Read More >>"> Gino The Magic Box (Bab 2: Gino Accepted) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Gino The Magic Box
MENU
About Us  

"AAARGH..!!" pekik Gino kesakitan saat moncongnya ditarik paksa oleh Rangga.

Rangga terbelalak, melompat mundur.

"ADUH SAKIT TAHU!" raungnya."NGAPAIN KAMU MEMBUKA MONCONGKU KAYAK BEGITU?!"

"Ma-maaf!" ucap Rangga.

"Huh? Dasar enggak sopan!"

"Anu, kenapa kamu bisa sampai ke sini? Bukannya kamu adalah kotak?" tanya Rangga pelan.

"Senjata kotak?! Aku? Di sini kamu bilang? Hooh, tanyakan saja pada gadis kecil yang membawaku sampai ke sini."

"Gadis kecil?"

"Ada apa sih, Bang, ribut-ribut?" Ayu melenggang masuk ke kamar."Ada apa Tuan Gino?"

"Tuan Gino?" Rangga terlihat bingung. Bergantian menatap kotak itu dengan teliti. Betapa kagetnya dirinya mengetahui jika kotak lusuh ini adalah sebuah senjata sihir paling kuat!

"Ay, ini sungguhan, kan?"

"Iya, Bang. Kenapa?"

"Kamu tahu dia?" Rangga memastikan.

"Tahu. Dia Tuan Gino, kan?"

Rangga menghela napas pelan. Memperbaiki letak kacamatanya."Ay, Abang tahu sebenarnya asal usul kotak ini sebenarnya," ungkapnya.

"Kotak kamu bilang?! Enak saja saya dibilang kotak!"

"Memang kamu kotak," Rangga merasa tak bersalah.

"Panggil saya Tuan Gino! TUAN GINO!"

Rangga tak memperdulikan."Kotak ini," dia melanjutkan,"sebenarnya adalah sejata sihir paling ditakuti pada zamannya."

"Pada zamannya?" kata Ayu mulai tertarik. Menyambar Gino yang marah-marah tidak terima. Mendengarkan.

"Ya. Dulu sebelum kita lahir, pada zaman leluhur kita, terutamanya, dulu ada penyihir yang dijuluki penyihir agung. Penyihir itu sangat disegani. Beliau enggak pernah diskriminasi antara penyihir murni maupun yang keturunan."

"Dengan manusia?"

"Dengan Manusia pun dia sangat loyal," lanjut Rangga."Beliau juga membuat semacam senjata sihir. Senjata sihir itu berbagai macam segala jenis bentuk. Hingga disimpannya di sebuah kotak yang dapat menampung senjata-senjata itu. Nah, kotak itu sekarang berada di tanganmu."

Ayu menatap Gino lekat.

"Terus?"

"Sebenarnya kotak yang kamu bawa itu sudah enggak boleh dipergunakan atau istilahnya barang ilegal. Tapi, kabarnya sempat menghilang dimuka bumi."

"Lalu ke mana pemilik Tuan Gino yang sebenarnya?"

"Kalau soal itu, sang penyihir agung sudah tiada cukup lama karena sebuah penelitian yang mengakibatkan beliau meninggal. Beliaulah yang membuat tiga sejata sihir yang terkenal Nova (senjata sihir tingkat atas), Nebula (senjata tingkat menengah) dan Stella (senjata tingkat terakhir). Nah, Ay, kamu harus menjaga kotak ini dari siapa pun yang ingin mengambilnya. Bisa bahaya. Karena termasuk langka dan dilindungi."

Ayu mengangguk.

"Jangan panggil saya kotak!" seru Gino tidak terima.

"Iya, iya. Ayo, Tuan Gino. Kita tidur. Oh, ya, Bang. Selamat malam," ucap Ayu, menghampiri kasurnya.

Rangga beranjak dari kamar. Menutup pintu. Ayu menepuk tangan dua kali. Lampu kamarnya otomatis mati dengan sendirinya. Gino di sebelahnya tidur di bantal satunya.

**


Keesokan harinya, pagi menyapa. Mentari menyinari kamarnya yang tertutup gorden berwarna putih. Ia terbangun. Menyibakkan selimut. Melihat Gino yang masih tertidur pulas. Beranjak keluar dari kamar. Hari ini libur dan seperti pada umumnya mahasiswi melakukan aktivitasnya—menyelesaikan skripsi. Menuruni tangga. Terdengar dari dapur, suara seperti memanggang sesuatu. Rangga, setiap pagi akan berangkat menuju kampus, menyiapkan sarapan utuk mereka berdua. Hari ini dan sebelumnya, dia akan membuat sarapan sederhana; roti panggang dan telur mata sapi yang benar-benar matang.

"Abang?"

"Sudah bangun?" tanya Rangga, meletakkan telur mata sapi yang sudah matang ke piring masing-masing."Ayo, sarapan dulu."

Ayu menurut. Menggeser kursi, ikut sarapan.

"Kamu ke kampus hari ini?"

"Enggak. Aku free." Mengolesi roti dengan selai cokelat yang ada di depannya.

"Ya, sudah. Kamu jaga rumah, ya, selama Abang enggak ada. Nanti mau nitip apa?"

"Terserah Abang saja," kata Ayu, memotong roti dengan pisau kecil."Katanya di Kampus Extreme, dibuka jurusan baru?"

"Benar. Tapi enggak tahu pastinya. Karena belum ada dosen yang mengajarinya di situ," jawab Rangga.

"Apa sudah ada dosen yang mengisi jurusan itu?"

"Belum ada. Makanya kamu coba bantu buat nyari dosen untuk mengisinya," pintanya."Ini demi kita, kampus peninggalan keluarga kita."

"Aku tahu." Ayu melahap rotinya.

Seusai sarapan, Rangga segera bergegas dan berpamitan kepada Ayu. Rangga berkata, sisa roti panggang itu untuk Gino. Setelah mobil merah melayang melesat meninggalkan rumah. Dengan sihirnya membereskan piring, gelas, sendok serta pisau ke westafel. Mencuci dengan sendirinya. Ia beranjak menaiki tangga, memutuskan untuk membangunkan Gino yang masih terlelap dalam alam mimpi di kamar namun kotak sihir itu sudah bangun seraya menguap.

"Hoaam!"

"Sudah bangun Tuan?"

"Hm? Oh kamu."

"Ayo, turun ke bawah. Tuan kan belum sarapan. Abang bikin roti panggang sama telur mata sapi lho buat Tuan."

"Ya."

Mereka menuruni tangga menuju dapur.

"Mana bocah itu?"

"Abang lagi ke kampus."

"Kampus? Apa itu kampus?" Gino tampak ingin tahu.

"Kampus itu semacam tempat sarana untuk belajar. Semacam gedung sekolah. Tapi lebih besar dan luas lagi," jelas Ayu."Tuan Gino kepingin ke sana? Besok saja ya ke sana. Saya lagi free hari ini."

"Seperti apakah kampus itu? Apa seperti tempat rahasia?"

"Bukan. Seperti bangunan bertingkat. Nah," menjentikkan jemari. Sontak piring yang di atasnya ada roti panggang dan telur mata sapi melayang menghmpiri meja beserta air putih di dalam gelas.

Gino menatap makanan itu.

"Makanan apa ini?"

"Ini namanya roti."

"Kenapa gosong seperti ini?" Gino menatap roti itu sinis."Seperti menghinaku."

"Hahaha. Memang sengaja dipanggang. Dan ini, coba makanlah."

Gino masih menatapnya. Mencoba melayangkan dua makanan itu. Memang dia kotak sihir. Jangan dilihat dari bentuknya yang kotak dan buram karena berumur ribuan tahun. Melainkan dia juga bisa sihir layaknya penyihir. Dua makanan itu langsung disantap dengan sekali santap.

"Hmm..."

"Bagaimana?"

"Enak."

Ayu tersenyum.

"Oh ya, Tuan Gino. Katanya Tuan berjanji ingin mengajariku senjata sihir..."

"Mengajari, ya? Memang kamu mau kuajari kapan?" Gino meminum air.

"Katanya sekarang."

Gino melayang meletakkan gelas ke meja."Baiklah. Saya akan mengajarimu senjata sihir. Kita akan melakukannya di tempat yang aman."

"Benarkah?" Ayu bersemangat."Kita latihan di taman saja. Di sana enggak ada siapa-siapa," ajaknya.

Mereka beranjak menuju taman. Ayu yang belum dalam keadaan mandi, tak memedulikannya. Di taman itu hanya ada robot pencabut rumput dan robot penyiram tanaman. Di taman itu di tanami bunga-bunga milik almarhum keluarganya—lebih tepatnya sang ibu. Di sana leluasa mereka latihan.

"Kita dimulai dari mana dulu?" tanya Ayu.

"Kita mulai dari pengontrolan sihir. Pengontrolan sihirmu. Kalau sihirmu terkontrol dengan sempurna, kamu pasti bisa menggunakan senjata
sihir."

"Yosh!"

"Ayo, tutup matamu. Pusatkan pikiran dan sihirmu. Maka akan saling terhubung," perintah Gino.

Ayu mencoba menutup kedua mata. Memusatkan pikiran dan sihirnya agar terpusatkan. Di dalam tubuhnya, ada energi sihir kecil. Lama-lama menjadi besar.

Anak ini cepat berkembang, batin Gino.

Namun bukannya menjadi satu dan besar. Tiba-tiba energi sihirnya menjadi ciut karena tidak fokus.

"Ah!"

"Kenapa berhenti?"

"Sa-saya..." di dahinya turun keringat. Ia kelelahan. Napasnya terengah-engah."Su-susah..."

"Memang susah. Memfokuskan pikiran dan energi sihir menjadi satu itu susah, Gadis Kecil. Kamu harus terus fokus dan jangan sampai fokusmu tercerai berai. Nanti energi sihirmu buyar," kata Gino.

Ayu terjatuh. Sudah mulai, ia kelelahan."Sa-saya enggak bisa..."

"Gadis Kecil, kalau kamu ingin memfokuskan pikiran dan energi sihirmu secara bersamaan. Pikirkan satu hal dan itu yang membuatmu fokus dan tidak teralihkan," kata Gino lagi.

Ayu terdiam.

Pikirkan satu hal dan itu yang membuatmu fokus dan tidak teralihkan? Batinnya.

"Apa itu?" gumamnya.
"Jangan-jangan..."

Gino heran.

"Ayu?"

"Aku tahu! Pasti itu! Buku!"

"Buku?"

"Kadang kalau lagi membaca, dan buku dicerita itu menarik, aku biasanya keterusan!" kata Ayu, berdiri lagi. Mencoba menutup kedua mata. Mefokuskan pikiran dan energi sihir menjadi terpusat secara bersamaan. Membayangkan ia sedang membaca buku favoritnya dan saat membaca buku itu ia tidak teralihkan. Energi sihir yang ada di dalam tubuhnya kembali muncul dan lama-lama terkumpul menjadi besar.

Gino tersadar dan tersenyum.

"Oh, bagus. Dia melakukannya," katanya.

Energi sihir akhirnya terkumpul. Ayu mati-matian berusaha menahannya. Ia membuka kedua mata kembali. Napasnya terengah-engah. Keringat bercucuran di dahinya.

"Bagus! Kalau sudah, saya ajarkan penggunaan senjata sihir secara langsung. Jika tubuhmu itu masih sanggup."

"Sa-saya masih sanggup!"

Gino langsung mengajarinya senjata sihir dengan cara memanggil di dalam tubuhnya. Ayu awalnya kaget, namun mulai terbiasa. Sekarang ia mengerti kenapa pemuda misterius itu memberikan Gino untuknya. Setengah jalan Ayu berhasil menguasai satu senjata sihir saja. Hingga tidak terasa hari menjelang siang dan perutnya keroncongan. Ayu terjatuh berbaring.

"Huwaa! Capeknya!"

"Bagaimana rasanya mengendalikan senjata sihir?"

"Menyenangkan, sih. Tapi capek
juga..."

"Itulah kenapa kamu harus belajar. Padahal itu masih senjata tingkat rendah."

"Maksud Tuan Gino, Stella?"

"Betul sekali. Biar penggunaan senjata tingkat rendah, kamu masih kecapekan dalam menggunakannya. Kalau kamu sudah terbiasa, pasti kamu bisa menggunakan Nebulla dan Nova."

Ayu bangun. Rumput di taman itu tersibak terkena angin serta rambut panjang sebahunya.

"Apa saya bisa ya menguasai sampai tiga tingkatan? Satu saja sudah kewalahan..." menatap ke dua tangannya.

"Bisa! Kalau kamu sering latihan menggunakannya."

"Abang saja bisa menggunakan senjata sihir selama sebulan... Hebat, bukan? Padahal senjata itu terlebih Nova..."

"Woow, hebat betul bocah itu!" puji Gino.

"Ya, abang memang terkenal pintar dan lihai dalam menggunakan senjata sihir. Apalagi itu yang membuat keluarga saya bangga terhadapnya. Malahan, menjadi orang terpercaya dan mewariskannya kampus dan pemilik sekolah serta rumah ini." Wajah Ayu seketika sedih memgingatnya.

Gino menatapnya iba. Jelas dia sudah diterima, semakin mengerti apa yang dialami gadis ini. Seorang gadis yang ingin menjadi penyihir, namun sebagai penyihir yang gagal.

"Enggak. Kamu pasti bisa, kok, Gadis Kecil. Kamu pasti bisa melampaui abangmu. Saya yakin, kamu pasti bisa menggunakan senjata sihir
lebih cepat," katanya menghibur.

"Ya..."

Di kampus yang besar nan megah, berbondong-bondong para mahasiswa dan mahasiswi di dalamnya. Semua para calon penyihir berkumpul.

"Bagaimana Rektor Rangga? Apakah sudah ada yang menjadi calon untuk jurusan baru kita?" tanya Nia, dosen jurusan Keuangan Sihir. Nia, wanita berumur hampir menginjak 30 tahun itu adalah termasuk orang kepercayaan Rangga. Di mana saat Rangga diangkat menjadi rektor, menggantikan sang ibu yang meninggal karena kecelakaan.

"Belum."

"Belum? Apakah Anda sudah menyebarkan pamflet?"

"Kalau itu sudah saya lakukan. Tapi belum ada satupun yang tertarik," kata Rangga.

"Kalau dua hari ini tidak ada satupun yang melamar, terpaksa jurusan baru itu ditutup. Lagian, jurusan di kampus ini juga termasuk banyak." Berbalik keluar."Saya undur diri dulu."

Pintu tertutup rapat.

Rangga di meja kerjanya tampak berpikir. Bagaimana caranya agar dapat pelamar untuk dosen baru. Padahal, jurusan baru itu telah lama dibuka. Banyak calon mahasiswi yang kebanyakan mengambil jurusan itu tapi belum ada satupun calon yang melamar untuk mendapatkan dosen baru. Dia menghela napas."Apakah Ayu sudah menyebarkan info lowongan pekerjaan yang aku perintahkan?"

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Di Hari Itu
418      295     0     
Short Story
Mengenang kisah di hari itu.
Dessert
867      443     2     
Romance
Bagi Daisy perselingkuhan adalah kesalahan mutlak tak termaafkan. Dia mengutuk siapapun yang melakukannya. Termasuk jika kekasihnya Rama melakukan penghianatan. Namun dia tidak pernah menyadari bahwa sang editor yang lugas dan pandai berteman justru berpotensi merusak hubungannya. Bagaimana jika sebuah penghianatan tanpa Daisy sadari sedang dia lakukan. Apakah hubungannya dengan Rama akan terus b...
My Halloween Girl
994      527     4     
Short Story
Tubuh Kevan bergetar hebat. Ia frustasi dan menangis sejadi-jadinya. Ia ingat akan semalam. Mimpi gila itu membuatnya menggila. Mimpi itu yang mengantarkan Kevan pada penyesalan. Ia bertemu dengan Keisya dimimpi itu. “Kev, kau tahu? Cintaku sama besarnya denganmu. Dan aku tak akan membencimu,”. Itu adalah kata-kata terakhir Keisya dimimpinya. Keisya tak marah dengannya. Tak membencinya. Da...
Gray November
2380      914     16     
Romance
Dorothea dan Marjorie tidak pernah menyangka status 'teman sekadar kenal' saat mereka berada di SMA berubah seratus delapan puluh derajat di masa sekarang. Keduanya kini menjadi pelatih tari di suatu sanggar yang sama. Marjorie, perempuan yang menolak pengakuan sahabatnya di SMA, Joshua, sedangkan Dorothea adalah perempuan yang langsung menerima Joshua sebagai kekasih saat acara kelulusan berlang...
Surat Terakhir untuk Kapten
541      387     2     
Short Story
Kapten...sebelum tanganku berhenti menulis, sebelum mataku berhenti membayangkan ekspresi wajahmu yang datar dan sebelum napasku berhenti, ada hal yang ingin kusampaikan padamu. Kuharap semua pesanku bisa tersampaikan padamu.
Between the Flowers
450      245     1     
Romance
Mentari memilih untuk berhenti dari pekerjaanya sebagai sekretaris saat seniornya, Jingga, begitu menekannya dalam setiap pekerjaan. Mentari menyukai bunga maka ia membuka toko bersama sepupunya, Indri. Dengan menjalani hal yang ia suka, hidup Mentari menjadi lebih berwarna. Namun, semua berubah seperti bunga layu saat Bintang datang. Pria yang membuka toko roti di sebelah toko Mentari sangat me...
KataKu Dalam Hati Season 1
3521      1057     0     
Romance
Terkadang dalam hidup memang tidak dapat di prediksi, bahkan perasaan yang begitu nyata. Bagaikan permainan yang hanya dilakukan untuk kesenangan sesaat dan berakhir dengan tidak bisa melupakan semua itu pada satu pihak. Namun entah mengapa dalam hal permainan ini aku merasa benar-benar kalah telak dengan keadaan, bahkan aku menyimpannya secara diam-diam dan berakhir dengan aku sendirian, berjuan...
Mendadak Pacar
7805      1547     1     
Romance
Rio adalah seorang pelajar yang jatuh cinta pada teman sekelasnya, Rena. Suatu hari, suatu peristiwa mengubah jalannya hari-hari Rio di tahun terakhirnya sebagai siswa SMA
Bulan di Musim Kemarau
344      234     0     
Short Story
Luna, gadis yang dua minggu lalu aku temui, tiba-tiba tidak terlihat lagi. Gadis yang sudah dua minggu menjadi teman berbagi cerita di malam hari itu lenyap.
Mr.Cool I Love You
80      69     0     
Romance
Andita harus terjebak bersama lelaki dingin yang sangat cuek. Sumpah serapah untuk tidak mencintai Andrean telah berbalik merubah dirinya. Andita harus mencintai lelaki bernama Andrean dan terjebak dalam cinta persahabatan. Namun, Andita harus tersiksa dengan Andrean karena lelaki dingin tersebut berbeda dari lelaki kebanyakan. Akankah Andita bisa menaklukan hati Andrean?