Loading...
Logo TinLit
Read Story - Tuan Landak dan Nona Kura-Kura
MENU
About Us  

Bicara memang mudah. Namun, nyatanya sudah berbulan-bulan Frans mencari keberadaan Yura, dan hasilnya masih saja nihil! Orangtua Yura tetap bungkam akan keberadaan anaknya, membuat Frans harus berusaha lebih keras untuk menemukan tambatan hatinya dan meminta maaf, lalu mengakhiri ‘kutukan Frans tidak akan pernah bahagia’ untuk selamanya.

“Frans, lo pernah kepikiran nggak sih, kalau ada kemungkinan apa yang dibilang Ken itu ada benarnya?”

“Yang mana?” tanya Frans masih sibuk dengan dokumen di mejanya.

“Soal kemungkinan bahwa lo cuma parno aja dengan apa yang dibilang bocah di depan rumah lo? Lagian sekarang juga lo nggak pernah ketemu sama dia lagi, kan? Bisa aja itu asal ngomong doang?”

“Kata Bapaknya, Dewi nggak ikut ambil sampah lagi karena liburan sekolahnya udah selesai. Dan gue masih percaya dengan apa yang dibilang Dewi.” Frans mencondongkan tubuhnya, mengaitkan kedua tangannya.

“Terbukti selama beberapa bulan ini gue udah berusaha move on, tapi mana? Malahan gagal semua kan? Dari Ken yang mau nyomblangin gue sama temen senam hamilnya, Mama yang masih sama bocah yang tidak diketahui rimbanya, Tama dengan temen clubbing-nya, Papa dengan kolega bisninya, dan terakhir lo dengan temen SMA kita yang juga pernah jadi mantan gue! Semua gagal!”

Satria terdiam mendengar penjelasan Frans. Tidak salah memang apa yang diucapkan sahabatnya ini. Pria yang masih patah hati di depannya ini belum juga menemukan orang yang bisa membantunya melupakan Yura. Sudah berkali-kali mencoba peruntungan dengan wanita lain, tapi cupid sepertinya tidak sedang membidiknya dengan panah cinta.

“Kalau … lo yakin banget bahwa yang dimaksud bocah itu adalah Yura, darimana?”

“Menurut lo? Siapa lagi? Lo tahu sendiri kan kalau gue sama cewek-cewek gue yang dulu bubaran dengan sangat baik-baik saja, bahkan bahagia?”

Satria terdiam. Ya, tidak salah juga, Frans sudah pernah menceritakannya. Namun, ada satu nama yang terlewat oleh Frans. Bahkan Satria juga tidak menyangka bahwa Ken—istrinya—yang malah membuatnya yakin bahwa bukan Yura yang dimaksud sebagai Tuan Putri itu—itupun jika memang kutukan itu benar adanya. Akan tetapi, bisa saja Ken yang salah atau asal bicara. Entahlah.

-----------------------------------

Siang ini, bersama Satria, Frans berangkat menuju Bandung untuk meninjau proyek yang sedang ditanganinya. Setidaknya selama dua hari ini, dia tidak perlu mendengar suara cempreng Ken yang memberinya wejangan hidup. Frans tidak habis pikir, bagaimana Satria selama hampir dua tahun ini betah menjalani kehidupan bersama Ken yang super bar-bar. Namun, memang begitulah yang namanya kalau sudah cinta. Semua terlihat indah. Bukankah Frans juga sama juga dengan Satria? Terbutakan oleh yang namanya cinta?

“Baik, Pak. Saya akan sampaikan pada Pak Frans,” ujar Satria mengakhiri pembicaraan teleponnya.

“Kenapa?”

“Pak Brian nyuruh kita dateng setelah makan siang. Soalnya dia masih ada urusan.”

“Oh, ya udah kita cari tempat makan siang sekalian buat nunggu. Udah nyampe Bandung juga.”

Frans memutar setir mobilnya menuju daerah Lembang, dan berhenti di salah satu resto dan kafe yang tidak terlalu ramai, tapi sepertinya nyaman untuk digunakan menunggu sampai lewat jam makan siang. Setelah memesan makanan dan minuman, Frans dan Satria kembali membahas tentang perkembangan proyek di Bandung dan beberapa kota lainnya, sembari melakukan panggilan video konferensi dengan Tama yang sedang ditugaskan di Bali.

Masih ada waktu jeda sekitar dua jam lagi sebelum waktu temu dengan Pak Brian. Satria memanfaatkan waktu itu untuk sejenak memejamkan matanya, tapi sepertinya harus diurungkannya untuk sementara waktu. Apalagi alasannya kalau bukan Ken yang meneleponnya dan merengek rindu padanya. Sedangkan Frans hanya bergidik ngeri melihat kondisi Satria, dan memilih pergi ke toilet.

Langkah Frans terhenti di tengah ruang resto, ketika kedua netranya menangkap sosok yang sangat dikenalnya. Sosok yang selalu ingin ditemuinya! Sosok yang berhasil membuatnya menangis karena patah hati. Yura, sedang duduk di kursi, di pojok ruang. Gadis itu tersenyum, berujar dengan antusias dibarengi dengan gerakan tangan—kebiasaan jika Yura sedang bersemangat akan sesuatu—dan di hadapannya, Frans bisa melihat ada sosok laki-laki yang sekarang sedang memunggunginya.

Langkah yang semula menuju toilet, kini beranjak menuju ke tempat Yura berada. Semakin dekat, dan pada akhirnya berhenti tepat di samping meja. Postur menjulang Frans berhasil membuat senyum Yura seketika menghilang dari wajahnya yang ayu. Lalu membuat gadis itu dan lelaki di hadapannya mendongak menatap Frans.

“Ada yang bisa saya bantu?”

Frans tak menggubris pertanyaan dari pria yang menatapnya kebingungan.

“Bisa kita bicara?” tanya Frans—lebih seperti memohon—pada Yura yang mengambil jeda sejenak dengan menghela napas.

“Kita ngobrol di sana,” jawab Yura sembari beranjak dari duduknya, lalu membisikan sesuatu ke telinga teman prianya dan berjalan lebih dulu menuju kursi resto yang kosong.

Selama ini Frans selalu berandai-andai, membayangkan apa saja yang akan dilakukan dan dikatakannya jika berhasil bertemu dengan Yura. Bahkan opsi untuk menampar dan memaki wanita itu juga hadir dalam imajinasinya. Apa saja bisa terjadi dalam alam khayalan Frans, apalagi rasa sakit hati, marah, tapi juga cinta melebur menjadi satu dalam benaknya. Membuatnya mampu melakukan apapun, termasuk menampar Yura saat ini juga. Namun, pada kenyataannya …

Frans hanya diam di depan Yura. Lidahnya kelu, tidak sanggup mengeluarkan kata barang sepatah. Saat ini Frans tidak mengontrol dirinya. Otaknya menyuruhnya untuk meminta penjelasan pada Yura, tapi bibirnya tidak mau berucap. Otaknya mengirimkan sinyal pada tangannya untuk menggebrak meja dan menjambak rambut sebahu Yura, tapi juga tidak ada gerakan. Lebih buruknya lagi, hatinya tiba-tiba terasa perih dan sisi lainnya menjerit, memohon agar Yura kembali padanya.

“Apa kabar, Frans?” tanya Yura membuka pembicaraan.

“Baik.”

“Tante, Om, dan Tama?”

“Mereka juga baik.”

“Ehm … kamu?”

“Aku tidak baik.”

Yura tersenyum kikuk mendengar jawaban terakhir Frans. Ada rasa tak enak yang kemudian merayap masuk ke dalam benaknya. Rasa sungkan dan bersalah yang membuatnya tak berani menatap kedua mata Frans.

“Kamu sendiri?”

Yura berusaha tersenyum. Ditatapnya kedua netra Frans, “Aku juga baik.”

Frans mendengus. “Bisa aku lihat dengan jelas. Bahkan, kalian sedang merayakan anniversary kalian yang pertama. Sejauh yang aku ingat, kamu lari dari gereja itu enam bulan yang lalu.”

“Frans, aku bisa jelaskan.”

“Kamu tahu? Kamu nggak perlu jelasin apa-apa. Awalnya aku ingin kita bisa kembali bersama lagi. Tapi sepertinya memang nggak mungkin.”

“Frans—”

“Aku mohon lepasin aku, Ra.”

Yura mengernyit bingung mendengar permintaan Frans.

“Aku nggak akan pernah bisa bahagia kalau aku belum bisa lepas dari kamu. Aku masih butuh maaf kamu. Semua yang aku lakukan ke kamu selama dua tahun kita bersama, itu salah. Aku nggak pernah peduliin kamu. Ya, kamu benar, aku nggak pernah ada buat kamu. Aku memang selalu sibuk sendiri. Seharusnya aku bisa membagi waktu aku sama kamu, calon istri aku—mantan. Tapi memang sepertinya aku nggak bisa.”

“Frans—”

“Aku belum selesai, Ra. Aku mohon, maafin aku atas semuanya. Atas semua sakit hati yang aku kasih ke kamu.”

“Seharusnya aku yang minta maaf ke kamu, karena udah bikin kecewa semua orang. Termasuk orangtua kita.”

“Pulanglah. Datang ke rumah, Mama dan Papa juga khawatirin kamu.”

Yura mengangguk. “Nanti, aku pasti datang. Frans, aku juga minta maaf karena udah bohongin kamu selama ini. Aku tahu, aku salah banget. Udah ngecewain banyak orang. Tapi aku memang butuh seseorang yang selalu ada buat aku, Frans.”

“Aku paham.”

“Terima kasih, kamu masih mencintai aku saat tahu bagaimana aku yang sebenarnya. Bagaimana kondisi aku yang sebenarnya. Tapi …” Yura menoleh sesaat pada teman prianya, “Alfa juga sama seperti kamu. Bedanya—”

“Dia selalu ada buat kamu,” potong Frans.

Yura mengangguk pelan dengan mata yang mulai menghangat.

Frans tiba-tiba saja mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Yura. Baginya, saat Yura membalas jabat tangannya, itu artinya hubungan mereka benar-benar berakhir. Masing-masing dapat melanjutkan kehidupannya. Menjadikan apapun yang pernah terjadi di antara mereka, menjadi sebuah kenangan belaka. Entah kenangan baik atau buruk, mereka yang memutuskan.

“Aku minta maaf, Ra.”

“Aku juga, Frans,” ujar Yura sembari menerima jabat tangan Frans.

Well, ternyata mudah. Nggak sesulit yang aku bayangkan,” ujar Frans seraya menarik kembali tangannya. “Kamu di Bandung ngapain? Setelah hari itu kamu langsung kabur ke Bandung?” tanya Frans mencoba mencairkan suasana.

Yura mengangguk, “Alfa tinggal di Bandung. Aku menyusulnya kemari. Kamu sendiri ngapain ke sini?”

Frans menepuk keningnya, “Sori, aku lupa!” Frans menoleh ke arah mejanya semula, dilihatnya Satria sudah bangun dari tidur ayamnya dan menatap tanpa ekspresi. “Aku buru-buru. Ada tinjauan proyek bareng Satria.”

“Satria? Mana?” tanya Yura sembari mengulur lehernya mencari sosok Satria.

“Kamu mau ketemu dia?”

Yura mengangguk, “Dia teman kamu. Dia pasti juga sakit hati sama aku. Aku mau minta maaf juga sama dia.”

“Ok, yuk.”

Keduanya kemudian beranjak menuju Satria, sesaat setelah Yura memanggil Alfa untuk mengajaknya mengenal Satria dan juga Frans. Meski sedikit canggung, tapi keempatnya berbincang seolah mereka adalah teman-teman lama yang kebetulan ketemu di suatu tempat, lalu menanyakan kabar satu sama lain.

Tidak lama, tapi cukup bagi Frans, Yura, dan Alfa menyelesaikan masalah mereka. Lima belas menit kemudian Satria dan Frans pamit untuk pergi ke lokasi proyek. Di sinilah Frans memutuskan dan memahami bahwa ceritanya dengan Yura memang sudah berakhir. Gadis yang diperjuangkannya selama dua tahun, hubungan tanpa restu itu—meskipun akhirnya direstui oleh Mama—berakhir sudah.

“Frans, lo baik-baik aja?” tanya Satria khawatir. Pasalnya, sahabatnya sama sekali tidak bersuara semenjak meninggalkan parkiran resto. Pandangannya lurus ke depan, tegang, seperti orang yang baru pertama kali belajar menyetir.

“Frans?”

“Apa gue terlihat baik-baik aja?” tanya Frans balik, seraya menoleh pada Satria.

Satria meringis melihat wajah Frans yang sudah basah karena airmata. Tidak menyangka sahabatnya ini akan menangisi kepergian orang yang sudah menusuknya dari belakang. Padahal beberapa menit yang lalu, Frans masih terlihat baik-baik saja, bahkan tertawa lepas bersama Yura dan Alfa. Kini, wajah basah Frans itu membuat Satria bergidik ngeri, tapi di sisi lain dia sangat bersyukur tidak bersikap seperti Frans saat dulu dia sempat putus dengan Ken, atau malah lebih parah? Entahlah.

“Ya tadi kenapa nggak lo ajak balikan aja?”

Frans menggeleng. “Gue takut, kalau gue bakalan ngelakuin kesalahan yang sama. Gue sadar sekarang, dia emang butuh orang yang selalu ada buat dia. Masalah hidupnya terlalu berat,” jelas Frans masih dengan berurai airmata.

Satria menggapai kotak tisu di kursi belakang dan menyerahkan beberapa lembar pada Frans.

“Ya udah, sekarang lo ambil sisi positifnya. Move on aja. Lo udah dapet maaf dari Yura, jadi sekarang lo harus cari cewek lain. Lo udah bisa dan harus bahagia sekarang.”

Frans mengangguk. “Ntar yang nemuin Pak Brian lo aja ya. Bilang aja gue lagi nggak enak badan, tiduran di mobil.”

“Ok.”

Frans dan Yura sudah berakhir. Mereka sudah saling memaafkan, bahkan memutuskan untuk tetap berteman. Sulit memang, tapi memang itulah yang terbaik. Sekarang tinggal bagaimana Frans melanjutkan hidupnya yang sempat berhenti karena percaya dengan kutukan yang menimpanya. Percaya atau tidak, tapi memang kehidupan percintaan Frans tidak pernah mulus. Selalu banyak wanita silih berganti dalam hidupnya. Yura adalah yang terlama dan nyaris sebagai istrinya, tapi tetap berakhir di tengah jalan. Semoga dengan peristiwa saling memaafkan di resto tadi, seiring dengan dihapusnya benci di hati, berakhir pula kutukan Frans.

 

 

Continuará

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Pelukan Ibu Guru
605      455     0     
Short Story
Kisah seorang anak yang mencari kehangatan dan kasih sayang, dan hanya menemukannya di pelukan ibu gurunya. Saat semua berpikir keduanya telah terpisah, mereka kembali bertemu di tempat yang tak terduga.
DarkLove 2
1310      626     5     
Romance
DarkLove 2 adalah lanjutan dari kisah cinta yang belum usai antara Clara Pamela, Rain Wijaya, dan Jaenn Wijaya. Kisah cinta yang semakin rumit, membuat para pembaca DarkLove 1 tidak sabar untuk menunggu kedatangan Novel DarkLove 2. Jika dalam DarkLove 1 Clara menjadi milik Rain, apakah pada DarkLove 2 akan tetap sama? atau akan berubah? Simak kelanjutannya disini!!!
Da Capo al Fine
342      280     5     
Romance
Bagaimana jika kau bisa mengulang waktu? Maukah kau mengulangi kehidupanmu dari awal? Atau kau lebih memilih tetap pada akhir yang tragis? Meski itu berarti kematian orang yang kau sayangi? Da Capo al Fine = Dari awal sampai akhir
Oscar
2270      1097     1     
Short Story
Oscar. Si kucing orange, yang diduga sebagai kucing jadi-jadian, akan membuat seorang pasien meninggal dunia saat didekatinya. Apakah benar Oscar sedang mencari tumbal selanjutnya?
Old day
579      424     3     
Short Story
Ini adalah hari ketika Keenan merindukan seorang Rindu. Dan Rindu tak mampu membalasnya. Rindu hanya terdiam, sementara Keenan tak henti memanggil nama Rindu. Rindu membungkam, sementara Keenan terus memaksa Rindu menjawabnya. Ini bukan kemarin, ini hari baru. Dan ini bukan,Dulu.
Between Earth and Sky
1989      580     0     
Romance
Nazla, siswi SMA yang benci musik. Saking bencinya, sampe anti banget sama yang namanya musik. Hal ini bermula semenjak penyebab kematian kakaknya terungkap. Kakak yang paling dicintainya itu asik dengan headsetnya sampai sampai tidak menyadari kalau lampu penyebrangan sudah menunjukkan warna merah. Gadis itu tidak tau, dan tidak pernah mau tahu apapun yang berhubungan dengan dunia musik, kecuali...
My Perfect Stranger
9174      3394     2     
Romance
Eleanor dan Cedric terpaksa menjalin hubungan kontrak selama dua bulan dikarenakan skandal aneh mengenai hubungan satu malam mereka di hari Valentine. Mereka mencurigai pelaku yang menyebarkan gosip itu adalah penguntit yang mengincar mereka semenjak masih remaja, meski mereka tidak memiliki hubungan apa pun sejak dulu. Sebelum insiden itu terjadi, Eleanor mengunjungi sebuah toko buku misteri...
Sacred Sins
1569      682     8     
Fantasy
With fragmented dreams and a wounded faith, Aria Harper is enslaved. Living as a human mortal in the kingdom of Sevardoveth is no less than an indignation. All that is humane are tormented and exploited to their maximum capacities. This is especially the case for Aria, who is born one of the very few providers of a unique type of blood essential to sustain the immortality of the royal vampires of...
Sebuah Jawaban
406      295     2     
Short Story
Aku hanya seorang gadis yang terjebak dalam sebuah luka yang kuciptakan sendiri. Sayangnya perasaan ini terlalu menyenangkan sekaligus menyesakkan. "Jika kau hanya main-main, sebaiknya sudahi saja." Aku perlu jawaban untuk semua perlakuannya padaku.
Cinta Tau Kemana Ia Harus Pulang
8898      1644     7     
Fan Fiction
sejauh manapun cinta itu berlari, selalu percayalah bahwa cinta selalu tahu kemana ia harus pulang. cinta adalah rumah, kamu adalah cinta bagiku. maka kamu adalah rumah tempatku berpulang.