Pagi itu suasana sekolah masih sepi, hanya dua, tiga murid yang baru tiba itupun tugas piket, dan ada beberapa siswa yang menyalin PR dari temannya karena sepulang sekolah tak sempat mengerjakan. Keyra duduk di taman menyender pada sebuah pohon, ia menutup matanya dengan headset yang menggantung di telinga. Masih ada waktu setengah jam untuk mengistirahatkan matanya setelah tiga hari izin sekolah dan tiga malam itu ia tak bisa tertidur karena Insomnia.
Atlas yang juga sudah tiba di sekolah, berjalan ke arah Keyra. Ia duduk di samping gadis itu, untuk memastikan rasa penasarannya sejak tiga hari yang lalu. Membuatnya kepikiran dengan apa yang terjadi pada gadis yang kini ada di sampingnya.
“Woi Labil?” Panggilnya yang tak mendapat respon dari Keyra.
Labil adalah julukan untuk Keyra karena gadis itu terkadang bersikap aneh seperti marah-marah tak jelas dan terkadang emosi yang menggebu-gebu apa lagi kalau mendengar kalimat kecelakaan, musibah dan lain sebagainya. Makanya mereka melabelkan Keyra dengan gadis labil.
“Bener, ni cewek emang lagi ada masalah sama otaknya. Tapi kasihan juga sih, kasihan masih muda udah stress,” Tukasnya menggeleng-geleng kepala seakan memasang wajah iba.
Keyra membuka matanya kemudian ia terkejut saat mendapati laki-laki itu duduk di sampingnya. Sontak membuatnya marah, kemudian menepuk punggung Atlas dengan buku yang ada di genggaman tangannya.
“Au….sakit!” Teriaknya.
“Lo ngapain di sini? bukan mukhrim deket-deket ngerti lo,” Ketusnya berjalan menjauh dari Atlas.
Pria itu terkejut, kemudian menepuk tangannya dengan ekpresi jail.
“Widih ini yang gue suka. Silabil balik lagi, kalau kayak gini kan enak ganggunya, lah kalau kayak waktu itu, mayat hidup bikin gue jadi nggak bergairah,” Tukasnya berjalan menyusul Keyra dan berjalan di belakang gadis itu.
“Ngapain lo ikutin gue?” Tanyanya ketus.
“Eh lo labil banget sih. Kemarin kayak mayat hidup, sekarang marah-marah kayak orang kesetanan. Terus nangis-nangis sambil bilang gue pembunuh, terus tiba-tiba ke rumah sakit ikut terapi lo kenapa sih?”
DEG!
Tubuh Keyra membeku. Ia benar-benar terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Atlas. Bagaimana bisa pria itu tau semua tentang dirinya, apa yang sebenarnya terjadi saat itu, kenapa ia tidak ingat sama sekali? Pertahanan tubuh Keyra melemah, ia seperti kedapatan mencuri uang miliaran rupiah dari bank.
“Lo ta..u da..ri ma…na? Tanyanya gemetaran.
“Lah kan gara-gara lo gue kecelakaan, gimana sih lo? Jangan bilang lo lupa ingatan!” Selidik Atlas.
“Hooo iya, gue lupa. Maaf ya,” Tukasnya pura-pura ingat dan kemudian berjalan panik.
“Tunggu!”
Langkah Keyra terhenti, ia meremas buku yang ada di tangannya. Entah mengapa kali ini pertahanan Keyra seketika hancur. Sesuatu yang saat ini ia takutkan adalah saat orang lain tau apa yang sedang ia alami. Ia tak ingin orang-orang menganggapnya aneh dan gila. Keyra menarik napas kemudian memberanikan diri membalikkan tubuhnya.
Atlas mendekat kemudian menatap mata Keyra seperti mencari sesuatu pada manik coklat milik Keyra, namun gadis itu menghindar karena ia tak suka pria menatapnya seperti itu.
“Bukan makhram, biasa aja liatnya?” Keyra membuang pandang ke arah kelas.
“Kalau lemah jangan sok berlaga kuat. Gue tau lo itu sebenarnya rapuh, bahkan bisa dibilang hancur.”
“Sampai mana lo tau tentang gue Las?” Keyra memberanikan diri untuk bertanya dengan perasaan kalut.
“Semuanya..semua yang gue liat.”
Jantungnya kali ini berdetak jauh lebih cepat. “Apa dia tau apa yang sedang gue alami?” Pikirannya melayang, Keyra menggigit bibirnya, kemudian semakin memperkuat genggaman bukunya.
“Termasuk sama sesuatu yang terjadi dengan gue?”
“Terjadi sama lo?”
Huffft….ternyata dia belum tau tentang masalah itu. Batinnya, ia menghela napas panjang, kemudian tersenyum penuh kemenangan. Ia kira hari ini, dia sudah kalah, ternyata Allah masih baik padanya. Memberikan kesempatan untuk bertahan, dari rahasia-rahasia yang selama ini ia coba simpan. Meski ia sadar cepat atau lambat semua akan terbongkar. Ia hanya perlu mempersiapkan mental jika suatu saat rahasianya benar-benar terbongkar.
“Sesuatu yang terjadi sama dia, apa maksudnya. Apa masalah terapi itu. Apa dia mengalami hal yang serius?” Batin Atlas.
“Kenapa lo diam?”
“Nggak apa-apa. Udah ah gue mau ke kelas.” Keyra meninggalkan Atlas di tengah lapangan.
“Sebentar, apa ini masalah terapi, tiga hari yang lalu di rumah sakit? Apa jangan-jangan lo kena gangguan pada otak lo. Lo nggak stress dan lupa ingatan kan?”
Lagi-lagi Atlas berhasil mempermainkannya. Kalimat itu jauh lebih menyeramkan. Dan nasib gadis itu benar-benar sudah berakhir, cepat atau lambat semuanya pasti akan terbongkar. Tangannya sudah merah karena cengkeraman kukunya, ia tidak sanggup menoleh ke arah Atlas, karena ia tak ingin pria itu mendapatinya dalam kehancuran.
“Sotoy lo!”
“Lah terus ngapain lo terapi kalau gitu?”
“Gue Insomnia lo liatkan kalau setiap hari gue sekolah dengan mata panda. Jadi jangan membuat asumsi sendiri. Dan satu lagi jangan suka percaya dengan sesuatu yang lo liat, karena sesuatu yang lo liat nggak seperti kenyataanya.” Keyra masih membelakangi Atlas.
“Dan jangan sok kuat dan tegar. Karena bisa jadi lo akan jauh lebih menderita.” Atlas berjalan melewati Keyra, kemudian melewati Reno yang berdiri di pinggir lapangan.
“Tenang aja gue nggak ngapa-ngapain gebetan lo kok,” Tukasnya pelan saat ia melewati Reno kemudian berjalan ke kelas. Reno mengepal tangannya, bagaimanapun, sehebat apapun dia menyembunyikan perasaannya. Orang awampun tau sikap Reno ke Keyra, yang tak wajar setiap kali ia membela Keyra. Hanya saja gadis itu tak pernah menyadari bentuk perhatian yang diberikan Reno kepadanya.
“Key!” Sapa Reno, saat gadis itu hampir saja melewatinya saat ia berjalan dengan wajah tertunduk.
“Eh Reno, ada apa?” Jawabnya lemah.
“Kamu nggak diapa-apain kan sama sicurut itu?”
Keyra menggeleng sambil tersenyum.
“Syukurlah, kamu mau ke kelas?”
Gadis itu mengangguk. Kemudian mereka masuk ke dalam kelas. Atlas memperhatikan Keyra dan Reno memasuki kelas. Ia seperti mencari sesuatu, seperti ada yang aneh dengan gadis itu. Tapi apa? ia belum menemukannya. Atlas yakin ada sesuatu yang aneh sedang disembunyikan gadis itu, membuat Atlas semakin penasaran ingin mencari taunya.
***
“Dari mana kamu jam segini baru pulang?” Tanya Ardi menghentikan langkah Atlas saat masuk ke dalam rumah.
“Nanti malam ikut sama Papa!” Titahnya dingin.
“Nggak mau, capek!” Atlas menjawab tidak kalah lebih dingin.
“Papa bingung harus gimana ngomong sama kamu. Agar sekali aja kamu nurut Las?”
“Dan aku juga bingung. Kenapa sekali aja Papa nggak nurutin maunya aku!”
“Terserah kamu papa udah nggak peduli lagi, kamu mau rusak, mau hancur. Itu hak kamu, papa udah ingetin kamu sebagai orang tua.” Kalimat itu terdengar tampak lemah dan tak bersemangat. Kali ini papanya memilih untuk mengalah, kemudian berjalan ke kamar.
Atlas merasa menang. Kemudian ia berjalan ke kamar dengan senyum yang merekah. Setidaknya hari ini, hari baik baginya. Ia lepas dari omelan papanya.
Setiba di kamar Atlas langsung membaringkan tubuhnya dan mendekap bola kesayangannya. Kemudian melemparkannya ke dinding dan ditangkap kembali. Saat sedang menikmati istirahat, suara ketukan pintu terdengar dari luar kamarnya.
“Las, mama boleh masuk?”
“Masuk aja Mah, nggak dikunci!”
Rika masuk ke dalam kamar Atlas, kemudian duduk di ranjang sambil mengelus puncak kepala putranya yang sedang rebahan sambil melemparkan bolanya.
“Las kamu sayangkan sama keluarga kita? kamu sayang sama mama?”
Pertanyaan itu membuat Atlas membenarkan posisinya. Ia bangun dari tidurnya kemudian duduk menatap wajah mamanya. Seakan ingin mendengar sekali lagi dari mulut Rika.
“Maksud mama?”
“Kalau kamu sayang sama mama kamu juga harus sayang sama papa!”
“Bukan aku yang nggak sayang sama papa. Tapi papa yang selalu bandingin aku sama Kak Lita.” Tatapan mata Atlas tajam mengarah pada baju jersey yang tergantung di pintu lemari.
“Lihat mama?” Rika memegang kedua pundak putranya agar menatapa matanya.
“Kamu salah Las. Dulu waktu mama ngelahirin kamu, Kak Lita paling cemburu sama kamu. Karena seluruh perhatian Papa tertuju sama kamu. Saat kamu masih bayi, papa cepat-cepat pulang dari kantor hanya ingin gendong dan meluk kamu. Kalau ada acara besar papa selalu bilang ke rekan-rekannya. Ini anak saya, anak laki-laki penerus saya. Kalau saya nggak bisa jadi pesepak bola, maka Atlas yang akan menggantikan saya. Dia akan jadi Atlet yang luar biasa itu kalimat yang sering papa ucapkan. Ketahuilah Las papa itu sayang sama kamu, Papa ngelarang kamu main bola karena ada alasan. Kamu ingatkan waktu kecil papa sering ngajarain dan ngajak kamu main bola?”
Mata Atlas mulai sayu seperti ada biji cabai yang masuk dikornea nya. Atlas menundukkan wajahnya sambil mengangguk.
“Nah kalau gitu papa nggak mungkin ngelarang kamu main bola, buktinya papa sendiri yang ngajarin kamu waktu kecil. Alasannya adalah waktu SD kelas 5 kamu pernah cidera dan mengalami patah kaki, apa kamu lupa? Sejak itu papa takut anak laki-lakinya mengalami hal yang sama. Papa ngelarang kamu, karena dia sayang sama kamu.”
“Kalau papa sayang sama aku, kenapa dia mau nikahi aku Mah?”
Rika terdiam, ia menggenggam tangan Atlas. Seperti ada cairan bening tiba-tiba lolos dari manik hitam miliknya. Rika menunduk dan kemudian menarik napas panjang.
“Las keluarga kita sedang diambang kehancuran, perusahan yang selama ini papa coba selamatkan, sedang tidak stabil. Sahabat Oma ingin membantu perusahaan kita dengan cara menanam saham. Tapi ada persyaratannya.”
Atlas terkejut, ia tidak pernah tau kalau situasi di kantor benar-benar separah itu. Karena selama ini ia bisa makan dan tidur nyenyak, jadi tak peduli dengan keadaan ekonomi keluarga. Karena baginya itu bukan urusannya, melainkan urusan orangtuanya. Kini Atlas sadar papahnya selama ini berjuang untuknya dan keluarga, agar mereka tak kekurangan. Atlas terdiam seakan merasa bersalah.
“Syaratnya apa Mah?”
“Kamu harus menikah dengan cucunya. Jika Kak Lita laki-laki tentu kami akan menikahkan Kak Lita terlebih dahulu. Karena anak laki-laki kami hanya kamu, mau tak mau kamu yang kami nikahkan. Awalnya mamah marah tak setuju, tapi lambat laun mama jadi setuju karena mereka orang terpandang, berpendidikan dan anaknya sholeha. Bukankah itu cukup menjadi acuan dalam mencarikan pasangan!”
Atlas mematung tak percaya. Namun ia bisa apa, mungkin dengan menikah ia bisa membantu perusahaan papanya. Setidaknya Atlas bisa ikut andil dalam mempertahankan perusahaan yang selama ini sudah dirintis keluarganya.
“Kalau itu yang terbaik, Atlas ikut aja.”
Rika terkejut dengan ucapan Atlas. Ia tersenyum dan menggengam lembut tangan putranya.
“Mama dan papa minta maaf Las udah buat kamu mengambil keputusan yang sulit, jadi kamu mau nanti malam ikut papa sama mama?”
Atlas mengangguk, meski sebenarnya ia berat sekali. Namun ini demi keluarganya, hanya itu satu-satunya jalan untuk menstabilkan ekonomi keluarga.
***
Sebuah mobil Alphard berwarna putih terparkir di depan halaman rumah bernuansa putih megah dengan garasi menjulang berwarna keemasan. Seorang pria dan wanita kisaran umur 40-an keluar dari mobilnya dan disusul oleh pria dengan kemeja panjang hitam dipadu celana jeans dari pintu belakang.
Sari yang berada di kursi roda, tampak antusias menyambut tamunya.
“Mari masuk?”
“Ya bu, terima kasih.” Ardi dan Rika bergantian menyalami Sari.
“Atlas, salam sama Ibu Sari?” Titah Ardi.
“Nenek, panggil saja nenek,” Tukas Sari, sambil menunjuk dirinya sendiri
Laki-laki itu mengangguk kemudian menyalami Sari. Mereka semua sudah berada di dalam. Dua puluh menit saling berbincang dan menunggu kedatangan seseorang yang paling penting dalam acara pertemuan ini, tak berapa lama seorang gadis berhijab turun, ia tampak anggun dengan gaun berwarna merah muda serta make up tipis sehingga mempercantik tampilannya.
“Malam Om, Tante?” Sapa Keyra hormat sambil mencium tangan Ardi dan Rika bergantian.
“Masya Allah cantiknya, siapa namanya?” Tanya Rika terpesona dengan gadis yang ada dihadapannya.
“Keyra Tante.”
DEG…
Tangan Atlas berhenti mengetik, ia mengangkat kepalanya kemudian terkejut dengan gadis cantik yang kini berdiri dihadapannya, Keyra jauh lebih terkejut dengan situasi saat ini. Dilain sisi Atlas tampak mengagumi kecantikan Keyra, namun disisi lain ia ingin tertawa karena baginya tampak lucu. Bagaimana bisa gadis yang akan dijodohkan dengannya adalah seorang Keyra, siswi yang selalu ia usili.
“Ha…hahahah…hahahah.” Gelak tawa Atlas memecahkan keheningan, membuat Ardi, Rika dan Sari terkejut melihat tingkah Atlas yang tiba-tiba tertawa.
“Atlas?” Tegur Ardi.
“Jadi aku mau dinikahi sama cewek ini?” Tunjuk Atlas ke arah Keyra.
“Jadi lo cowok yang nenek bilang baik, sholeh dan sopan! Idih ogah gue nikah sama lo,” cerca Keyra nggak kalah lebih jutek dan kesal, saat ia tau bahwa calonnya adalah Atlas pria yang membuat dunianya kacau seketika.
“Keyra! Atlas!” tukas Sari dan Ardi serentak.
Keduanya terdiam. Sementara Sari, Ardi, dan Rika sibuk membicarakan hari pernikahan keduanya. Sebelum sesuatu diputuskan, Tiba-tiba Keyra membuka suara.
“Om, Tante Keyra boleh ngobrol sama Atlas sebentar?” Tanyanya sopan.
“Oh boleh dong sayang.” Jawab Rika lembut.
“Terima kasih tante. Atlas bisa ikut gue sebentar?” Pinta Keyra pura-pura sopan.
Atlas mengangguk, kemudian memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya.
“Nek, Keyra ke taman sebentar ya?”
“Oke jangan lama-lama?”
“Iya.”
Keyra berjalan ke luar, kemudian diikuti Atlas di belakangnya. Hingga akhirnya sampailah mereka berdua di taman. Keyra berhenti dan berbalik menghadap Atlas, ia menatap pria itu seakan mengintimidasi.
“Kita hentikan perjodohan ini?” Pinta Keyra.
“Gue nggak mau. Bukannya jadi seru kalau kita nikah, gue jadi lebih sering bakalan ngegangguin hidup lo,” Tukasnya tertawa.
“Lo bakalan nyesel suatu saat?”
“Nyesel kenapa? nyesel karena menikah sama orang yang nggak punya percaya diri untuk hidup?”
Keyra terdiam, ia tertunduk kemudian menangis sejadi-jadinya dihadapan Atlas. Pria itu menghentikan tawanya dengan ekspresi penuh tanya, apa yang membuat gadis dihadapannya tiba-tiba menangis?
“Kita tak seharusnya berada dalam satu atap yang sama, karena bisa jadi kita saling melukai bukan menyembuhkan.”
“Kita mungkin memang akan saling melukai, tapi akan jauh lebih melukai orang-orang terdekat kita. Lo paham itu nggak? Nenek lo, papa, mama gue. Kalau kita yang menderita gue nggak masalah, asal bukan mereka yang di dalam,” Tukas Atlas menunjuk ke arah rumah Keyra.
“Masalahnya gue mengalami PTSD Post Traumatic Stress Disorder gue cewek gila yang memiliki gangguan kejiwaan. Terserah lo bakalan bongkar ke teman-teman, yang pasti gue harus ngomong sama lo agar lo menghentikan pernikahan ini,” Teriak Keyra dalam tangis.
“Kalau lo gila atau sakit jiwa. Lo nggak mungkin sekolah, lo nggak mungkin seperti saat ini, lo hanya krisis rasa percaya diri buat bangkit dari keterpurukan. Udah ah, dari pada gue ikutan gila juga kayak lo. Mending gue ke sana?” Atlas menunjuk rumah pohon yang ada di belakang Keyra dengan mata berbinar. Namun gadis itu segera menghalanginya.
“Lo nggak boleh ke sana!”
“Kenapa, gue cuma sebentar kok nggak bakalan ngerusuh,” Tukasnya menyingkirkan Keyra dan mulai menaiki anak tangga.
“Las gue mohon jangan naik ke sana?” Teriaknya menangis, langkah kaki Atlas tiba-tiba menggantung tepat ditangga ke lima. Ia kembali turun saat teriakan Keyra terdengar memprihatinkan.
Gadis itu masih menangis, Atlas kini terdiam dan berdiri dihadapan Keyra.
“Udah malam, udara juga dingin. Kita balik aja ke dalam. Hapus air mata lo, gue nggak mau papa, mama sama nenek nyangkanya gue apa-apain lo,” Ketusnya berjalan masuk ke dalam rumah.
Keyra menghapus air matanya, ia kemudian menyusul Atlas masuk ke dalam rumah. Setibanya di depan pintu, keyra mematung saat Atlas tiba-tiba mengatakan “Pa, Ma Atlas setuju menikah dengan Keyra dengan satu syarat, selama kami masih sekolah kami tinggal di rumah masing-masing sampai kelulusan. Setelah di universitas terserah jika ingin dibuat resepsi, asal pernikahan ini hanya keluarga inti saja yang tau!” Tukasnya mantap.
Keyra meremas jemarinya, hatinya hancur bukan jawaban ini yang ingin ia dengar. Ia ingin bahwa pria itu menghentikan pernikahan tidak wajar ini, bukannya malah menyetujui. Mata Keyra mulai berembun, ia ingin menangis namun sebisa mungkin coba ia tahan. Rika menoleh ke arah Gadis itu, kemudian berjalan untuk merangkul Keyra agar gadis itu berada dipelukkannya.
Tenang, ya Keyra merasakan ketenangan saat Rika memeluknya dengan lembut. Perasaan itu seperti kembali lagi ke masa lima tahun silam, dekapan kerinduan dari seseorang yang membuatnya selalu candu setiap kali wanita itu memeluk dan menciumnya. Keyra menangis tersedu-sedu, hingga membuat Rika, Ardi, Sari dan Atlas menatapa gadis itu bingung.
“Maafin tante ya Key!” Rika melonggarkan pelukkannya.
Keyra menggeleng kemudian menahan pelukkan Rika. Namun wanita itu kembali memeluk Keyra, sebagai seorang Ibu nalurinya berkata bahwa gadis remaja yang segera dewasa kini ia peluk sedang merindukan dekapan seorang Ibu, maka Rika berusaha menenangkan Keyra agar gadis itu merasa nyaman dengannya.
“Keyra, nanti tante akan jadi mama Key. Jadi kapanpun Keyra butuh mama, datanglah ke mama?” Rika mengecup puncak kepala gadis itu, kemudian dibalas anggukkan oleh Keyra.
Sari dan Ardipun tersenyum melihat tingkah laku Keyra terhadap Rika. Sementara Atlas diam-diam memperhatikan gadis itu. Entah apa yang terjadi ia merasa seperti ada tarikan dalam hatinya, ingin melindungi gadis itu.
Namun ia tak mengerti mengapa tanpa disadari lidahnya tiba-tiba mengatakan setuju, padahal sebelum berangkat ia telah yakin untuk menggagalkan perjodohan itu. Namun kenyataan tidak sesuai dengan harapannya. Atlaspun menghela napas panjang. Sambil meyakinkan dirinya sendiri kalau keputusan yang diambilnya sudah benar.
prosesnya masih panjang gaes...masih bakalan banyak konflik lagi kalian siap-siap baper di part-part selanjutnya...