Read More >>"> Temu Yang Di Tunggu (up) (Kepingan Harap) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Temu Yang Di Tunggu (up)
MENU
About Us  

Ketika kita mencoba mengatur perasaan dengan mengandalkan fikiran, maka hati tak pernah kehilangan kejujurannya. Akan selalu ada harap yang tercipta di setiap detik yang dihabiskan bersamanya.
                                                    ~

Tubuhku belum sepenuhnya pulih. Masih terasa lemas dan sedikit sakit di bagian dada, setiap kali bayangan tentang Luna dan Devan yang selalu berputar di kepala. Bukan aku merasa cemburu, aku hanya marah karena merasa tidak dihargai.

Aku tidak mengikuti acara pengenalan antara para murid seangkatanku dengan para anggota BEM yang akan membimbing kami jika kami masuk ke kampus itu. Aku masih terbaring lemas di ruang UKS dengan di temani oleh Ricko dan Eca. Dimana Devan? Aku pun tidak tahu, mungkin dia tengah sibuk dengan kekasihnya.

Ricko menaruh kembali mangkuk yang ada di tangannya ke atas meja di dekatku, dia baru saja selesai menyuapiku semangkuk bubur. Bukan aku yang manja, tapi dia lah yang bersikukuh untuk menyuapiku.

Aku mengelap bibirku dan sedikit air mataku yang menetes begitu saja dengan tisu.

“Kamu kok nangis Ta?” tanya Ricko. Dari kerutan yang tercetak jelas di dahinya, sudah cukup membuatku mengerti bahwa dia tengah merasa khawatir.

Aku tersenyum sembari menggelengkan kepala, aku tak ingin mereka menduga-duga apa yang terjadi denganku. “Kalian ke aula aja duluan, saya bisa sendiri disini kok” ucapku karena merasa tidak enak.

Eca meletakan buku kisah 25 nabi yang tengah ia baca ke dalam tas nya, dia bangkit dari duduknya dan menghampiriku.
“Kamu kan penakut Ta, lagian saya ngga tertarik sama acara formalitas gitu. Toh ngga akan menentukan kita di terima dikampus sini atau ngga kan?”

Aku berfikir sejenak. “Kalau di lihat dari sisi itu, ya kamu bener sih. Tapi masa kalian ngga ikut bimbingannya, kan ada acara keliling kampus juga nanti biar lebih terbiasa”.

Ricko berdehem "Iya juga Ca, kamu kesana aja duluan. Saya jagain Tata di sini”

Eca membelalakan matanya “Ih kok gitu?!” ucapnya tak terima.

“Seperti yang kamu katakan tadi, kalau Tata itu orangnya penakut. Otomatis dia butuh temen dong”

Eca menggeram kesal, dia tak habis fikir dengan pemikiran Ricko. “Saya aja yang nemenin, kan saya temennya”.

“Loh, kamu kan sahabatnya bukan temennya lagi. Atau sekarang udah turun jabatan?” ucap Ricko yang membuat Eca mengatur nafasnya yang mulai memburu.

“Pasti karena rebutan cowok yah? Mainstream banget sih perkara nya, sampai bikin turun jabatan jadi temen”

Eca menggeram kesal pada omong kosong Ricko “Tau ah!! Dasar upil anoa” Teriak Eca sembari keluar meninggalkan aku dan Ricko di ruang UKS.

Aku dan Ricko tertawa terbahak-bahak, ini pertamakalinya seorang Eca Safitri meninggikan suara dan marah-marah seperti tadi.

“Kamu jahat banget Ko, sampai ubun-ubun nya berasep loh itu” ucapku yang diselingi dengan tawa.

Ricko menghentikan tawanya dan mengubah ekspresi wajahnya menjadi serius. “Kalau ngga begitu dia ngga akan pergi Ta”.

“Kok kamu mau dia pergi sih, kan ngga enak jadi tinggal kita berdua gini”.

Ricko mengabaikanku, yang membuatku melihat kearah Ricko yang ternyata tengah memainkan cincin polos berwarna perak di kedua tangannya. Matanya terlihat gusar, dan berulangkali dia juga menggigit bibir bawahnya.

“Ko?”

Ricko gelagapan mendengar panggilan dariku, padahal suara yang kuhasilkan begitu pelan karena tak ada tenaga yang tersisa.

Ricko memegang tangan kiriku dengan sangat lembut dan hati-hati.

“Ko?” Aku mulai kebingungan sendiri dengan sikap dan perlakuan Ricko saat itu.

Ricko meletakan jari telunjuknya di depan bibirnya sendiri, seolah mengisyaratkanku untuk diam.

“Diem dulu sebentar bisa kan? Aku lagi butuh energi dari kamu nih”

Aku mengerutkan dahiku yang membuat kedua alisku hampir bersentuhan. Aku terkejut sekaligus bingung dengan situasi ini.

“A..Ak..aku?” tanyaku ragu, membenahi kata ganti yang Ricko gunakan untuk menggambarkan dirinya sendiri.

Dengan wajah seriusnya Ricko menganggukkan kepalanya, membenarkan apa yang aku fikirkan.

Aku terkekeh hambar, guna memperbaiki suasana serius yang Ricko ciptakan.
“Haha...belajar ngambil energi dari mana, guru kura-kura atau Naruto? Btw jangan ambil energi saya dong, kan saya udah lemes banget ini” ucapku mencoba bergurau, namun tak bersambut.

Ricko menghujamku dengan tatapan tajam.
“Ta. Serius!” ucapnya pelan, namun dengan sedikit penekanan.

“Maaf” ucapku sembari tersenyum menunjukkan deretan gigiku.

Ricko berdehem dan memejamkan matanya sejenak, dia memberikan cincin yang sedari tadi membuatnya gelisah.
“Ta, aku suka sama kamu karena itu adalah kamu. Dan aku tahu kamu suka aku dari awal kita mabis, jadi ngga ada halangan untuk kita pacaran kan? Ini cincin sepasang, sebagai tanda kita saling mengikat”

Aku menahan mati-matian gemelitik yang hadir diperutku, aku malu sekaligus tidak menyangka dengan cara Ricko memintaku menjadi kekasihnya. Sungguh tidak romantis, dan terkesan memaksa. Aku menggigit bibirku agar tak ada kerecehan yang keluar dari mulutku di situasi saat ini, karena aku tahu ini adalah hal tersulit bagi seorang laki-laki dingin seperti dia.

“Tapi Ko...” ucapanku terpotong karena Ricko memasangkan cincin itu ke jari manisku, tepat di sebelah cincin pernikahanku.

“Pokoknya kita udah resmi yah, kamu milik aku dan aku milik kamu. Emang sih cincin yang orangtua kamu beliin itu jauh lebih bagus, tapi aku janji untuk beliin yang lebih bagus lagi saat hubungan kita lebih serius” ucap Ricko sembari mengelus puncak kepalaku.

Ini aneh, kenapa rasa senang yang seharusnya hadir justru tidak kunjung datang. Tidak ada rasa spesial yang aku rasakan saat ini, padahal aku sudah menantinya selama hampir 3 tahun.

Cklek!

“Assalamualaikum”

Ucap seseorang yang muncul dari balik pintu, sepertinya aku cukup familiar dengan suara deep voice itu.

Aku dan Ricko serempak menoleh kearah sumber suara. Dan benar saja, orang itu adalah Devan. Orang yang paling tidak ingin kutemui saat ini.

“Ada apa Kak?” ucap Ricko sembari menampilkan wajah tidak sukanya.

Devan tersenyum manis, yang membuat dia terlihat sangat tampan di mataku.
“Saya ketua BEM disini, jadi kamu silahkan pergi ke aula. Biar saya yang bertanggung jawab atas murid bimbingan saya yang sedang sakit ini”

“kalau saya ngga mau gimana?” tantang Ricko.

Devan lagi-lagi tersenyum “Berarti kamu ngga bisa ngisi formulir pendaftaran dong, just for your information pasien yang sedang terbaring lemas ini penerima beasiswa di kampus ini”

Ricko tak bisa berkutik, dia akhirnya meninggalkanku dan Devan setelah mengelus pucuk kepalaku.

Devan kini menghampiriku dan duduk di kursi yang tadi di duduki oleh Ricko. Jantungku bekerja dua kali lebih cepat, jarak kami terlalu dekat. Aku menoleh kearah lain guna menetralkan detak jantungku, mungkin ini efek dari ketampanan Devan.

“Situ ngga sarapan tadi?” nada datar dari Devan kembali mengiris hatiku, bagaimana bisa dia berbicara dengan begitu manis dengan Luna, tapi begitu hambar kepadaku.

“Ngga sempet” ucapku tanpa perlu repot menoleh kearahnya.

Devan membuang nafasnya kasar, mungkin dia tengah berusaha membuang egonya.

“Udah makan?” ucapnya dengan lembut, namun terdengar memaksa.

“Ngga usah sok perduli” ucapku tak ingin kalah datarnya dengan dia.

“Situ istri saya, wajar kalau saya perduli” ucapnya penuh penekanan, seolah meyakinkanku bahwa dia tengah serius saat itu.

“Cih! baru sekarang ngakuin, trus tadi kemana aja? Sibuk pacaran kan. Udahlah, kita masing-masing aja kayak yang kamu pengenin. Saya ngantuk, mau tidur” sindirku sembari menarik selimut sampai menutupi kepalaku.

Devan memegang tangan kiriku dan membawanya ke depan wajahnya, hembusan nafas hangatnya membuatku refleks terduduk dan menarik kembali tanganku dari genggamannya.

Devan menatapku dengan tatapan tajam seperti biasanya. “Ini kenapa cincinnya berdampingan gini?”

Aku tidak menjawab, aku hanya memandangnya dengan tatapan yang sama tajamnya. Aku tengah menabuh genderang perang dengan manusia batu satu ini.

“Yakin mau di pakai dua-duanya? Kalau orangtua kita nanya, trus situ mau jawab apa? Yang satu cincin nikah, yang satunya lagi cincin selingkuhan. Gitu?!” sambungnya, sepertinya dia mulai marah.

“Situ mau orangtua kita kena serangan jantung?!” suara Devan kini meninggi.

Aku tersentak dan langsung menangis, aku tak kuasa menahan rasa sakit yang menyerang inti jiwaku ini. Devan lagi-lagi mengecewakanku dengan mematahkan ekspektasiku. Aku fikir dia marah karena merasa cemburu, tapi ternyata dia hanya memikirkan kondisi kesehatan orangtuanya.

Devan menatapku dan melihat bahu bergetarku, dia duduk menghadap kearahku di bagian yang tersisa dari ranjang itu. Dia menarik kedua tanganku yang kugunakan untuk menutupi wajahku. Dan dalam sekejap Devan menarikku ke dalam pelukannya, membuatku terbuai dalam kehangatan dan kenyamanan yang Devan tawarkan. “Maaf saya ngga bermaksud bikin situ nangis”

“Tadi kak Devan ngga nolongin saya aja, saya biasa aja kan? Lah kakak tiba-tiba langsung marahin saya aja tanpa sebab” protesku sambil sesekali sesegukkan.

Devan melunak, dia menggunakan nada yang biasa dia pakai saat bersama Luna. Bahkan jauh lebih lembut dari itu. “Maaf, kan kamu yang minta supaya status kita ngga ada yang tahu”

Aku membalas pelukan Devan, aku menyembunyikan wajahku di dada bidangnya. “Yah bukannya masih ada rasa kemanusiaan yang tersisa dari kakak” ucapku yang membuat Devan menghentikan tepukan pelannya pada punggungku.

“iya maaf”

Aku melepas pelukan lebih dulu “Cowok tuh gitu! berkali-kali buat kesalahan, trus dengan mudahnya bilang maaf. Emang maaf menyelesaikan masalah? Ngga yah bambank!” ucapku seperti seorang anak kecil yang sedang merajuk.

Devan tak menanggapi, dia justru mengalihkan topik pembicaraan “Nanti pulang sama saya. Tapi mampir dulu, kita makan di luar”

"Makan ditempat umum, emang ngga takut di cap tukang selingkuh yah?” tiba-tiba saja kalimat itu lolos dari mulutku, tanpa bisa kucegah.

“Kata itu udah kayak sahabat buat saya”

Aku kecewa lagi, lagi, dan lagi. Bagaimana bisa dengan begitu mudahnya Devan berkata bahwa selingkuh adalah sahabatnya?

“Saya pulang sama Ricko aja” ucapku dengan ekspresi dan suara datar, ketahuilah bahwa aku sedang mati-matian menekan rasa kecewa agar tak meluap menjadi emosi.

“Yaudah terserah” ucap Devan datar sembari melenggang pergi menuju pintu keluar UKS.

Namun sebelum ia memutar knop pintu UKS, dia berhenti dan menoleh kesamping tanpa menoleh kearahku. Tapi aku tahu jika apa yang akan dia katakan itu tertuju untukku.

“Itu bukan cinta kalau ada karena di dalamnya. Jika ada alasan untuk mencintai, itu berarti cinta akan berakhir jika alasan itu sudah tidak ada lagi. Cinta juga tidak mengikat dan memaksa, cinta bebas namun tahu batasan dan jalan pulang. Sebab hati bebas jatuh kepada siapa saja yang dirasa pantas, namun selalu tahu dimana pemilik yang sesungguhnya”

Setelah mengajari ku tentang arti cinta, Devan pergi dengan penampilan dingin seperti biasanya.

“Seandainya pengertian cinta itu pemerannya adalah aku dan kamu tanpa ada dia, pasti saya jadi wanita terbahagia saat ini” gumamku, sembari menatap lirih punggung tegap Devan yang perlahan menghilang di balik pintu.

How do you feel about this chapter?

1 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (8)
  • Madesy

    lanjut donk.. gak sabar nihhh

    Comment on chapter Sisi lain
  • Sean_Ads

    Aha! My lovely new story ^^

    Comment on chapter Pertemuan Yang Tak Bermuara Pada Temu
  • margareth_sartorius

    The best version of yours

    Comment on chapter Pertemuan Yang Tak Bermuara Pada Temu
  • minata123

    Romance komedi seleraku

    Comment on chapter Pertemuan Yang Tak Bermuara Pada Temu
  • avalolly

    Lanjutkeun!!

    Comment on chapter Pertemuan Yang Tak Bermuara Pada Temu
  • landon123

    Such an awesome work, Fighting gurll!!
    Gue harap lo ga berhenti tengah jalan cuma karena ga ada pendukung baru, cerita lo seru ko jadi harus PD dan jangan kehilangan mood'y

    Comment on chapter Pertemuan Yang Tak Bermuara Pada Temu
  • Tarikhasabis

    Suka banget sama gaya penulisan kakak, kaya semi baku gitu, jadi bikin nyaman di baca dan ceritanya juga menarik banget. Aku suka banget sama cerita yang alurnya sakit dulu baru bahagia. Pokok nya nyesek momentnya kerasa banget di cerita ini, salam hangat dari Tarikha untuk author tercinta. Ngomong-ngomong kapan update lagi kak? Trus cerita Vanilla ice cream apa nggak niat untuk di lanjut? Padahal aku penasaran loh

    Comment on chapter Pertemuan Yang Tak Bermuara Pada Temu
  • neogara

    Bagus! Enak di baca. Lanjut terosssss... Semangat nulisnya

    Comment on chapter Pertemuan Yang Tak Bermuara Pada Temu
Similar Tags
Mendadak Halal
5232      1693     1     
Romance
Gue sebenarnya tahu. kalau menaruh perasaan pada orang yang bukan makhramnya itu sangat menyakitkan. tapi nasi sudah menjadi bubur. Gue anggap hal ini sebagai pelajaran hidup. agar gue tidak dengan mudahnya menaruh perasaan pada laki-laki kecuali suami gue nanti. --- killa. "Ini salah!,. Kenapa aku selalu memandangi perempuan itu. Yang jelas-jelas bukan makhrom ku. Astagfirullah... A...
Ich Liebe Dich
9449      1436     4     
Romance
Kevin adalah pengembara yang tersesat di gurun. Sedangkan Sofi adalah bidadari yang menghamburkan percikan air padanya. Tak ada yang membuat Kevin merasa lebih hidup daripada pertemuannya dengan Sofi. Getaran yang dia rasakan ketika menatap iris mata Sofi berbeda dengan getaran yang dulu dia rasakan dengan cinta pertamanya. Namun, segalanya berubah dalam sekejap. Kegersangan melanda Kevin lag...
Dessert
832      421     2     
Romance
Bagi Daisy perselingkuhan adalah kesalahan mutlak tak termaafkan. Dia mengutuk siapapun yang melakukannya. Termasuk jika kekasihnya Rama melakukan penghianatan. Namun dia tidak pernah menyadari bahwa sang editor yang lugas dan pandai berteman justru berpotensi merusak hubungannya. Bagaimana jika sebuah penghianatan tanpa Daisy sadari sedang dia lakukan. Apakah hubungannya dengan Rama akan terus b...
Little Spoiler
784      490     0     
Romance
hanya dengan tatapannya saja, dia tahu apa yang kupikirkan. tanpa kubicarakan dia tahu apa yang kuinginkan. yah, bukankah itu yang namanya "sahabat", katanya. dia tidak pernah menyembunyikan apapun dariku, rahasianya, cinta pertamanya, masalah pribadinya bahkan ukuran kaos kakinya sekalipun. dia tidak pernah menyembunyikan sesuatu dariku, tapi aku yang menyembunyikan sesuatu dariny...
Premium
RESTART [21+]
3724      1903     22     
Romance
Pahit dan getir yang kurasa selama proses merelakan telah membentuk diriku yang sekarang. Jangan pernah lagi mengusik apa yang ada di dalam sini. Jika memang harus memperhatikan, berdirilah dari kejauhan. Terima kasih atas semua kenangan. Kini biarkan aku maju ke depan.
Redup.
326      183     0     
Romance
Lewat setiap canda yang kita tertawakan dan seulas senyum yang kerap dijadikan pahatan. Ada sebuah cerita yang saya pikir perlu kamu dengarkan. Karena barangkali saja, sebuah kehilangan cukup untuk membuat kita sadar untuk tidak menyia-nyiakan si kesayangan.
START
238      151     2     
Romance
Meskipun ini mengambil tema jodoh-jodohan atau pernikahan (Bohong, belum tentu nikah karena masih wacana. Hahahaha) Tapi tenang saja ini bukan 18+ 😂 apalagi 21+😆 semuanya bisa baca kok...🥰 Sudah seperti agenda rutin sang Ayah setiap kali jam dinding menunjukan pukul 22.00 Wib malam. Begitupun juga Ananda yang masuk mengendap-ngendap masuk kedalam rumah. Namun kali berbeda ketika An...
I'il Find You, LOVE
5177      1383     16     
Romance
Seharusnya tidak ada cinta dalam sebuah persahabatan. Dia hanya akan menjadi orang ketiga dan mengubah segalanya menjadi tidak sama.
Kala Saka Menyapa
9628      2474     4     
Romance
Dan biarlah kenangan terulang memberi ruang untuk dikenang. Sekali pun pahit. Kara memang pemilik masalah yang sungguh terlalu drama. Muda beranak begitulah tetangganya bilang. Belum lagi ayahnya yang selalu menekan, kakaknya yang berwasiat pernikahan, sampai Samella si gadis kecil yang kadang merepotkan. Kara butuh kebebasan, ingin melepas semua dramanya. Tapi semesta mempertemukannya lag...
Perihal Waktu
352      238     4     
Short Story
"Semesta tidak pernah salah mengatur sebuah pertemuan antara Kau dan Aku"