Loading...
Logo TinLit
Read Story - Moira
MENU
About Us  

Walaupun ruangan ini dulunya bekas ruang kerjaku, aku masih punya sopan santun untuk mengetuk pintu sebelum dipersilahkan masuk. Setelah terdengar suara Lucas, aku pun membuka pintu kayu itu, wangi bunga biasanya mendominasi ruangan ini, sekarang berbeda, aroma yang sangat akrab di hidungku menguar ke seluruh penjuru ruangan. Lucas sedang membelakangiku, dan sepertinya ada yang sedang dia lakukan di depan meja kecil dekat jendela.

“Diana, kau sudah datang. Duduklah. Ada sesuatu yang ingin kuperlihatkan padamu, tunggu sebentar.”

Aku tidak menjawab apapun, hanya duduk di salah satu set sofa di tengah ruangan ini. Menelusuri benda-benda yang sedikit mirip dengan benda-benda yang biasa kulihat di kafe tempatku bekerja dulu. Pandanganku beralih pada punggung Lucas, masih tidak membuka suara, aku memandangi lekat-lekat sosok yang membelakangiku. Aneh. Rasanya seperti ada sesuatu yang akrab ketika kulihat punggung Lucas dengan busana seperti itu, hanya memakai celana hitam dan kemeja putih seperti pegawai yang baru di training. Jantungku tiba-tiba berdegup kencang, ada sesuatu yang ingin kutanyakan, tapi tidak jadi begitu Lucas berbalik dan duduk di sampingku.

“Ada apa?” tanyanya membawa sebuah teko cantik dan aroma kopi yang lebih menyengat lagi.

“Hm? Bukan apa-apa. Apa yang sedang kau lakukan?” tanyaku mengalihkan kegugupanku ini.

“Saat menunggumu bangun dari koma, sesekali aku belajar membuat kopi, tapi rasanya selalu tidak sama dengan buatanmu. Sekarang rasanya mungkin sedikit mirip, kau mau mencobanya?”

Aku mengangguk dan tersenyum padanya. Diam-diam masih memperhatikan gerak-gerik Lucas yang entah kenapa, akrab di mataku.

“Lucas.”

“Hm?” Nadanya terdengar lembut dan ramah meskipun matanya masih fokus menuangkan kopi ke dalam gelas dan wajahnya masih dingin seperti biasa.

“Tidak jadi.”

Tak lama, Lucas mendorong secangkir kopi ke hadapanku dengan gambar hati di atasnya seperti yang pernah kubuat, versi lebih bagusnya.

“Cobalah.”

Dan rasanya juga jauh lebih enak dari yang kubuat. Ini sih bukan mirip, memang lebih enak dari punyaku.

“Rasanya sangat enak, sungguh,” pujiku.

Lucas tersenyum dan itu pertama kalinya laki-laki ini tersenyum tulus seperti yang di deskripsikan Diana berusia lima belas tahun.

“Ada apa Diana? Apa ada yang sakit?”

“Hah? Oh, ini kopi pertamaku sejak terakhir kali aku meminumnya, rasanya lebih manis, aku suka itu. Terima kasih ya, Lucas.”

“Kau tahu, itu pertama kalinya kau memujiku dan mengucapkan terima kasih atas pekerjaanku ini.”

Aku jadi merasa bersalah, selama ini aku merasa sombong karena tidak menghargai segala yang diberikan Lucas untukku. “Selama ini tingkahku memang buruk sekali. Maaf ya, sebaiknya aku harus belajar lagi tata krama.” Terutama tata krama sebagai bangsawan dan ratu.

“Tidak perlu, kau tidak pernah salah apapun. Aku saja yang selalu berperilaku buruk padamu.”

Lucas seperti orang yang selalu menjadi pihak yang salah, padahal kan yang harus disalahkan itu aku. Aku semakin tidak enak padanya.

Obrolan kami terhenti karena Michael datang membawakan setumpuk laporan untuk Lucas. Setelah itu, Michael segera pergi. Aku melihat tumpukan pekerjaan Lucas di meja.

“Apa aku membantumu saja? Kelihatannya pekerjaanmu menumpuk.”

“Tidak perlu,” katanya sambil menyesap kopi. “Aku tidak mau melihatmu memaksakan diri dan merepotkanmu seperti dulu. Apalagi jahitanmu akan dibuka minggu depan, bagaimana jika terjadi sesuatu lagi padamu. Aku benar-benar bisa menangani ini, kau tenang saja.”

“Hahaha… Kau juga jangan terlalu khawatir, cuma jahitan yang akan dibuka. Lukanya juga sudah kering. Tapi jika suatu hari kau memerlukan bantuanku, katakanlah. Aku bisa sedikit-sedikit membantumu. Setidaknya kau tidak perlu kerepotan sendiri.”

Keadaan tenang seperti ini tanpa sadar sesekali pernah kuharapkan dulu. Pertengkaran kami yang tidak begitu jelas alasannya, kadang juga membuatku tidak nyaman. Kami jadi semakin menjauh dan memberikan batas satu sama lain, dan tidak tahu bahwa sebenarnya yang kami butuhkan adalah satu sama lain.

Tahun kemarin, musim dingin membuatku kehilangan nenekku. Lucas masih memberikan penghormatan pada nenekku tanpa maksud lain. Dia memang sudah baik padaku sejak dulu, hanya saja, kami tidak saling memahami. Mungkin seperti tanah yang tertutup butiran salju di balik jendela, rerumputan hijau disembunyikan tumpukan salju yang semakin menggunung, dan orang yang melewatinya tidak tahu rumput mana yang ia injak. Rumput yang sengaja ia jaga, atau hanya rerumputan liar.

“Lucas.”

“Hm?”

“Kalau jahitanku sudah di buka, kita jalan-jalan ke danau ya.”

“Tumben sekali. Di musim dingin seperi ini, apa yang bisa dinikmati dari danau yang membeku?”

“Itu dia! Aku ingin melihat danau yang membeku. Kau tidak mau?”

“Akan kuminta pelayan mmenyiapkan kursi dan meja nanti.”

“Tidak usah!”

“Kenapa?”

“Aku cuma pingin kita berdua saja.” Masa iya pacaran ada orang ketiga, keempat, dan seterusnya?

“Mmm… baiklah.”

 

**

 

Hari jahitan di buka telah lewat beberapa hari lalu. Siang itu, dengan pakaian paling hangat, kami berdua pergi menuju danau di istana. Walaupun matahari bersinar terik di atas kami, tapi salju tidak lantas melemahkan dirinya dan meleleh menjadi embun. Aku berjalan di sampingnya, entah perasaanku atau memang yang terjadi sebenarnya begitu, tapi langkah kaki Lucas sedikit lebih lamban dari terakhir kali. Wajahnya memang masih minim ekspresi dan dingin, apalagi tatapan matanya seperti singa yang siap menerkam, tapi seperti khayalan di siang hari, dia jadi begitu lembut, selembut tumpukan salju pertama turun.

Kami melewati jalanan yang baru untukku, tak jauh dari jalan setapak yang disusun dari batu-batuan alam, istana bekas selir yang dulu menjadi tempat tinggal Keluarga Barton terlihat sunyi dan mati. Meskipun secara keseluruhan tidak ada yang salah dengan bangunan itu, tapi kalau memerhatikan detail-detail kecilnya, beberapa kaca jendela pecah, pintu sudah berlubang di beberapa tempat, aku tidak bisa membayangkan apa yang ada di dalamnya, pasti lebih buruk lagi.

Sebuah tangan menggenggamku, jari-jari kami saling bertautan dan seolah enggan menarikku dari tempatku berdiri. Aku memandanginya yang jauh lebih tinggi dariku. Lucas tidak melihatku, tapi melihat bangunan di depannya.

“Apa sebaiknya aku runtuhkan saja?”

“HAH?!”

“Kau tidak suka melihatnya, bukan?”

“Tidak! Bukan itu yang sedang kupikirkan.”

“Lalu apa?”

“Tuan Barton… masih belum ada kabar ya?”

“Hmm…”

Suara kami menjadi sunyi, seperti tiba-tiba saja ada kesedihan dan kecemasan menguar seperti kuncup bunga dari tumpukan salju di bawah kami.

“Nyonya Olivia dan Cecilia, bagaimana kabar mereka?”

“Mereka baik-baik saja.”

Baik-baik saja yang dipikirkanku sepertinya tidak sama dengan apa yang dipikirkan Lucas.

“Tolong jangan terlalu khawatir, mereka berdua benar-benar baik-baik saja.” Seolah Lucas bisa mendengar pikiranku.

Aku mengangguk dan kami melanjutkan perjalanan itu. Manusia tidak seutuhnya bisa menyelamatkan semua orang meskipun dia memiliki kekuatan super, tapi selama aku memintanya pada Lucas, sepertinya masih ada satu dan beberapa hal yang bisa ia selamatkan. Walaupun kemungkinannya tidak seutuh seperti sedia kala. Ada beberapa bagian yang berubah dan berbeda.

Tinggal beberapa langkah lagi kami sampai di depan gazebo di samping danau. Saking antusiasnya, aku berlari ke arah danau luas itu untuk melihat permukaannya yang membeku. Sialnya, aku lupa pakaianku yang menggelembung, dan di sebuah tanjakan, kakiku menginjak pakaianku sendiri dan aku terjatuh dengan suara yang cukup keras.

“Diana!”

Aku terpaku sebentar. Jantungku tiba-tiba berdegup kencang. Lucas mengangkat tubuhku seolah ia hanya sehelai bulu. Suara yang memanggil namaku jelas berasal dari orang yang sama, tapi pikiranku seperti di tarik ke tempat lain, di mana saat terakhir kali aku menggelinding dari tangga, diantara kesadaran dan kehampaan, ada suara terakhir yang memanggil nama seseorang, bukan namaku tentunya.

Lucas menyingkirkan bunga salju yang masih menempel di tubuhku, lalu mengelus kedua tanganku yang dingin dan memerah, entah karena jatuh atau kedinginan. Dan meniup lembut keningku yang ikut mencium salju di atas tanah barusan.

“Kau terjatuh secara tidak berwibawa lagi?” tanyanya dengan nada serius tapi terdengar seperti ejekan di telingaku.

“Hei!!!”

Ucapannya membuyarkan pikiranku sebelumnya, ia mengelus kepalaku dan dengan hati-hati menungtunku hingga ke dalam gazebo.

Danau itu tidak benar-benar membeku. Hanya beberapa bagian saja yang dilapisi es tipis yang mengambang dengan tenang. Aku sedikit kecewa, kukira bisa berjalan di atas danau yang membeku seperti yang biasa aku lihat di film-film akhir tahun. Ya… itu cuma mimpi konyolku, cita-citaku waktu kecil dulu.

“Kenapa harus ke danau?” tanya Lucas. Tentu saja aku tidak bisa menjawab karena terinspirasi dari film-film akhir tahun, bukan?

“Cuma… sudah lama saja kita tidak berduaan,” jawabku cerdas!

“Aku terlalu banyak bekerja sampai mengabaikanmu.”

“Eh?! Kenapa pikiranmu ke sana?”

“Seharusnya aku lebih sering memperhatikanmu.”

“Lucas! Dengarkan aku! Kenapa sekarang kau selalu menyalahkan dirimu sendiri?”

“Diana…” katanya lirih. “Aku terlalu takut melepaskanmu, tapi aku juga tidak benar-benar memperhatikanmu.”

“Menurutmu, memperhatikan seseorang itu seperti apa?”

“Entahlah. Mungkin inisiatif membawanya pergi… menikmati setiap musim sepanjang tahun… memeluknya dengan hangat… dan menatapnya seakan hidup tidak bisa berjalan baik-baik saja jika tidak ada sosoknya…”

Tanpa sadar lengan Lucas sudah memeluk pinggangku.

“Lucas…” Ia menarikku sehingga aku bisa melihat jelas pantulanku dari kedua matanya yang hitam dan jernih. “Kau sudah melakukan segalanya untukku, terima kasih.”

“Kau juga sudah melakukan segalanya untukku. Tolong jangan pergi lagi, Diana. Aku… aku tidak tahu harus hidup seperti apa jika kehilanganmu.”

Pikiranku yang mengambang sejenak tadi kembali menjadi jelas dan kukuh. Keinginanku untuk mencari tahu si orang bodoh itu menjadi sedikit ragu. Kata-kata yang dibilang Nona Suri membuatku urung mencari tahu lebih lanjut.

“Semua kesedihan Anda di masa lalu itu karena perbuatannya, jadi setelah berkali-kali ia menjalani fase kehidupan dengan membawa penyesalannya itu.”

Fase kehidupan itu berapa lama? Empat puluh tahun? Enam puluh? Dan berapa kali fase kehidupan si orang bodoh itu lalui? Berapa lama penyelasannya itu dibawa sepanjang ia bernafas?

Itu mengerikan. Meskipun aku masih penasaran, tapi aku takut jika aku menemukan orang yang menarikku kembali ke masa lalu. Aku takut tidak bisa memandangnya, membuat khayalan di kepalaku tentang penderitaan yang ia bawa sepanjang hidupnya.

Ada dorongan aneh yang membuatku sedikit berjinjit dan menangkup wajahnya selembut mungkin. Sepersekian detik bibirku mendarat pada bibirnya yang lembab dan dingin, tapi kadang hangan dan memabukkan. Menenggelamkan laki-laki itu dalam kebisuan dan keakraban yang asing. Membungkamnya dari kata-kata pahit yang tidak mau aku dengar seumur hidupku.

Aku tidak lagi mau meninggalkan laki-laki ini mulai sekarang.

Khayalan lain seolah meruntuhkan kesunyian di antara kami. Sebuah irama yang mungkin dihadirkan musim dingin, atau mungkin bongkahan es yang mengambang di permukaan danau, atau sebenarnya kegilaanku yang baru saja muncul setelah sekian lama terpendam di ketidaksadaran. Aku memberi jarak di antara kami berdua, kurasa Lucas tidak nyaman dengan apa yang kulakukan barusan.

Pandanganku seolah berputar dan tubuhku bertabrakan dengan orang di depanku itu. Lucas merengkuhku begitu cepat, tatapan kami seperti tidak diperbolehkan untuk dipotong oleh apapun. Lucas menarik leher belakangku dan ia melanjutkan apa yang sempat terhenti barusan, ia yang kemudian menciumku. Lebih hangat dan dalam, lebih lama dan intens sampai aku benar-benar hanyut dalam cumbuannya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
Similar Tags
Sacrifice
6797      1732     3     
Romance
Natasya, "Kamu kehilangannya karena itu memang sudah waktunya kamu mendapatkan yang lebih darinya." Alesa, "Lalu, apakah kau akan mendapatkan yang lebih dariku saat kau kehilanganku?"
Dosa Pelangi
646      384     1     
Short Story
"Kita bisa menjadi pelangi di jalan-jalan sempit dan terpencil. Tetapi rumah, sekolah, kantor, dan tempat ibadah hanya mengerti dua warna dan kita telah ditakdirkan untuk menjadi salah satunya."
Ketika Kita Berdua
38001      5452     38     
Romance
Raya, seorang penulis yang telah puluhan kali ditolak naskahnya oleh penerbit, tiba-tiba mendapat tawaran menulis buku dengan tenggat waktu 3 bulan dari penerbit baru yang dipimpin oleh Aldo, dengan syarat dirinya harus fokus pada proyek ini dan tinggal sementara di mess kantor penerbitan. Dia harus meninggalkan bisnis miliknya dan melupakan perasaannya pada Radit yang ketahuan bermesraan dengan ...
Kinara
4909      1712     0     
Fantasy
Kinara Denallie, seorang gadis biasa, yang bekerja sebagai desainer grafis freelance. Tanpa diduga bertemu seorang gadis imut yang muncul dari tubuhnya, mengaku sebagai Spirit. Dia mengaku kehilangan Lakon, yang sebenarnya kakak Kinara, Kirana Denallie, yang tewas sebagai Spirit andal. Dia pun ikut bersama, bersedia menjadi Lakon Kinara dan hidup berdampingan dengannya. Kinara yang tidak tahu apa...
I\'m Too Shy To Say
468      321     0     
Short Story
Joshua mencintai Natasha, namun ia selalu malu untuk mengungkapkannya. Tapi bagaimana bila suatu hari sebuah masalah menimpa Joshua dan Natasha? Akan masalah tersebut dapat membantu Joshua menyatakan perasaannya pada Natasha.
Premium
Ilalang 98
7090      2223     4     
Romance
Kisah ini berlatar belakang tahun 1998 tahun di mana banyak konflik terjadi dan berimbas cukup serius untuk kehidupan sosial dan juga romansa seorang mahasiswa jurusan Sastra Indonesia bernama Ilalang Alambara Pilihan yang tidak di sengaja membuatnya terjebak dalam situasi sulit untuk bertahan hidup sekaligus melindungi gadis yang ia cintai Pada akhirnya ia menyadari bahwa dirinya hanya sebuah il...
Alex : He's Mine
2475      935     6     
Romance
Kisah pemuda tampan, cerdas, goodboy, disiplin bertemu dengan adik kelas, tepatnya siswi baru yang pecicilan, manja, pemaksa, cerdas, dan cantik.
Mahar Seribu Nadhom
5005      1742     7     
Fantasy
Sinopsis: Jea Ayuningtyas berusaha menemukan ayahnya yang dikabarkan hilang di hutan banawasa. Ketikdak percayaannya akan berita tersebut, membuat gadis itu memilih meninggalkan pesantren. Dia melakukan perjalanan antar dimensi demi menemukan jejak sang ayah. Namun, rasa tidak keyakin Jea justru membawanya membuka kisah kelam. Tentang masalalunya, dan tentang rahasia orang-orang yang selama in...
Kasih yang Tak Sampai
658      442     0     
Short Story
Terkadang cinta itu tak harus memiliki. Karena cinta sejati adalah ketika kita melihat orang kita cintai bahagia. Walaupun dia bahagia bukan bersama kita.
Into The Sky
515      330     0     
Romance
Thalia Adiswara Soeharisman (Thalia) tidak mempercayai cinta. Namun, demi mempertahankan rumah di Pantai Indah, Thalia harus menerima syarat menikahi Cakrawala Langit Candra (Langit). Meski selamanya dia tidak akan pernah siap mengulang luka yang sama. Langit, yang merasa hidup sebatang kara di dunia. Bertemu Thalia, membawanya pada harapan baru. Langit menginginkan keluarga yang sesungguhnya....