Read More >>"> Gino The Magic Box (Bab 3: New Lecture (1)) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Gino The Magic Box
MENU
About Us  

Di rumah yang besar dan sama mewahnya, tampak seorang pria berumur 44 tahun itu tampak sibuk meresparasi robot langganannya di ruang kerjanya dibantu dengan robot asisten mini yang mengambilkan peralatan yang dibutuhkan layaknya asisten. Di balik kacamata pelindungnya, menyeka keringat yang bercucuran di dahinya.

"Selesai," katanya.

"Abang," panggil seorang pemuda hitam manis masuk ke dalam ruangan yang dipenuhi robot-robot buatannya. Pria itu memang terkenal jenius-apalagi dalam membuat inovasi berbagai macam robot. Dia pernah bekerja di sebuah perusahaan pembuat robot di kotanya, namun dirinya memutuskan untuk hengkang dan membuat robot maupun resparasi sendiri dan mewarisi ruangan kerja keluarganya.

"Masuk saja."

"Ayo, makan, Bang. Sudah siap, tuh," kata sang adik. Adik nomor dua—adik angkatnya.

"Iya," jawabnya segera membereskan peralatannya, meletakkannya di tempat semula. Dia beranjak keluar. Menghampiri adiknya."Mana Virgo?"

"Bang Virgo sama Yan-Yan sudah di ruang makan," ucap VITTO."Abang bikin robot lagi?"

"Enggak. Resparasi punya pelanggan," kata Iyan.

Mereka menuju ruang makan. Di sana pemuda berambut cokelat itu sudah melahap makanannya duluan.

"Kamu enggak ke kampus?" tanyanya.

"Libur," jawab Virgo.

Mereka makan bersama. Biar sudah menjelang makan siang. Makanan siang ini hanyalah sederhana. Sop dan ayam goreng. Itupun yang memasak adalah Virgo. Di sela santapannya, Virgo membuka handpone-nya. Di salah satu status di WhatssAp, dia melihat status milik Rangga, sang rektor sekaligus pemilik kampus berserta asetnya.

Lowongan Pekerjaan

Kriteria:
-Pekerjaan dosen. Dosen Jurusan baru Teksini Robot
-Usia maksimal 25-30 lebih
-Pandai bercakap dan ramah
-Tepat waktu
-Alih dalam bidang tersebut
-Lampirkan CV

"Lowongan pekerjaan?"

"Apanya yang lowongan pekerjaan?" kata Iyan.

Virgo memperlihatkan status tersebut kepada abangnya.

"Jurusan baru teknisi robot?"

"Iya. Bukannya Abang pintar bikin sama betulin robot?"

"Terima saja, Bang. Abang kan ahli dalam bidang itu. Terlebih soal menjadi pengajar?"

Iyan terdiam.

"Terima saja. Siapa tahu cocok," timpal VITTO mengaduk sayur dicampur nasi."Iya, kan, Yan-Yan?"

Robot mungil bulat dengan mata biru menyala.

"Yan-Yan setuju!" seru Yan-Yan memakan biskuit cokelat Good Time.

"Kalau Abang mau, biar aku kasih tahu Rang—eh, Rektor Rangga, deh. Lumayan. Katanya jurusan itu banyak yang minat. Terlebih didominasi cewek-cewek."

"Benar, tuh lowongannya? Jangan-jangan salah," Iyan mencoba memastikan. Meraih ayam goreng, diletakkan di piring.

"Beneran! Buktinya Rektor Rangga bikin lowongan kerja. Abang mau enggak?"

Iyan tampak berpikir.

"Bolehlah. Kapan?"

"Nanti aku kirimi. Biar ku-chat nanti Rektor Rangga."

Mereka selesai makan siang. Virgo langsung menge-chat Rangga lamgsung.

Virgo Emo Core:

Selamat Siang Rektor Rangga, saya Virgo, memberitahukan bahwa ada seseorang pelamar yang akan melamarkan diri menjadi dosen baru di jurusan baru di Kampus Extreme.

Ting!

Pesan tersebut dikirim.

Ting!

Ada pesan masuk di WhatssAp-nya. Membuka dan membacanya.

"Hah? Ada yang melamarkan diri?" kata Rangga kaget begitu membaca chat. Dia segera membalasnya.

Rangga Extreme:

Baiklah, Tuan Virgo. Sesuai persyaratan. Saya kirimkan lowongan itu kepada Anda. Maaf, kira-kira siapa calon pelamarnya?

Pesannya terkirim.

Ting!

Virgo cepat membukanya. Membalasnya.

Virgo Emo Core:

Besok orangnya akan datang ke kampus.

Ting!

Pesannya dikirimkannya.

Rangga merasakan lega seketika. Jurusan baru di kampusnya sudah mendapatkan calon pelamar baru. Dan otomatis jurusan baru akan segera dibuka.

"Bagaimana?" Iyan memastikan lagi.

"Jadi, Bang."

"Jadi? Apa maksudnya?"

"Abang jadi melamar di situ," ucap Virgo tidak punya dosa.

"Apa kamu bilang?!"

"Bukannya Abang mau jadi melamar?" kata VITTO, bingung.

"Jangan ditentukan dong! Aku cuma tanya tadi! Makanya kamu kusuruh menanyakan! Bukan langsung melamar!" geram Iyan membuat Yan-Yan terkejut dengan mata terbelalak sampai biskuit cokelatnya terjatuh di meja.

Virgo meringis.

"Kamu enggak mendengarkanku, ya?"
"Sudah, sudah, Bang..."

"Aku bukannya melamar, tapi cuma menanyakan saja. Eh, ini tambah..."

"Aduh, Bang, jangan marah. Tapi Abang sudah kusuruh besok ke sana. Tanya langsung ke Rektor Rangga..."

"Terserahlah!" Iyan berdiri beranjak dari kursi kembali ke ruangannya.

Kedua adik dan robotnya saling pandang.

"Abang marah, tuh. Bang Virgo, sih."

"Ya, aku minta maaf," kata Virgo merasa bersalah."Biar aku bereskan di meja ini. Kamu kembalilah mengerjakan pekerjaanmu. Yan-Yan, tolong bersihin mejanya," pintanya pada Yan-Yan.

"Baik, Tuan Virgo," Yan-Yan segera meraih serbet bersih, membersihkan meja seperti yang disuruh Virgo. Virgo mencuci piring dan gelas kotor di westafel.

"Iya, Bang." VITTO beranjak dari ruang makan menaiki tangga, menuju kamarnya.

Virgo berpikir. Semoga saja Rangga mengirimkan daftar lowongan pekerjaan itu padanya. Dia tahu, abangnya itu terkenal jenius dalam bidangnya. Kembali pada Rangga, dia mengirimkan daftar lowongan pekerjaan itu pada Virgo. Virgo, notabe bekerja sebagai pengajar muda. Dia dan Virgo adalah teman lama di kampusnya dulu. Siang dengan cepat berubah menjadi merah-orange. Aktivitas di kampus masih sama saja. Para pengajar pun bergantian dalam mengajar-shift sore. Dia bergegas membereskan barang-barangnya, keluar dari ruangannya. Berpapasan dengan salah satu dosen yang kebetulan selesai mengajar.

"Rektor Rangga," sapa dosen wanita itu ramah.

"Baru mau pulang, Bu?"

"Iya, Rektor. Anda juga mau pulang?"

Mereka berpisah. Rangga melangkah menuju kantin. Karena dirinya belum mengisi perutnya. Soal pelamar tadi sempat menyitanya. Di kantin besar itu, sebagian mahasiswa maupun mahasiswi tampak menunggu jam pelajaran tiba. Semua di sana menunduk hormat bahkan ada yang menyapa.

"Selamat Sore Rektor Rangga," sapa mereka.

"Selamat Sore," jawab Rangga ramah. Menghampiri salah satu stan yabg menjual makanan. Memesan nasi bungkus tiga untuk di rumah. Hari ini biarlah sang adik libur untuk memasak. Sembari menunggu, dia duduk di salah satu kursi. Ada notifikasi masuk dari handpone-nya.

Ting!

Tangannya merogoh saku celana. Memerlihatkan benda itu. Benar. Ada satu notifikasi. Dia pun membuka dan membacanya. Dari Virgo.

Virgo Emo Core

Terima kasih.

Tidak membalas, hanya membacanya. Memasukkan kembali handpone-nya, menatap sekeliling. Satu dosen menuju kantin, mengetahui Rangga duduk sendiri, dia bergabung.

"Rektor Rangga, kenapa masih ada di sini?" tanyanya.

"Beli makanan, Pak."

Dosen itu menggeser kursi, ikut duduk di sampingnya."Rektor Rangga, boleh saya bertanya?"

"Iya. Boleh."

"Ini masalah tentang Ayu Extreme, adik Anda."

"Kenapa dengannya?"

"Begini, beberapa hari sebelumnya, skripsinya salah. Lalu saya memutuskan untuk membetulkannya kembali. Bukan soal itu saja, soal dia apakah bisa menggunakan senjata sihir sebagai kriteria kelulusannya nanti. Bila saya lihat, dia mengalami penurunan. Terlebih dalam memperaktikkan senjata sihir... Saya rasa, kalau dia tidak latihan, dia bakalan tidak lulus..."

"Saya tahu," kata Rangga."Dia memang payah dalam menggunakan senjata sihir. Saya yakin, dia bisa lulus."

"Tapi, kenapa Anda begitu yakin? Apakah dia sengaja melakukan penyogok—"

"Penyogok? Penyogokkan Anda bilang? Enggak! Saya enggak pernah melakukannya terhadap adik saya! Saya yakin, dengan kemampuannya dia bisa lulus!" Rangga tidak terima."Sekali lagi Anda mengatakan hal itu, lihat saja! Oh, dosen pembimbingnya Anda Pak Aiden?"

Aiden, dosen dalam mengajar Desain Sihir, hanya diam. Dia tahu bila rektor muda di sampingnya akan tersulut emosi bila membicarakan adiknya.

"Jangan terlalu jahat padanya. Apalagi terhadap mahasiswa dan mahasiswi lainnya. Bukan Ayu saja yang mengadu tetapi banyak mahasiswi yang mengadu karena sifat Anda."

"Ba-baik." Aiden takut-takut.

Beberapa menunggu, pesanan yang dia pesan selesai. Rangga berdiri, membayar dua nasi bungkus. Beranjak,"Selamat Sore, Pak Aiden," pamitnya melangkah menuju luar kantin hingga menjadikannya tatapan mata di sana.

"Baru pertama ini aku melihat Rektor Rangga semarah itu," bisik satu mahasiswi di meja seberang.

"Benar. Apalagi menegur Pak Aiden. Aku pernah mendengar bahwa jurusan Desain Sihir dosennya terkenal jahat. Apalagi terhadap mahasiswi," bisik temannya.

Rangga melangkah menuju area parkir kampus. Menuju mobil merah melayang-nya. Pintu terbuka otomatis, dia masuk seraya menyalakannya, melesat keluar dari area parkir kampus. Di rumah, Ayu merebahkan diri sehabis mandi. Sesuai perintah sang abang, ia akan meng-upload daftar lowongan pekerjaan di WhatssAp, tidak jadi karena Gino memanggilnya."Ayu," panggilnya.

"Ya, Tuan Gino?"

"Besok kita latihan menggunakan senjata sihir," ucap Gino.

"Latihan lagi?" Ayu tidak percaya.

"Iya."

"Eem, sampai kapan saya bisa menggunakan senjata sihir?"

"Tergantung. Kalau kamu bisa menguasainya sampai tiga bulan. Itu sih yang cepat..."

"Kalau enggak sampai tiga bulan bagaimana?"

"Sampai dua tahun kalau itu belum bisa," ucap Gino lagi.

"Hah?!"

"Kan sudah saya bilang, tergantung penggunaan dan pengontrolan sihir."

"Apa aku sanggup, ya?" kata Ayu langsung pesimis.

"Hee, jangan pesimis dulu! Makanya, kamu harus sering latihan dan itu adalah kuncinya."

"Kalau misalkan saya bisa menguasai sampai tiga tahun bahkan lebih, bagaimana? Saya mungkin enggak bakalan lulus..."

"Lulus! Saya yakin!" Gino tampak yakin."Enggak ada salahnya latihan. Bahkan latihan setiap hari sampai kamu bosan."

Mendengar penuturan Gino, Ayu tampak tidak senang. Hingga setengah jam kemudian, dari luar, terdengar deru mesin mobil. Beranjak, melihatnya. Ternyata deru mobil itu adalah mobil dari abangnya. Abang telah pulang. Mobil melayang memasuki garasi.

"Abang sudah pulang," katanya, diikuti Gino.

Pintu terbuka otomatis, Rangga turun. Di tangannya membawa kantong plastik. Menghampiri mereka."Nih, buat makan malam. Abang beli tadi di kantin. Kamu enggak usah masak." Memberikan kantong plastik ke adiknya.

Ayu menerimanya.

Mereka masuk ke dalam rumah.

"Bagaimana soal dosen baru itu, Bang?"

"Maksud kamu, calon pelamar?" kata Rangga."Kata Virgo, sudah ada."

Kata Virgo?

"Oh, ya? Siapa orangnya?"

"Belum tahu. Pasti orangnya akan datang sendiri ke kampus. Soal membagikan lowongan perkerjaannya kamu tunda. Enggak jadi. Belum kamu bagikan, kan?"

"Belum."

"Bagus. Abang mau mandi dulu. Enggak ada masalahkan di rumah? Soal Pak Aiden, sudah Abang tegur."

"Abang tegur?"

"Abang tegur karena beliau membicarakanmu."

"Membicarakanku untuk apa?"

Rangga tidak menjawab. Beranjak menuju kamar mandi.

"Abang enggak mau bicara," kata Ayu kecewa.

"Mungkin saja dia enggak mau membicarakanmu," jawab Gino.

Langit merah bercampur oranye berubah seketika menjadi hitam, dan berubah lagi menjadi biru laut yang indah dengan udara segar. Angin berembus sejuk menerpa rambut Ayu yang dikuncir kuda. Sebelum latihan di mulai, ia menunggu abangnya beranjak ke kampus. Usai abangnya pergi, Gino mengajaknya untuk latihan kembali. Mereka berdua berjalan ke taman belakang. Tanpa diketahui siapapun.

"Jangan bilang sama abang ya Tuan Gino," ucap Ayu.

"Untuk apa jangan bilang ke bocah itu?" Gino sembari bersendawa karena habis sarapan dengan sup jagung dan ayam pedas buatan Rangga. Jujur masakan Rangga tergolong enak.

"Kalau saya latihan menggunakan senjata sihir."

"Baiklah. Sekarang, tutup kedua matamu seperti kemarin, pusatkan energi sihir dan pikiranmu secara bersamaan," pinta Gino.

Ayu menurut. Seperti kemarin, menutup kedua matanya, memusatkan energi sihir dan pikiran secara bersamaan.

Aku harus kuat, batinnya.

"Teruskan. Sampai keduanya terkontrol."

Sedikit demi sedikit energi sihir di dalam tubuh Ayu berkumpul meja satu. Pikirannya sudah terpusatkan. Gino dengan cepat membuka moncongnya lebar, mengeluarkan senjata-senjata tingkatan kedua-Nebulla. Senjata sihir itu berbentuk seperti tombak, ujungnya pegangannya berwarna biru tua, ujung pisaunya membentuk segitiga tajam-setajam pisau. Ayu segera meraih senjata itu, menggenggamnya erat lalu mencoba memutarnya seperti Valkyrie.

"Bagus!" Gino takjub.

Setelah mencoba memutarnya, tombak itu ditancapkan ke rumput. Menghilang dengan sendirinya. Napasnya tersengal. Keringat turun dari dahinya.

"Kamu baik-baik saja?"

"A-aku baik-baik saja..."

"Kalau kamu capek, kita sudahi dulu latihannya. Besok kita lanjutkan kembali," kata Gino.

"Enggak, saya masih sanggup!" Ayu berdiri."Saya lakukan lagi!"

Gino mau tak mau menuruti keinginannya. Mereka melanjutkan latihan. Ayu kembali mengontrol energi sihirnya. Mencoba kembali menggunakan senjata sihir tingkat pertama—Nova. Gino membuka mulutnya lebar-keluar senjata pedang mirip pedang Katakana. Tanpa sadar pagi yang segar berubah cepat menjadi siang. Siang kali ini bukan siang panas, siang dengan terik sinar matahari yang memancarkan kehangatan. Ayu yang sudah diambang kelelahan memutuskan untuk beristirahat. Mereka kembali ke dalam rumah. Keringat masih mengucur deras di dahinya. Ia mengusapnya dengan telapak tangan. Mereka menuju dapur. Gino dengan sihirnya sigap meraih gelas serta menuangkan air ke dalamnya, dengan sekali melayang gelas itu melayang ke hadapan Ayu. Ayu meraihnya, meneguknya pelan.

**

Mobil melayang hitam ngejreng melesat melewati jalan. Berbelok ke salah satu jalan menuju kawasan kampus. Bangunan berlantai enam tampak terlihat dari kejauhan. Mulai terlihat kemegahannya dari dekat. Pagar besar yang menjulang tinggi terbuka lebar. Mobil diarahkannya masuk. Melesat melewati taman menuju area parkir. Tepat berhenti di area parkir khusus mobil melayang area parkir 1. Di kampus itu tersedia area parkir 4.

Pintu terbuka otomatis, turun seraya mencangklong tas. Berjalan ke arah kantor. Namun langkahnya terhenti saat dia mulai kebingungan, mencoba bertanya kepada salah satu mahasiswi yang akan memasuki jam pelajaran.

"Permisi, kantor Rektor Rangga Extreme di sebelah mana, ya?" tanya Iyan sopan.

"Oh, kantor Rektor, Pak?" katanya."Anda melewati lorong yang di sebelah sana," tunjuknya ke salah satu lorong. Iyan menatap lorong yang dimaksud."Terus saja, belok kiri. Nanti ada ruangan bertuliskan "Kantor Rektor"."

"Terima kasih, ya, Nona."

"Sama-sama."

Iyan beranjak menuju lorong. Menelusuri lorong, berbelok ke kiri. Ada dua ruangan. Saling berhadapan. Dua plat bertuliskan berbeda.

"Ini kantor khusus dosen. Satunya lagi," kata Iyan, mendongak membaca plat bertuliskan "Kantor Rektor." "Jadi kantornya di sini?" Mencoba mengetuk pintu.

Tok. Tok. Tok.

"Masuk!" Ada sahutan seseorang dari dalam. Iyan memegang gerendel pintu, membukanya lebar.

Rangga tampak membaca data yang berhubungan dengan sistem pembelajaran hari ini. Mendongak,"Silakan masuk," ucapnya ramah, memperbaiki letak kacamata ungunya berwarna Dark Violet.

Iyan masuk, menutup pintu. Menghampiri kursi, menggesernya, duduk.

"Ada apa Anda kemari, Pak?" tanya Rangga.

Iyan segera membuka tas, memerlihatkan sebuah map cokelat yang mana sudah dipersiapkan sebelumnya. Menyerahkannya kepada Rangga.

"Ini...?"

"Itu surat lamaran saya, Pak," ucap Iyan.

"Oh!" Rangga seketika mengerti."Apakah Anda orang yang dimaksud Tuan Virgo itu?"

"Memang saya."

Rangga membuka map cokelat tersebut. Membaca terlebih dahulu data yang mencantumkan biodata. Membacanya seksama.

"Nama Anda Iyan—hah, Emo Core?"

"Itu nama marga saya."

"Tunggu, Anda ini siapanya Tuan Virgo?"

"Saya abangnya. Jika Rektor mengetahui di antara banyaknya mahasiswa di kampus ini, mungkin Anda mengenal mahasiswa yang bernama VITTO Emo Core," jelasnya.

"VITTO?" Rangga mencoba mengingat, terlebih mahasiswa jurusan Desain Sihir."VITTO, VITTO... Oh, mahasiswa itu, ya? Katanya desas-desusnya, dia mahasiswa paling pendiam di kelasnya. Kelasnya jurusan aduh, apa ya? Lupa..."

"Jurusan Desain Komunikasi Sihir. Soal itu saya pernah mendengarnya." Membaca biodata kembali."Keahlian teknisi robot..." Selesai membaca biodata lalu CV-nya."Baiklah, Pak," kata Rangga. Mengulurkan tangan."Selamat, Anda langsung diterima!"

"Hah?" Iyan tampak bingung."Kok cepat banget, Pak?"

"Dari biodata, memang Anda ahli, kan dibidang itu? Tapi, saya lihat dulu sampai ke depannya."

"Iya, Pak. Jadi, saya mulai mengajar hari ini?"

"Silakan. Dan, ya, Anda bisa menjadi wali dosen di jurusan yang baru dibuka di kampus ini."

Penerimaan yang cepat sekaligus mendadak. Tapi, langsung diterima. Iyan menatap pemuda di depannya berpikir, mungkin umurnya jauh lebih muda dibandingkan dengan dirinya. Jelas, pemuda ini seumuran dengan sang adik. Mau tak mau dirinya harus percaya siapa yang berani menjadikan pemuda ini menjadi rektor muda di kampus ini. Dia berdiri, keluar dari ruangan. Sebelum keluar dia bertanya di mana ruangan jurusan Teknisi Robot. Ini adalah hari pertama dirinya diterima, hari pertama dia mengajar.

Keluar dari lorong melesat ke arah ruangan yang bersemayam kebanyakan mahasiswi. Dirinya banyak dilirik mahasiswi hingga dirinya dibicarakan.

"Siapa itu?"

"Ganteng banget!"

"Apa mahasiswa baru?"

"Bukan mungkin. Mungkin dosen?"
.
"Ah, mungkin dosen di jurusan baru itu?"

Saat memasuki kelas, ada tiang yang bertuliskan "Jurusan Teknisi Robot."
Mahasiswa maupun mahasiswi yang baru memasuki jurusan, langsung bungkam melihat Iyan masuk. Meletakkan tas di kursi, menyapa mereka semua.

"Selamat Pagi, anak-anak," sapanya ramah."Perkenalkan saya Iyan Emo Core, dosen baru di sini sekaligus wali dosen di jurusan ini."

"Emo Core?"

"Emo Core itu aku pernah mendengar, keluarga dengan marga itu rata-rata para teknisi robot..."

"Masa? Hebat, dong!"

"Salah satu mahasiswa di sini, beda jurusan ada penerusnya."

"Setelah perkenalan ini, ada yang ingin ditanyakan?"

"Enggak ada, Pak," jawab semua serempak.

"Baiklah. Kita mulai pelajaran," ucapnya menyuruh membuka buku diktat masing-masing. Iyan pun mengajari materi pembelajaran hari ini.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Di Hari Itu
419      296     0     
Short Story
Mengenang kisah di hari itu.
Dessert
867      443     2     
Romance
Bagi Daisy perselingkuhan adalah kesalahan mutlak tak termaafkan. Dia mengutuk siapapun yang melakukannya. Termasuk jika kekasihnya Rama melakukan penghianatan. Namun dia tidak pernah menyadari bahwa sang editor yang lugas dan pandai berteman justru berpotensi merusak hubungannya. Bagaimana jika sebuah penghianatan tanpa Daisy sadari sedang dia lakukan. Apakah hubungannya dengan Rama akan terus b...
My Halloween Girl
994      527     4     
Short Story
Tubuh Kevan bergetar hebat. Ia frustasi dan menangis sejadi-jadinya. Ia ingat akan semalam. Mimpi gila itu membuatnya menggila. Mimpi itu yang mengantarkan Kevan pada penyesalan. Ia bertemu dengan Keisya dimimpi itu. “Kev, kau tahu? Cintaku sama besarnya denganmu. Dan aku tak akan membencimu,”. Itu adalah kata-kata terakhir Keisya dimimpinya. Keisya tak marah dengannya. Tak membencinya. Da...
Gray November
2384      917     16     
Romance
Dorothea dan Marjorie tidak pernah menyangka status 'teman sekadar kenal' saat mereka berada di SMA berubah seratus delapan puluh derajat di masa sekarang. Keduanya kini menjadi pelatih tari di suatu sanggar yang sama. Marjorie, perempuan yang menolak pengakuan sahabatnya di SMA, Joshua, sedangkan Dorothea adalah perempuan yang langsung menerima Joshua sebagai kekasih saat acara kelulusan berlang...
Surat Terakhir untuk Kapten
541      387     2     
Short Story
Kapten...sebelum tanganku berhenti menulis, sebelum mataku berhenti membayangkan ekspresi wajahmu yang datar dan sebelum napasku berhenti, ada hal yang ingin kusampaikan padamu. Kuharap semua pesanku bisa tersampaikan padamu.
Between the Flowers
451      245     1     
Romance
Mentari memilih untuk berhenti dari pekerjaanya sebagai sekretaris saat seniornya, Jingga, begitu menekannya dalam setiap pekerjaan. Mentari menyukai bunga maka ia membuka toko bersama sepupunya, Indri. Dengan menjalani hal yang ia suka, hidup Mentari menjadi lebih berwarna. Namun, semua berubah seperti bunga layu saat Bintang datang. Pria yang membuka toko roti di sebelah toko Mentari sangat me...
KataKu Dalam Hati Season 1
3527      1062     0     
Romance
Terkadang dalam hidup memang tidak dapat di prediksi, bahkan perasaan yang begitu nyata. Bagaikan permainan yang hanya dilakukan untuk kesenangan sesaat dan berakhir dengan tidak bisa melupakan semua itu pada satu pihak. Namun entah mengapa dalam hal permainan ini aku merasa benar-benar kalah telak dengan keadaan, bahkan aku menyimpannya secara diam-diam dan berakhir dengan aku sendirian, berjuan...
Mendadak Pacar
7816      1549     1     
Romance
Rio adalah seorang pelajar yang jatuh cinta pada teman sekelasnya, Rena. Suatu hari, suatu peristiwa mengubah jalannya hari-hari Rio di tahun terakhirnya sebagai siswa SMA
Bulan di Musim Kemarau
344      234     0     
Short Story
Luna, gadis yang dua minggu lalu aku temui, tiba-tiba tidak terlihat lagi. Gadis yang sudah dua minggu menjadi teman berbagi cerita di malam hari itu lenyap.
Mr.Cool I Love You
80      69     0     
Romance
Andita harus terjebak bersama lelaki dingin yang sangat cuek. Sumpah serapah untuk tidak mencintai Andrean telah berbalik merubah dirinya. Andita harus mencintai lelaki bernama Andrean dan terjebak dalam cinta persahabatan. Namun, Andita harus tersiksa dengan Andrean karena lelaki dingin tersebut berbeda dari lelaki kebanyakan. Akankah Andita bisa menaklukan hati Andrean?