•REWIND•
©Elsy Jessy
Mobil merah tiba-tiba berhenti di depanku dan Melda yang hendak menyeberang jalan raya. Kami memang akan kerja kelompok di rumah Melda dan akan menunggu angkutan kota di halte dekat sekolah. Kaca depan mobil itu perlahan terbuka menampakan sosok yang aku kenali. Itu Arya. Untuk apa dia ke sekolahku. Apa dia akan menemui Dina?
Dia melirik jariku, refleks aku menyembunyikan. Rupanya dia sudah menemukan perbedaanku dan Dina.
"Hai, Ta?" sapanya.
"Mau cari Dina?" tanyaku.
Arya menggeleng. "Nggak. Gue mau cari lo."
Aku menukar pandangan pada Melda yang saat itu ada di sampingku.
"Ada waktu ngobrol sebentar?"
Melda mengerti maksud Arya. Dia berujar, "Ta, gue pulang duluan, deh. Gue tungguin lo di rumah aja. Oke?"
Tak enak rasanya meninggalkan Melda sendiri. Tapi Melda terus meyakinkan kalau dia baik-baik saja. Akhirnya aku mengangguk pelan. Kemudian naik ke mobil Arya.
Arya membawaku ke kedai es krim tak jauh dari sekolah. Dan kebanyakan yang nongkrong di sini adalah teman-teman sekolahku. Aku sedikit risi ketika mereka —beberapa teman sekelas yang ada di sana menatapku penuh selidik. Aku hanya tersenyum seadanya sebagai respon. Mungkin mereka berfikir, dulu aku pulang bersama kakak kelas sekarang pergi dengan laki-laki lain. Masa bodoh dengan penilaian mereka dan gosip yang akan beredar di sekolah besok.
Kami memilih meja di dekat jendela besar yang letaknya agak menjorok ke dalam. Aku memesan es krim cokelat tentu saja itu favoriku, sedangkan Arya vanilla.
"Jadi, lo mau ngomong apa ke gue?" Aku to the point.
"Lo udah jadian sama Ryan?"
Apa saat ini Arya sedang meledekku? Kenapa dia penasaran tentang hubunganku dan Ryan. Sudah jelas bukan, kalau aku dan Ryan hanya berteman.
Aku menanggapi dengan santai. "Gue nggak ada hubungan apa-apa sama Ryan. Kenapa? Lo mau nyomblangin gue?"
Arya terkekeh. "Bagus, deh."
Aku menaikan sebelah alis. Apa maksudnya berkata seperti itu. Apa dia benar-benar akan menjodohkanku dengan temannya? Entahlah.
"Artinya gue masih punya kesempatan," katanya lagi.
Bola mataku membesar. "Hah?" Apa aku tak salah dengar? Aku benar-benar tak tahu harus menanggapi seperti apa. Aku tertawa garing, "Becanda lo nggak lucu, Ar."
"Gue serius," ucapnya tanpa keraguan.
Aku tak bisa berkata-kata lagi. Apa yang sedang dia pikirkan sebenarnya. Bagaimana dia bisa berkata seperti itu padaku. Aku harus bagaimana? Mantan pacar saudara kembarku —yang juga masih diharapkannya berniat mendekatiku. Ini gila.
"Kenapa?" tanyaku sambil menunduk.
"Karena yang ketemuan pertama sama gue itu elo. Lo yang membuat gue terkesan untuk pertama kali," jawabnya mantap.
Aku menelan ludah. Kalau tahu begini, seharusnya saat itu aku tak menggantikan Dina. Aku menyesal. Ini benar-benar rumit. Apa yang harus aku katakan pada Dina nanti? Ini sama saja artinya semua tuduhan Dina padaku waktu itu benar. Kepalaku tiba-tiba merasa pening. Es krim cokelat ini sepertinya tak membantu mencairkan suasana hatiku sama sekali. Aku mendadak tak minat dengan es krim yang seharusnya sangat kusuka. Rasanya aku hanya ingin cepat keluar dari kecanggungan ini.
Arya menatapku. Dia sepertinya bisa menebak pergolakan hatiku. "Tenang aja, Ta. Gue pelan-pelan, kok. Gue sportif. Kalo emang lo lebih milih Ryan, gue nggak apa-apa. Yang penting kasih gue kesempatan."
Ya Tuhan. Apa yang harus aku lakukan?? Aku bergegas pamit walaupun Arya menawarkan untuk mengantarkanku tapi langsung kutolak. Aku tak ingin terjebak di suasana kaku lagi.
Aku seharusnya ke rumah Melda untuk tugas kelompok, tapi saat ini aku malah berjalan entah kemana tujuannya. Aku hanya melangkahkan kakiku tanpa berpikir. Kulirik jam di tangan, sudah pukul lima sore. Sebaiknya aku pulang saja. Aku menunggu metromini di halte terdekat.
Saat aku sedang duduk menunduk di halte. Aku benar-benar bingung. Tiba-tiba ada seseorang yang menghampiriku.
"Dita, kan?"
Aku mendongak menghadap ke sumber suara. "I—iya." Aku melihat perempuan hitam manis berambut bob di hadapanku. Wajahnya familiar tapi aku lupa siapa dia. Ingatanku memang buruk kalau mengingat nama orang.
Perempuan itu duduk di sebelahku. "Ini gue Nia yang waktu itu ketemu di konser Starsindrome."
Ah, aku ingat. Nia teman Ryan yang juga satu band dengan laki-laki itu. "Iya, Nia. Sorry gue nggak liat lo."
"Santai aja. Lo baru pulang, Ta?"
"Iya, tadi abis ketemu temen dulu. Nih mau pulang." Melihat Nia yang sudah menggunakan pakaian kasual, aku bertanya, "Lo mau kemana, Ya."
"Gue mau ke studio band. Mau ikut nggak? Ada Ryan juga, lho."
Aku buru-buru menggeleng. "Nggak, gue udah diteleponin nyokap suruh cepetan balik."
"Oh, oke."
Selama beberapa menit kami diam. Aku juga tak tahu basa basi apa lagi yang harus kulontarkan.
"Ta, lo udah lama sama Ryan?"
____________Bersambung_____________