.
.
.
Kau sepertinya menikmati kegiatanmu hari ini
.
.
.
Ruang makan utama istana mulai berubah sedikit demi sedikit, karpet di bawah meja makan sudah diganti dengan karpet berwarna putih, itu karpet yang baru selesai dibersihkan oleh para pelayan saat aku menemukannya di gudang. Juga guci dan baju zirah yang terlihat mahal itu aku singkirkan dan menggantinya dengan pot-pot bunga yang berisi bunga matahari dan bunga lili putih. Juga lukisan-lukisan seperti naga, macan, bahkan elang itu pun aku ganti dengan lukisan-lukisan bunga yang kutemukan di gudang.
“Nara, bagaimana menurutmu?” tanyaku memperhatikan sedikit perubahan di ruang makan.
“Persis seperti karakter Yang Mulia, terlihat ceria,” jawab Nara.
“Hahaha, jawaban yang lucu sekali Nara. Oh ya, bisa tolong siapkan makanan penutupnya? Aku belum melihat apa saja yang nanti akan menjadi makanan penutup kita.”
“Baik Yang Mulia.”
Setelah Nara pergi, Michael menghampiriku dengan gerakan anggun khas seorang pelayan.
“Yang Mulia, lukisan Tuan dan Nyonya Houston akan di apakan?”
“Oh itu ya, biarkan saja tetap di sana,” jawabku.
Lukisan besar yang menggantung di tengah-tengah ruangan itu menarik perhatianku. Padahal sudah terpasang selama ini, tapi lukisan dengan ukuran hampir dua kali tiga meter itu baru kali ini mengalihkan perhatianku. Beberapa tempat di istana ini juga masih terpasang lukisan tersebut, hanya saja dilapisi kain putih untuk menutupinya.
“Tapi sebaiknya kain putihnya dilepas saja. Semua orang harus tahu dan melihat ini.”
“Baik Yang Mulia.”
Kemudian beberapa pelayan membuka lapisan kain putih itu, menurutku cara untuk menghormati orang-orang yang telah tiada bukanlah menutupinya, atau menyingkirkannya, melainkan tetap menggantung saja seperti itu. Kepergiaan kan bukan hal asing walaupun rasanya menyakitkan, tapi kenangan itu tidak akan lari kemana, mereka akan bersama dengan masa lalu kita.
“Yang Mulia, untuk alat makan akan saya bawa kemari agar Anda bisa memilihnya.”
“Siapkan saja di dapur, nanti aku ke sana. Aku masih ingin memperhatikan tempat ini sebentar lagi.”
“Baiklah Yang Mulia, saya akan mempersiapkannya.”
Setelah semua orang meninggalkanku, aku kembali memperhatikan lukisan pasangan Houston, orangtua dari Lucas. Di dalam novel, kedua orang tua Lucas meninggal saat berlayar menuju Kerajaan Onyx, mereka meninggal diterjang badai lautan sehingga yang bisa ditemukan di bibir pantai hanyalah puing-puing kapal. Banyak yang berduka akibat insiden itu, maklum saja, Raja dan Ratu Xavier dulu terkenal karena kebijakan dan kepemimpinan mereka sehingga membuat para rakyat sangat mencintai mereka dan juga sangat begitu kehilangan.
Kemudian insiden itu membuat luka di hati Lucas, ia enggan melewati lautan atau bahkan hanya menyisir bibir pantai. Lucas selalu melarikan diri dengan lukanya, aku tidak tahu rasanya kehilangan orang tua, tapi yang pasti itu adalah sesuatu yang menyakitkan. Semoga saja, ayah dan ibu Lucas tenang di alam sana.
**
Sebuah sofa panjang tanpa sandaran kini menghalangi pintu kaca bekas insiden pot itu. Alpha meminta beberapa pelayan membawakannya lalu menyimpan persis di depan pintu kaca itu, alasannya agar aku tidak melewati pintu tersebut dan lebih baik memakai jalur memutar saja. Berlebihan sih, karena kejadian itu hanya akan terjadi sekali seumur hidup, tapi mau bagaimana lagi, lumayan untuk rebahan sambil melihat halaman yang cantik di hadapanku.
Sebentar lagi Keluarga Cadis akan datang, aku jelas sudah mempersiapkan semuanya sematang mungkin, sekarang giliran Lucas dan Cecilia yang akan menyambut tamu tersebut. Dipikir-pikir aku seperti pelayan saja, menyiapkan ini itu sedangkan dua orang itu yang menikmatinya, menyebalkan juga.
Pintu diketuk lalu aku meminta orang tersebut untuk masuk, ternyata Nara sedang terburu-buru.
“Yang Mulia Raja meminta Anda untuk segera bersiap,” ucap Nara terburu-buru.
“Bersiap untuk apa?”
**
Aku tersenyum ketika untuk pertama kalinya bertemu dengan Tuan Hades dan Nyonya Lily Cadis, begitu pula dengan Lucas yang sedang menggenggam tanganku. Wajahnya memang tidak mengukir senyuman, tapi terlihat sedikit bersahabat jika dibandingkan ketika bertemu denganku.
“Anda pasti Diana, senang rasanya bertemu dengan Anda,” ujar Nyonya Lily sambil menggenggam tanganku.
“Selamat datang Nyonya Cadis,” ucapku.
“Silahkan masuk,” ucap Lucas mempersilahkan kedua pasangan Cadis itu masuk lalu membawanya langsung ke ruang makan utama.
“Wah, ruangan ini terlihat sangat berbeda dari terakhir kali ya, Sayang. Apa Lucas yang merubahnya?”
“Tidak Nyonya, ini semua berkat Diana.”
Walaupun penuh kepura-puraan, aku memandangi Lucas, begitu pula dengannya, tatapannya padaku memang beda, ia sedikit, sedikittt lembut.
“Sesuai dengan musim panas ya, bunga-bunga itu dapat darimana?”
“Halaman saya, Nyonya. Ada beberapa bunga mekar dan sepertinya akan cocok disimpan di ruangan ini.”
“Cantik sekali, persis seperti yang menanamnya.” Aku tersipu malu mendengar pujian seperti itu.
Aku bisa mati!
Gila memang si brengsek ini. Memanggilku tiba-tiba lalu memaksaku untuk menemaninya bertemu dengan Keluarga Cadis. Dia tidak tahu apa jika di dalam sini bukan Diana si bangsawan. Ugh! Perutku kram menahan rasa cemas ini.
Setelah beberapa saat saling berbincang, acara makan siang itu dilewati cukup lama bagiku, memang tidak ada kesalahan sih, ya tetap saja ini pertama kalinya aku menyambut Raja dan Ratu dari kerajaan lain, wajar jika aku gugup, aku tidak pernah seperti ini dulu. Beruntungnya, pasangan Cadis ini tidak membuatku gugup dalam jangka panjang, mereka ramah dan hangat. Mungkin karena yang mereka hadapi adalah sepasang suami istri ‘muda’ yang baru beberapa bulan menikah. Sementara, dilihat bagaimanapun, pasangan ini jauh lebih tua dari aku maupun Lucas. Bagaimana pembawaan mereka yang tenang juga anggun bak seorang Raja dan Ratu sungguhan, juga bagaimana mereka bisa membuatku nyaman walaupun di sampingku seperti ada anjing galak.
“Nyonya Houston, bisakah Anda mengajakku melihat bunga-bunga di halaman Anda? Sepertinya percakapan para laki-laki ini akan membosankan,” pinta Nyonya Lily.
“Tentu saja, Nyonya.”
Tentu saja, aku tak ingin berlama-lama di dekat Lucas. Tidak biasa.
“Anu, panggil nama saya saja, Nyonya,” kataku
“Baiklah kalau begitu, Diana.” Ini lebih nyaman untukku.
Aku membawa Nyonya Lily ke halaman samping kamarku, di mana tanaman-tanaman di sana selalu kurawat dan kusayangi sepenuh hati. Kami duduk di kursi taman yang panjang, Alpha dan seorang pengawal yang dibawa Nyonya Lily pun berdiri tak jauh dari tempat kami. Kemudian aku menawarkan teh dan kue untuk menemani kami di sini.
“Tempat ini indah sekali,” puji Nyonya Lily lagi.
“Terima kasih, Nyonya.”
“Saat Mendiang Maria masih ada, aku sering datang kemari dan menemaninya berkebun. Ia juga sangat suka dengan bunga-bunga.”
“Nyonya dekat dengan Nyonya Maria?” tanyaku. Aku kelepasan karena memanggil Ibu Lucas dengan sebutan semacam itu. Semoga Nyonya Lily tidak curiga.
“Lucas pasti tidak pernah menceritakannya padamu ya? Ia memang tidak senang orang lain membicarakan mendiang orang tuanya.”
Boro-boro berbicara tentang orang tuanya, ketika kami bertemu yang ada hanya pertengkaran dan pertengkaran.
“Anak kami juga, Owen menjadi salah satu korban kapal itu.”
Aku memperhatikan Nyonya Lily, sedikit terkejut karena ada cerita lain yang tidak kuketahui di dalam novel ini.
“Owen seusia dengan Lucas, saat itu Owen juga pergi bersama orang tua Lucas karena akan melanjutkan pendidikannya di Kerajaan Onyx, sayangnya dia pun menjadi salah satu korban.”
Aku tidak tahu harus berkomentar apa, sejauh ini mendengar cerita sedih dari orang-orang yang nasibnya jauh beruntung dariku, membuatku sadar bahwa tidak semua manusia sempurna, ada sisi dari diri mereka yang begitu rapuh dan terluka, mereka cuma cukup pandai untuk menutupinya.
“Melihat Lucas dan Diana tadi membuatku senang, setidaknya Lucas tidak sendirian lagi.”
“Masih adan Keluarga Barton di istana ini, Nyonya. Bukan hanya karena ada saya.”
“Olivia cukup menyebalkan menurutku, saat Owen masih ada, ia selalu menjodoh-jodohkan Cecilia dengannya. Aku tidak suka melihat dia yang memaksa seperti itu.”
“Benarkah? Hahaha…”
“Bahkan ketika Tuan Daniel menyombongkan baju zirah yang selalu dipajang di ruang makan tadi, aku benar-benar tidak tertarik mendengarnya.”
“Hahaha…” Nyonya Lily pun ikut tertawa.
“Aku senang kehadiranmu membuat kehidupan Lucas sedikit berbeda, Diana. Keluarga Barton sepertinya tidak cukup memberikan kehangatan seperti keluarga untuk Lucas.”
Aku tidak bisa berkata-kata, maksudku, Nyonya Lily mungkin tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi diantara kami. Lucas dan aku, mungkin cuma pintar menyembunyikan kenyataan saja.
“Oh iya, ada sesuatu yang ingin kuberikan padamu.”
Nyonya Olivia memanggil salah satu pelayannya lalu menunjukkan kotak kayu dengan ukiran bunga mawar di setiap sisinya, dan di dalam kotak itu ada sebuah tiara dengan ukiran bunga-bunga berwarna ungu.
“Ini untukmu, hadiah.”
“Untuk saya? Nyonya, tapi saya sepertinya tidak...”
“Terimalah, anggap hadiah karena jamuan makan siang yang enak. Sudah lama aku juga menginginkan seorang putri untuk berbagi hal-hal semacam ini.”
“Saya hanya tidak biasa menerima barang mewah seperti ini. Mungkin Nyonya juga ingin bunga atau bibit dari sini? Biar saya yang mencarikannya.”
**
Memang aneh sih, Nyonya Lily seolah menyayangiku seperti ia sudah lama mengenal Diana. Tapi, di dalam novel, Nyonya Lily bahkan tidak pernah bertemu dengan Diana, yang selalu ada di samping Lucas hanyalah Cecilia. Kali ini alur cerita yang berubah kembali terjadi, aku masih memandangi kotak kayu pemberian Nyonya Lily yang dipegang oleh Nara. Sambil melihat kereta kuda Keluarga Cadis itu pergi melaju, kepalaku dipenuhi banyak keanehan juga pikira-pikiran tentang kejadian kapal yang merenggut banyak orang itu.
Kulirik Nyonya Olivia dan Cecilia yang berdiri diantara anak tangga yang melengkung, mereka berdua terlihat tidak baik-baik saja, entah sejak tadi mereka ada di mana, sepanjang Keluarga Cadis di sini, aku tidak melihat mereka barang sekali pun.
“Diana—“
“Lucas! Bagaimana pertemuannya?” Cecilia memotong ucapan Lucas dan segera mengaitkan lengannya diantara lengan Lucas. Wajah kesalnya tadi kini berubah drastis.
“Hm, lumayan.” Hanya itu respon yang diberikan Lucas.
“Tidak sopan membuka kain pada lukisan mendiang Keluarga Houston, Yang Mulia.” Kali ini Nyonya Olivia mencoba mengomeliku karena masalah kain itu.
Aku tidak bergeming, tapi hari ini aku capek sekali, sedikit saja aku tidak ingin mendengar omelan dari siapapun.
“Nara, aku ingin ke kamarku.” Aku pergi meninggalkan mereka juga diikuti Nara di sampingku.
“Yang Mulia, maaf kurang sopan, tapi tadi saya mendengar Yang Mulia Raja memanggil nama Anda,” ucap Nara.
“Mungkin Lucas akan mengomeli karena ruang makannya kuubah. Aku capek Nara, aku tidak ingin mendengar omelan siapapun hari ini. Sebaiknya kau juga segera istirahat, hari ini kau sudah banyak bekerja.”
“Baiklah, Yang Mulia.”
Setelah mandi, lalu menyantap makan malam, dan mengenakan gaun tidur, aku kembali memikirkan tentang kejadian kapal itu. Mendengar kisahnya dari Nyonya Lily merupakan hal baru bagiku, selama ini aku hidup sendirian, panti asuhan yang merawatku sejak kecil tidak begitu memberikan kasih sayang atau sesuatu yang membuat emosiku berkembang. Aku sudah sendirian selama ini, akupun tidak pernah memikirkan perasaan orang lain seumur hidupku, tapi kali ini, ada seseorang yang begitu baik padaku dan menceritakan perasaannya ketika kehilangan orang yang amat dicintai. Aku baru pertama kali mengenal perasaan sedih itu.
“Pakai tiara itu jika kita bertemu lagi dengan Keluarga Cadis.” Kulihat Lucas sudah berdiri di ambang pintu dengan melipat kedua tangannya. Wajahnya kembali dingin dan angkuh. Aku terkejut melihat kehadirannya.
“Tidak sopan masuk ke ruangan orang lain!” protesku.
“Ini istanaku, aku bebas keluar masuk kemana pun,” balasnya.
“Kalau kau datang cuma untuk mengomeliku, sebaiknya keluar saja. Aku sudah lelah hari ini.”
“Diana.”
“Apalagi sih?! Kau senang sekali ya menyiksaku!”
Lucas menghampiriku dengan tergesa-gesa, matanya yang tajam itu langsung menatap mataku. Apa jangan-jangan dia akan mencekikku? Gawat!
“Kau sepertinya benar-benar berubah? Kali ini kau menunjukkan dengan jelas jika kau membenciku. Apa ini? Kau berusaha mencari perhatianku dengan cara yang lain?”
NAJIS!!!
“Sebaiknya kau keluar kamarku sekarang! Hari ini saja, aku tidak ingin banyak berdebat denganmu. Mau itu aku menyukaimu, atau membencimu, kita lanjutkan perkelahian ini besok lagi. Cepat pergi atau orang-orang akan curiga melihatmu dikamarku malam-malam begini.”
Salam Hangat,
SR
ig: @cintikus
@sylviayenny thank youuuu :)
Comment on chapter #1