Loading...
Logo TinLit
Read Story - REWIND
MENU
About Us  

REWIND
©Elsy Jessy


Hari ini Dina datang ke kamarku. Mengunci pintu dari dalam kemudian mendekatiku yang sedang mengerjakan tugas Sejarah. Entah dia akan melakukan apa sampai mengunci pintu seolah tak ingin ada seorang pun yang mengganggu kami.

Dina duduk di sebelahku. "Lo lagi sibuk, Ta?"

Aku hanya melirik sekilas lalu kembali fokus ke layar monitor. Mengetik makalah yang besok akan dikumpulkan. "Nugas Sejarah." Aku menjawabnya singkat.

Aku melihatnya mengangguk dari pantulan layar.

"Gue mau ngomong penting sama lo."

"Iya, ngomong aja, Na. Gue denger, kok." Pandanganku masih tertuju pada komputer. Aku masih mengacuhkannya.

Dina memegang bahuku dan mengarahkan badanku menghadapnya. "Gue serius, Ta."

Baiklah. Jika ini memang penting, aku menghentikan kegiatanku. Aku menatapnya malas. "Kenapa, Na?"

"Gu-gue mau minta maaf." Lalu Dina memelukku.

Dia melepas pelukannya dan menatapku dalam. "Harusnya gue nggak ngomong gitu ke lo. Waktu itu gue emosi banget sampe nggak kontrol sama omangan gue." Dina menjeda kalimatnya. "Tadi Arya telepon gue dan jelasin semuanya. Sorry, gue nggak dengerin dulu penjelasan lo."

Aku lega. Tak terasa sunggingan terbit di bibirku. "Iya. Maafin gue juga, Na." Kini giliran aku yang memeluknya. "Gue harusnya bilang dulu ke lo kalau mau ketemu Arya. Dia kan cowok lo," lanjutku.

Aku melepas tautan kami. "Tapi sekarang bukan. Gue sama Arya udah putus."

Aku melihat matanya yang menggambarkan kesedihan. "Lo kenapa lagi, Na?"

"Ini semua salah gue, Ta." Wajahnya berubah sendu. "Harusnya gue jujur aja dari awal. Gue nggak bermaksud mainin perasaan Arya. Bahkan kepikiran aja, enggak."

"Iya. Gue tahu, kok. Lo nggak sejahat itu." Aku berusaha menenangkan saat buliran air mata jatuh di pipinya. Mengelus-elus tangannya berusaha meredam kesedihannya. "Arya pasti juga tahu, lo ngelakuin itu karena situasi dan kondisi saat itu."

"Iya. Tapi harusnya gue bisa jujur. Dia udah baik banget ke gue. Gue nggak pernah nemuin cowok sebaik Arya," kata Dina sambil terisak.

"Udah nggak usah nangis lagi." Aku menghapus air matanya. "Arya juga pasti udah maafin lo, kok."

"Arya bilang, hubungan yang dilandasi kebohongan akan percuma dipertahankan."

"Gue nyesel, Ta," imbuhnya.

***
"Ta, itu ada kak Ryan," goda Riska padaku.

"Samperin, gih." Dina ikut-ikut menimpali.

Aku hanya mendengus. Apa-apaan mereka itu. Ini kantin sekolah. Ryan juga murid sekolah ini. Tentu saja dia akan terlihat di tempat ini saat jam istirahat. Apalagi istirahat kedua tepat di jam makan siang.

Suasana riuh kantin bertambah dengan keributan Ryan dan teman-temannya di sudut sana. Mereka asik bernyanyi dan memukul meja seolah meja kayu itu sebuah kendang. Salah satu dari temannya yang berambut cepak beraksi layaknya sedang memainkan gitar elektrik, padahal itu hanya sapu ijuk biasa. Entah lagu apa yang mereka mainkan. Yang jelas berisik sekali mereka. Tapi tak ada yang berani menegur. Sebab mereka sudah kelas dua belas.

Tak sengaja pandangan mataku bertubrukan dengan Ryan. Buru-buru aku mengalihkan arah ke tempat lain. Dan melirik ke tempatnya lagi, ingin tahu apa dia masih menatapku atau tidak. Aku mengambil es teh kemudian meminumnya sebagai upaya mengelabuhan.

"Ciee, yang curi-curi pandang," sindir Melda.

Aku sontak tersedak. Merasa tertangkap basah. Alhasil mereka menertawakanku.

"Lo nggak usah salting gitu kali." Dina kembali meledekku.

Aku melirik Riska. "Ng—nggak, kok. Siapa yang salting, sih. Gue biasa aja," kilahku.

"Kalo lirik-lirikan beneran juga nggak apa-apa, kok." Kini Riska yang menimpali.

Mereka lagi-lagi tergelak. "Iya, deh. Terserah lo, Ta," cicit Melda.

Mang Udin tukang ketoprak tiba-tiba menghampiri meja kami. "Ini buat neng Dita." Dia menyodorkan seporsi ketoprak dengan ekstra kerupuk. Itu memang kesukaanku.

Kami saling berpandangan. "Gue nggak pesen ketoprak, Mang," ujarku.

"Tapi nggak apa-apa, deh. Gue lagi laper soalnya." Aku mengeluarkan uang dari dompet. "Berapa, Mang?"

"Udah dibayar, Neng."

Melda melirikku. "Ryan itu yang ngirim."

Mataku membesar. "Bener, Mang?" Aku mengonfirmasi pada mang Udin yang masih di tempatnya.

"Iya, Neng. Udah ya mamang mau ke sana lagi."

"Makasih, Mang."

"Mel, kok lo bisa nebak itu dari Ryan?" tanyaku pada kutu buku ini.

"Iya. Di novel-novel yang gue baca sih gitu."

Lagi-lagi Melda menyatukan dunia fiktif ke dalam dunia nyata.

Aku mulai memakan ketoprak itu lalu tak sengaja melirik ke tempat Ryan dan teman-temannya. Rupanya dari tadi dia melihat ke arahku. Dia tersenyum dan mengacungkan ibu jarinya. Mendapat perlakuan itu, aku otomatis menunduk sambil terus menyendokan makanan itu buru-buru.

_____________Bersambung____________
 

Tags: Fiksi remaja

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Konfigurasi Hati
557      380     4     
Inspirational
Islamia hidup dalam dunia deret angka—rapi, logis, dan selalu peringkat satu. Namun kehadiran Zaryn, siswa pindahan santai yang justru menyalip semua prestasinya membuat dunia Islamia jungkir balik. Di antara tekanan, cemburu, dan ketertarikan yang tak bisa dijelaskan, Islamia belajar bahwa hidup tak bisa diselesaikan hanya dengan logika—karena hati pun punya rumusnya sendiri.
Kamu
4001      1580     1     
Romance
Dita dan Angga sudah saling mengenal sejak kecil. Mereka bersekolah di tempat yang sama sejak Taman Kanak-kanak. Bukan tanpa maksud, tapi semua itu memang sudah direncanakan oleh Bu Hesti, ibunya Dita. Bu Hesti merasa sangat khawatir pada putri semata wayangnya itu. Dita kecil, tumbuh sebagai anak yang pendiam dan juga pemalu sejak ayahnya meninggal dunia ketika usianya baru empat tahun. Angg...
Harapan Gadis Lavender
3091      1336     6     
Romance
Lita Bora Winfield, gadis cantik dan ceria, penyuka aroma lavender jatuh cinta pada pandangan pertama ke Reno Mahameru, seorang pemuda berwibawa dan memiliki aura kepemimpinan yang kuat. Lita mencoba mengungkapkan perasaannya pada Reno, namun dia dihantui oleh rasa takut ditolak. Rasa takut itu membuat Lita terus-menerus menunda untuk mengungkapkan perasaa...
Heliofili
2723      1193     2     
Romance
Hidup yang sedang kami jalani ini hanyalah kumpulan berkas yang pernah kami tandatangani di kehidupan sebelumnya— dari Sastra Purnama
BINTANG, Cahayamu Akan Selalu Ada.
69      61     3     
Short Story
Seorang pelukis bernama senja yang terkurung dalam duka setelah kehilangan tunangannya, Bintang. Dia selalu mengabadikan sosok bintang kedalam bentuk lukisan. Hingga ebuah kotak kenangan misterius dan seorang sahabat lama muncul, membawa harapan sekaligus membuka lembaran baru yang tak terduga. Akankah Senja menemukan kembali cahayanya, dan siapakah sebenarnya yang menantinya di ujung kesedihan? ...
Dalam Satu Ruang
158      106     2     
Inspirational
Dalam Satu Ruang kita akan mengikuti cerita Kalila—Seorang gadis SMA yang ditugaskan oleh guru BKnya untuk menjalankan suatu program. Bersama ketiga temannya, Kalila akan melalui suka duka selama menjadi konselor sebaya dan juga kejadian-kejadian yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya.
My World
777      524     1     
Fantasy
Yang Luna ketahui adalah dirinya merupakan manusia biasa, tidak memiliki keistimewaan yang sangat woah. Hidup normal menyelimutinya hingga dirinya berusia 20 tahun. Sepucuk surat tergeletak di meja belajarnya, ia menemukannya setelah menyadari bahwa langit menampilkan matahari dan bulan berdiri berdampingan, pula langit yang setengah siang dan setengah malam. Tentu saja hal ini aneh baginya. I...
Istri Tengil Gus Abiyan
581      424     4     
Romance
Sebelum baca cerita author, yuk follow ig author : @Safira_elzira, tiktok: @Elzira29. Semua visual akan di poating di ig maupun tiktok. •••●●••• Bagaimana jadinya jika seorang gadis kota yang tiba-tiba mondok di kota Kediri jawa timur. Kehiudpan nya sangat bertolak belakang dengan keseharian nya di Jakarta. Baru 3 minggu tinggal di pesantren namun tiba-tiba putra pemilik kiayi m...
Havana
883      449     2     
Romance
Christine Reine hidup bersama Ayah kandung dan Ibu tirinya di New York. Hari-hari yang dilalui gadis itu sangat sulit. Dia merasa hidupnya tidak berguna. Sampai suatu ketika ia menyelinap kamar kakaknya dan menemukan foto kota Havana. Chris ingin tinggal di sana. New York dan Indonesia mengecewakan dirinya.