“Gue udah nggak sabar ingin lihat Kak Dani,” ujar Vanesa ketika kami berada di bawah tangga menuju aula.
“Lo mau lihat Kak Dani, atau ikut audisi?”
“Lo kenapa sih, Bell, kok ketus gitu tiap kali gue nyebut nama Kak Dani?”
“Ya nggak apa-apa ... maksud gue, lo mau ikut audisi atau cuma ingin lihat Kak Dani? Kalau cuma ingin lihat Kak Dani mending kita balik, lo bisa lihat dia kapan aja di kelasnya atau di kantin. Nggak perlu repot-repot daftar audisi.”
“Ya ikut audisi juga dong Bella, kan sekalian sambil menyelam minum air, siapa tahu ini langkah awal supaya gue bisa lebih kenal Kak Dani, iya kan?” Vanesa menyeringai dan aku memilih tidak menanggapinya lagi.
Ketika kami menaiki anak tangga, Stefani bersama gengnya tahu-tahu saja menyerobot. Cewek itu sengaja menabrak bahuku.
“Hey Bella, coba lihat rokmu, tembus tuh.”
Spontan aku memeriksa rok bagian belakang. Kupikir Stefani serius, ternyata cuma iseng.
“Gotcha. Hihihi!”
“Heh, iseng banget sih lo, dasar kurang kerjaan!” seru Vanesa, dan mereka buru-buru kabur.
“Udahlah Nes, biarin aja nggak usah diladenin.”
“Orang-orang kayak mereka nggak bisa didiemin terus, Bell. Uh, kalau gue jadi lo udah kubalas."
"Nggak usah merusak mood sendiri, orang-orang seperti mereka justru makin senang kalau ditanggapin."
***
Pendaftaran audisi ternyata diminati banyak siswa, mulai dari siswa kelas sepuluh hingga siswa kelas duabelas. Mereka mengantre dan membentuk barisan panjang. Sementara itu, selang beberapa jarak dari tempat kami berdiri, Stefani sedang cekikikan bersama gengnya.
Vanesa berdiri di belakangku. Tampaknya dia sangat khawatir aku akan melarikan diri sehingga punddakku terus dipeganginya. Sesekali dia berusaha melihat sosok Dani dengan menjinjit-jinjit.
Setelah mengantre selama kurang lebih lima menit, akhirnya kami sampai di meja pendaftaran. Aku berdiri sejajar di samping Vanesa. Dan, ketika itu juga kulihat Stefani dan gengnya pergi seperti iring-iringan itik.
“Hey ...” sapa Dani. Cowok itu tersenyum ramah.
“Hai Kak Dani, kita ketemu lagi ya,” sapa Vanesa dengan suara bergetar.
“Oh ya, kalian yang tadi pagi kan ... so, kalian berdua mau ...”
Kata-kata Dani terputus karena suara ponsel Vanesa tiba-tiba berdering. “Haduh mama ngapain sih nelepon. Sori, gue angkat telepon dulu ya, Kak.” Buru-buru Vanesa menyingkir dan berjalan ke sisi jendela.
Kini hanya aku di hadapan Dani. Entah mengapa kegugupan tiba-tiba saja melanda.
“Nama lengkap?” tanya Dani.
“B-Bella Natalia.”
Sejenak kuperhatikan jemari cowok itu menuliskan namaku dalam daftar nama peserta.
“Kelas?”
“Kelas sebelas IPA-1.”
“Oke, tanda tangan di sini ya, Bella.” Dia menyodorkan daftar nama tersebut.
Pletak! Tiba-tiba saja pena yang kupegang melanting dan jatuh tepat di bawah kaki Dani.
“S-sori.”
“No problem,” balasnya kemudian mengambil pena lain dari saku. “Lo pakai aja pena yang ini, kayaknya itu udah rusak.”
Aku menerimanya sembari tersenyum kikik, kemudian membubuhkan tanda tangan di samping nama.
Sejurus Dani menoleh ke arah Vanesa. “Ng, teman lo kayaknya masih sibuk, bisa sebutin aja nama dan kelasnya? Biar gue tulis sekalian.”
“Vanesa ... Vanesa Izalia, kelas sebelas IPA-1.”
“Oh, kalian sekelas?”
“Ya, kami sekelas.”
“Kok, gue nggak pernah lihat lo ya?” Cowok itu mengernyitkan dahi.
Sebetulnya apa maksudnya bertanya seperti itu? Basa-basi, kah? Selama ini tidak pernah satu pun cowok berbasa-basi padaku, tapi seorang Dani Christian melakukannya? Ah, itu pasti karena dia sedang bertugas.
Aku berpura-pura mengalihkan pandangan ke arah Vanesa, lalu berkata, “Ng, apa ini udah selesai, Kak? Gue mau balik lagi ke kelas.”
Cowok itu mengubah ekspresi wajahnya. “Oh iya, udah selesai kok, tinggal tanda tangan buat temen lo di sini.”
Aku menandatangani nama Vanesa dengan gerakan cepat, lalu menaruh kembali pena milik Dani. Saking gugupnya, aku membalikan badan sampai lupa mengucapkan terima kasih.
"Bella!" panggil Dani. Langkahku terhenti dan menoleh. Tanpa kuduga, cowok itu mengucapkan sesuatu, "Sampai ketemu di audisi."
yang nyangka bella hamil silakan balas komenan saya
Comment on chapter Chapter 1