersama Mira, cahaya yang berani dan jujur, Rian perlahan belajar bahwa suara...
Monologue
523      353     1     
Romance
Anka dibuat kesal, hingga nyaris menyesal. Editor genre misteri-thriller dengan pengalaman lebih dari tiga tahun itu, tiba-tiba dipaksa menyunting genre yang paling ia hindari: romance remaja. Bukan hanya genre yang menjijikkan baginya, tapi juga kabar hilangnya editor sebelumnya. Tanpa alasan. Tanpa jejak. Lalu datanglah naskah dari genre menjijikkan itu, dengan nama penulis yang bahkan...