Read More >>"> LINN (06. PERTEMUAN TIDAK TERDUGA) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - LINN
MENU
About Us  

Pertemuan Tidak Terduga

Sara langsung merebahkan tubuhnya sesampainya dikamar. Ia sudah lelah berjalan menelusuri koridor istana yang membingungkan seperti labirin. Ia bahkan terus bersungut-sungut tanpa henti bagaikan sedang memproklamirkan surat perdamaian. Kamarnya sangat luas 4 kali lipat dari kamar yang biasa ia gunakan. Ia bahkan pusing terus menerus menggelengkan kepala melihat seisi tempat yang digunakan khusus undangan. Satu yang ia syukuri karena kamar mandinya berada didalam kamarnya sehingga iapun tidak perlu repot untuk mencari kamar mandi di istana ini. Padahal tempat yang ia gunakan baru istana bagian barat yang dikhususkan untuk undangan. 

Sara terus mengomel saat ia pertama masuk karena kemegahan satu tempat yang ia baru lihat. Diteruskan dengen lelahnya mendengar dan mengikuti semua yang dikatakan oleh Dayang Duna yang merupakan penanggung jawab kebutuhan para wanita yang diundang. Dayang Duna juga adalah Dayang khusus dibawah kendali Ratu. Kini ia sedang bertugas menjelaskan peraturan Istana.  Istana yang belum ia lihat sebagian ini seperti menyerupai satu wilayah. Kamarnya seperti berada dirumahnya, ruang makannya jauhnya seperti dihutan tempat Pon.  Seraya mendengarkan gerakan bibir yang terus terucap, mulut didalam hati Sarapun tidak kalah cepatnya dengan gerakan bibir Dayang Duna. Bahkan ia sudah tidak kuasa untuk menaruh pantat, ia merasa tiga perempat nyawa sudah hilang dan terbagi mencari keberadaan untuknya melabuhkan rasa lelahnya mengitari sedikit istana ini.

Tok...  Tok... 

Seseorang mengetuk pintu kamar Sara yang mengharuskannya dan Rawnie untuk berdiri kembali, padahal baru saja ia beristirahat. Bisa jadi itu Dayang Duna. Rawnie menghampiri pintu dan membukakannya. Seorang gadis yang tidak jauh umurnya terus terunduk.

"Maaf... Saya Adia. Saya pelayan yang ditunjuk untuk membantu keperluan Nona Saralee" ujarnya sopan dan terus tertunduk.

Sejenak sara lupa ia sedang berada dimana. Sara membungkuk dan melihat wajah pelayan baru yang menunduk. Pelayan itu terkejut dan mundur kebelakang karena tingkah Nona yang akan dilayaninya. Sara yang masih dibibir pintu tersenyum dengan tingkah lucu pelayan barunya yang kini gemetaran karena ulahnya.

"Masuklah Adia" Ujar Sara diikuti Adia menurut dan Rawnie menutup pintu.

"Ada yang bisa dibantu Nona?" Tanyaya dan masih menunduk. Sara mengarah ke jendela dan membukanya. Matanya terus berkeliling dan ia terkejut karena ia baru sadar jika ia bukan lagi berada dilantai 3 seperti rumahnya. Ia tidak tahu lagi bagaimana caranya bahkan tidak ada satupun pohon yang bisa ia jadikan pijakan. Rawnie yang mengetahui maksud Nonanya langsung menepuk pundaknya menyadarkan posisinya sekarang ini bukanlah hal yang harus ia langgar.
Sara hanya memasang wajah tanpa ekspresi pada Rawnie dan mengahmpiri Adia. "Apa kau tahu ada jalan keluar dari kamar ini tanpa diketahui?"

Rawnie terkejut karena Nonanya masih mencari jalan untuk melarikan diri, tapi bisikan itu tidak kalah mencengangkan Adia. Rawnie yang melihat raut Aida memberikan tatapan mengancam kepada Nonanya. "Aku hanya becanda, bantulah Rawnie membereskan barang-barangku"

Ucapan Sara sedikit menenangkan Adia. Sara mengernyit merinding dengan tatapan yang ditujukan Rawnie. Ia membalikkan badan menuju bibir jendela, aura Rawnie masih terasa mengancamnya. "Aku hanya duduk disini. Tenang saja aku tidak akan loncat dan kau tidak perlu khawatir tidak akan ada yang melihatku meski duduk dijendela"

Rawnie memastikan ucapan Sara ia melihat sekeliling jendela dan ia bersyukur karena kamar nonanya menghadap hutan. Sara yang kurang mengetahui dan mengerti mengenai peraturan istana tidak menyadari jika kelakuannya sekarang yang bisa dikatakan menyalahi aturan. Sebagai seorang wanita dan calon tunangan pangeran tidak seharusnya ia mengatakan atau bertanya hal itu kepada pelayan dan parahnya lagi ia sedang asyik memainkan kakinya di bibir jendela seraya menikmati pemandangan alam yang terlalu indah dilewatkan apalagi ia melihatnya dari tempat yang cukup tinggi.

Sara sangat tahu jika Rumah keluarga Esvarat memiliki permasalahan, namun sayangnya ia terlalu polos dan masih belum memperbaiki sikapnya menjadi "wanita" walau tidak seanggun wanita bergaun merah. Kerajaan Lasverre yang sedang ia pijaki lebih banyak memiliki peraturan. Ia juga tidak tahu jika keberadaannya kini tertangkap oleh beberapa pasang mata dengan berbagai ekpresi yang yang pastinya berbeda dengan yang ada hatinya. Ujian Sara kini dihadapkan dengan orang yang memiliki berbagai macam ekspresi berbeda di wajah dan hati mereka.

2 minggu sudah Sara berada didalam istana. Ini adalah waktu terlama Sara berada didalam ruangan. Ia juga kini telah benar-benar menjadi seorang wanita, untungnya beberapa etika pernah ia pelajari sejak kecil karenanya beberapa hal tidak terlalu memberatkan. Perlahan ia juga mulai memahami kehidupan di istana. Ia benar-benar bosan, lelah dan kewalahan menghadapi semuanya. Ia ingin menjadi Linn kembali namun itu sangatlah mustahil. Dan kini sisa 1 minggu lagi sebelum berkenalan dengan pangeran secara resmi dan pemilihan tunangan. Hanya jendela yang bisa melepas kerinduannya terhadap alam.

Ia hanya bisa memutar tubuhya dikasur menunggu waktu. Ia harus bersabar menunggu satu minggu untuk keluar. Sara yakin ia tidak akan mungkin terpilih. Dari sekian banyak perempuan yang sangat jelas terlihat mereka adalah wanita dambaan. Apalagi wanita bergaun merah dari awal kedatangan sampai saat ini ia terus menjadi perhatian, sedangkan Sara selalu berusaha untuk menenggelamkan dirinya agar tidak mencolok. Bahkan iapun hanya melakukan pekerjaan sebiasanya, hampir pekerjaan yang diberikan lebih cocok untuk kakak pertamanya yang lembut dan cantik, tapi sayangnya ia sudah menikah sedangkan kak Isvara walaupun tidak pandai akan hal ini tapi ia selalu berusaha menjadi yang terbaik dan sara kesal karena harusnya kak Isvara yang berada disini.

Sara terus menatap langit-langit kamarnya. Ia terdiam dan terus terdiam. Seketika ia langsung terbangun mengejutkan Adia yang menemaninya didalan kamar.

"Adia. Aku ingat disini ada taman bunga dan lapangan yang cukup luas?" Tanyanya teringat hal yang menyenangkan ketika ia berkeliling Istana yang terletak dibagian barat ini.

"Ya betul Nona" jawabnya.

"Aku mau kesana" ujarnya.

Tanpa ditemani Rawnie. Sara dan Adia mengunjungi taman bunga yang luas dan bersebelahan dengan sebuah lapangan yang sepertinya tempat untuk latihan bertarung.

"Adia bukankah istana ini khusus untuk Wanita mengapa ada senjata dilapangan ini" tanya Sara sesampainya disana.

"Lapangan ini digunakan oleh Raja atau pangeran jika mereka ingin berlatih tanpa gangguan" ujar Adia.

Sara mengambil sebuah pedang di tempat sebuah senjata yang sudah tersusun rapi dan sangat lengkap.

"Nona jangan, senjata itu tidak pantas untuk Nona dan terlalu berat" Adia gelagapan melihat tingkah Nonanya.

Sara hanya diam tidak memperdulikan ucapan Adia. Ia menimang pedang yang kini berada ditangannya. Pedang yang lumayan bagus jika hanya digunakan untuk berlatih. Sara melihar-lihat senjata lainnya dibarengi dengan ocehan Adia yang tidak mau henti memperingatkan khawatir Nonanya terluka.

"Adia"

"Ya Nona"

"Petiklah beberapa bunga dan ambil yang paling gelap untuk dibawa kedalam kamar" perintah Sara agar membungkam mulut Adia.

Setelah aman Sara mengambil sebuah Busur dan Anak panah. Sara rindu sekali untuk memainkannya. Sara memegang dengan tegap, ia memasang kuda-kuda, tali busur ia tarik perlahan lalu sesejarkan dengan bahunya,  matanya tajam menatap kedepan. Sara yang sedang fokus dikagetkan oleh tangan gempal yang menyentuh bahu kanannya. Sara yang terkejut langsung membanting busurnya ketanah. Tangan kirinya meraih tangan gempal itu lalu Sara berputar 180 derajat begitupun dengan orang itu yang harus berputar karena ulah Sara. Tangan lelaki itu Sara cengkram dan menempel dibelakang punggung lelaki itu dan tangan kanannya masih ada anak panah yang hanya ia sentuh ujungnya dan sodorkan ke tenggorokan ke lelaki itu.

"Maaf, aku tidak bermaksud mengganggumu" rintihnya.

"Siapa kau?" tanya Sara. Sara lupa dan terkejut dengan kejadian tadi, ia hampir lupa jika ia bukan berada diwilayahnya. Sara langsung melepaskan lelaki yang memakai baju yang bagus itu, Sara yakin jika lelaki itu adalah seorang bangsawan.

"Aku Raska. Aku yang bertanggung jawab atas istana ini" jelasnya yang membuat Sara mengangguk. Hal itu cukup masuk akal karena tidak mungkin bisa sembarangan orang bisa masuk ke sini. "Siapa namamu?"

"Aku Saralee"

Lelaki yang cukup tampan dengan rambutnya sebahu, jika dilihat dari wajahnya Sara yakin mungkin sekitar 2 tahun diatasnya. Ia tinggi dan perawakannya bagus. Gaya bicaranya cukup sopan ditambah lagi ia pasti bukanlah orang sembarangan, tangan dan caranya ketika Sara meringkusnya menunjukkan jika ia adalah orang terlatih.

"Sepertinya kau cukup mahir menggunakan senjata" ujar Raska.

Sara langsung berubah drastis, ia kembali berakting layaknya wanita dan berpura-pura, "Oh tidak juga, terkadang aku suka mengganggu pamanku. Aku hanya mencoba sesekali saja"

"Tidak biasa ada wanita yang berani memegang senjata disini" ujar Raska membuat Sara terkejut, ia pikir itu hanyalah sebuah senjata yang memang tidak dikhususkan.

"Maaf" Sara menundukkan kepala.

Sara menikmati perbincangannya dengan Raska. Sesekali Sara juga diajari berpedang, berpanah dan lainnya meski hal itu tidak diperlukan. Mau tidak mau Sara harus melakukan hal itu dan mengikuti apa yang dikatakan Raska yang melatihnya, setidaknya Sara tidak merasakan kebosanan selama ada kehadiran Raska.

Lima hari sudah berlalu selama 5 hari itu pula Raska dan Sara mengikrarkan dirinya sebagai teman dan selama itu pula para wanita memperhatikan Sara dan memperbincangkannya. Sara tidak mengetahui sama sekali tentang kerajaan Lasverre. Akhirnya para wanita mengikuti yang dilakukan oleh Sara. Beberapa dari mereka ikut berkumpul dilapangan berharap Raska melihat dan melatih mereka. Beberapa wanita benar-benar memerankan perannya dengan maksimal. Mereka sadar tidak mungkin bisa bersaing dengan wanita si Gaun merah Misha dan juga beruntung karena tidak harus menikahi pangeran terkutuk, setidaknya mereka bisa mencari jalan lain untuk tinggal diistana. Karenanya mereka berbondong mendekati Raska.

Sara kembali menuju lapangan untuk berlatih, namun ia langsung menghentikan langkahnya ketika menyadari wanita bergaun itu memenuhi lapangan dan menggunakan senjata yang jelas-jelas tidak bisa mereka pegang. "Pertunjukan sirkus dimulai lagi".

Sara memutuskan untuk kembali atau mencari tempat lain. Ia menuju sebuah ballroom yang lumayan besar. Ia bertemu dengan seorang wanita yang sedang menari dengan indahnya. Sara berpikir apa wanita itu juga termasuk wanita yang mendapatkan undangan. Didalam ruangan itu juga ada seorang wanita yang sedang memangku dagunya di jendela menatap dunia luar, sekilas Sara berpikir mungkin ia juga ingin kebebasan.

"Hey Saralee" ujarnya menghentikan tariannya melihat sosok Sara didepan pintu.

Sara tersenyum namun ia tidak tahu harus menjawab apa. Ia sama sekali tidak tahu tentang dirinya.
Melihat mimik wajah Sara, wanita itu tersenyum. "Salvia Laurinda"

"Owh, aku ingat. Bukankah kau yang... " Sara tidak berani mengatakan sehingga ia hanya memperagakan ketika Salvia di guyur oleh beberapa gelas oleh para wanita yang memang terlihat angkuh dan sombong.

Salvia mengangguk membenarkan ucapan Sara. "Aku senang kau kemari akhirnya. Aku ingin berbincang denganmu tapi sepertinya kau tidak ada niatan untuk berbicara dengan siapapun"

Sara hanya tersenyum karena betul yang dikatakan oleh Salvia. "Tapi siapa wanita itu?" Sara mengetahui apa yang dilakukan mereka namun Sara tidak tahu akar permasalahannya.

"Dia Blinda Adonia, ia merupakan bangsawan dengan wilayah cukup besar,  ayahnya seorang petinggi dikerajaan ini. Aku tidak sengaja menumpahkan air lalu mereka langsung membalasku" ujarnya

"Maaf aku tidak bisa membantu"

"Tak apa karena banyak wanita yang mengalami kejadian seperti diriku. Aku dan beberapa wanita lainnya hanyalah bangsawan rendah dengan wilayah yang memiliki banyak kekurangan. Hal itu sudah tidak aneh. Setidaknya aku beruntung jika aku tidak terpilih"

"Kenapa begitu?" Sara tidak tahu jika akan ada wanita yang seperti dirinya.

"Aku sangat senang ketika menari. Aku merasa menjadi diriku sendiri, aku lebih baik menari bersama rakyatku daripada menghabiskan waktu disini. Kandidat juga terlalu kuat untuk aku hadapi. Selain Blinda Adonia ada Misha Adelle Fradella yang aku dengar ia anak jenderal dan juga teman masa kecil pangeran. Ia memiliki wajah cantik, dingin dan ia juga pintar lalu ada Agata Aghna Arenina, ia juga merupakan bangsawan yang cukup terpandang, ia memiliki usaha yang besar dan ia pintar berkomunikasi. Bahkan ia dekat dengan rakyatnya" jelasnya.

Sara sangat bangga karena kandidat terlalu luar biasa akhirnya ia bisa kembali berpetualang bersama Rawnie dan Pon. Sara sangat menatikan saat itu kembali. Dan pastinya ia berharap bisa bertemu dengan Narez, bayangannya semakin lama membuatnya gila dan sangat merindukan sosok itu.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • nuratikah

    Konsep ceritanya menarik dengan sudut pandang istana sentris. walaupun banyak typo. Aku suka, sukses untuk ceritanya. Kunjungi ceritaku juga ya... yang RARANDREW.

    Comment on chapter 01. SI BUNGSU
Similar Tags
Lost in Drama
1687      641     4     
Romance
"Drama itu hanya untuk perempuan, ceritanya terlalu manis dan terkesan dibuat-buat." Ujar seorang pemuda yang menatap cuek seorang gadis yang tengah bertolak pinggang di dekatnya itu. Si gadis mendengus. "Kau berkata begitu karena iri pada pemeran utama laki-laki yang lebih daripadamu." "Jangan berkata sembarangan." "Memang benar, kau tidak bisa berb...
IMAGINE
327      225     1     
Short Story
Aku benci mama. Aku benci tante nyebelin. Bawa aku bersamamu. Kamu yang terakhir kulihat sedang memelukku. Aku ingin ikut.
The Diary : You Are My Activist
12546      2192     4     
Romance
Kisah tentang kehidupan cintaku bersama seorang aktivis kampus..
Dua Warna
379      276     0     
Romance
Dewangga dan Jingga adalah lelaki kembar identik Namun keduanya hanya dianggap satu Jingga sebagai raga sementara Dewangga hanyalah jiwa yang tersembunyi dibalik raga Apapun yang Jingga lakukan dan katakan maka Dewangga tidak bisa menolak ia bertugas mengikuti adik kembarnya Hingga saat Jingga harus bertunangan Dewanggalah yang menggantikannya Lantas bagaimana nasib sang gadis yang tid...
Frasa Berasa
57815      6409     91     
Romance
Apakah mencintai harus menjadi pesakit? Apakah mencintai harus menjadi gila? Jika iya, maka akan kulakukan semua demi Hartowardojo. Aku seorang gadis yang lahir dan dibesarkan di Batavia. Kekasih hatiku Hartowardojo pergi ke Borneo tahun 1942 karena idealismenya yang bahkan aku tidak mengerti. Apakah aku harus menyusulnya ke Borneo selepas berbulan-bulan kau di sana? Hartowardojo, kau bah...
Aku Benci Hujan
4509      1304     1     
Romance
“Sebuah novel tentang scleroderma, salah satu penyakit autoimun yang menyerang lebih banyak perempuan ketimbang laki-laki.” Penyakit yang dialami Kanaya bukan hanya mengubah fisiknya, tetapi juga hati dan pikirannya, serta pandangan orang-orang di sekitarnya. Dia dijauhi teman-temannya karena merasa jijik dan takut tertular. Dia kehilangan cinta pertamanya karena tak cantik lagi. Dia harus...
Untuk Reina
22721      3274     30     
Romance
Reina Fillosa dicap sebagai pembawa sial atas kematian orang-orang terdekatnya. Kejadian tak sengaja di toilet sekolah mempertemukan Reina dengan Riga. Seseorang yang meyakinkan Reina bahwa gadis itu bukan pembawa sial. Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi pada Riga?
Kita
497      328     1     
Romance
Tentang aku dan kau yang tak akan pernah menjadi 'kita.' Tentang aku dan kau yang tak ingin aku 'kita-kan.' Dan tentang aku dan kau yang kucoba untuk aku 'kita-kan.'
Shinta
5406      1659     2     
Fantasy
Shinta pergi kota untuk hidup bersama manusia lainnya. ia mencoba mengenyam bangku sekolah, berbicara dengan manusia lain. sampai ikut merasakan perasaan orang lain.
BlueBerry Froze
3436      1071     1     
Romance
Hari-hari kulalui hanya dengan menemaninya agar ia bisa bersatu dengan cintanya. Satu-satunya manusia yang paling baik dan peka, dan paling senang membolak-balikkan hatiku. Tapi merupakan manusia paling bodoh karena dia gatau siapa kecengan aku? Aku harus apa? . . . . Tapi semua berubah seketika, saat Madam Eleval memberiku sebotol minuman.