Maklum, aku kurang bisa bangun pagi. Mungkin harusnya namaku tuh diinspirasi Sleeping Beauty, bukan Snow White. Eh tapi Snow White juga tidur alias mati suri sampai dicium pangeran kan?
Fast forward, 30 menit kemudian, kami tiba di sekolah kami, SMA Brahmana. Itu loh SMA paling elit dan favorit di Bandung. Sekolah ini memang sangat sulit dan selalu meluluskan murid-murid unggulan, both academically and non-academically. Atlet, mathlete a.k.a manusia-manusia super cerdas yang masuk karena beasiswa, anak konglomerat dan keturunan-keturunan ningrat semua berkumpul di sekolah ini. Orang-orang pasti berdecak kagum kalau murid-murid Santa Klara jalan-jalan di mall pakai seragam. Seragam kita memang unik dan menonjol sih. Rok terusan warna abu-abu tanpa lengan yang panjangnya selutut. Di bagian depan terdapat lambang sekolah yang modelnya mirp lambang-lambang private school di England. Pastinya di bawah rok terusan ini kami memakai kemeja putih berlengan panjang yang Oh My God, panas banget gitu loh. Please deh, kita tuh sekolah di Indonesia loh, negara tropis. Lah seragamnya kayak di Negeri Inggris yang lebih sering mendung dan cenderung dingin. Itu tuh nyambungnya di bagian mana?
Sedangkan murid-murid cowok nih seragamnya lebih parah lagi. Mereka memakai kemeja putih, juga lengan panjang dan dirangkep lagi sama blazer warna abu-abu tua dengan lambang sekolah di bagian dada kiri. Celana mereka panjang warna abu-abu muda, matching sama warna rok murid-murid cewek. Kasihan nggak tuh mereka, Mukanya sengsara semua tiap habis pelajaran olahraga. Murid-murid cewek juga sama sengsaranya. Bau keringetnya itu loh. Astaga.. Tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Sumpah, baunya kayak bau keju dicampur baygon. Turunan ningrat sih.. Anak konglomerat sih..Tapi remaja cowok tuh tetep remaja cowok. Mereka suka energic berlebihan walaupun tahu kebanyakan dari mereka mengeluarkan keringat berlebih.
"Jadi, lo dah siap belom test nyanyi hari ini?" celetuk Ryo tiba-tiba.
"Hah? Test nyanyi apa? Kan minggu depan." Jawabku ketika kami berjalan menelusuri lorong menuju kelas XI-IPA-B.
"Ngaco yah lo. Hari ini tanggal 5 April loh,"
"Terus?"
"Terus yah test nyanyinya hari ini," jawab Ryo.
Entah otakku memang belum konek atau kenapa aku masih biasa-biasa saja. Tidak ada tanda-tanda aku akan histeris atau panik berlebihan. Tapi ketika masuk kelas, aku disambut oleh 35 murid yang sibuk tarik suara seolah-olah mereka akan audisi Indonesian Idol. Rasa panik campur shock segera menjalar menuju otakku.
"Oh tidak."
"Told you," Ryo melenggang meninggalkanku yang masih bengong di ambang pintu.
Ryo tuh memang pintar menyanyi. Tahun lalu saja dia runner-up di ajang Indonesia Mencari Bakat. Pantas saja itu cowok santai-santai.
Sedangkan aku? Setiap aku nyanyi semua murid memasang muka seolah mereka kebelet ke WC. Aku tahu sih suaraku kayak tikus kejepit. High pitch tapi nggak pernah bisa mencapai nada-nada tinggi. Tapi mbok yah mereka tuh seharusnya pasang muka datar aja. Kan aku jadi sakit hati dan makin gugup. Gini-gini perasaanku lembut loh. Cepat-cepat aku berlari mendekati Ryo yang sudah mulai mengeluarkan buku-bukunya.
"Lagu yang mana?" tanyaku ragu-ragu sambil setengah mati berharap Pak Satya tidak akan menyuruh kami menyanyikan lagu opera seperti bulan lalu. Lebih baik aku pura-pura kejang-kejang dari pada menyanyikan itu lagi.
"Edelweis," katanya singkat.
"Pagi anak-anak!" Pak Satya menyapa dan disahut erangan seluruh kelas.
"Jadi hari ini kita test nyanyi seperti yang sudah direncanakan yah."
"Booooo!!" sambut teman-teman sekelasku dengan kompak.
Bagaimana kalau kita mulai dengan Ryo?"
Murid-murid cewek pun mulai bersemangat dan terdengar bisikan-bisikan di seantero kelas. Ryo memang lumayan terkenal. Sejak dia sukses di Indonesia Mencari Bakat, fans nya bertambah tiga kali lipat. Lima kali lipat. Sepuluh kali lipat malah. Bisa dibilang, Ryo tuh dulunya invisible, sama kayak aku. Tapi sejak tahun lalu setidaknya seperempat cewek-cewek di sekolah ini mendadak menyebut diri mereka Ryo-pies. Ryo's groupies maksudnya. Hoeek..Mendengar namanya saja aku geli, jangankan menyebutnya keras-keras.
"Lalu setelah itu, kita dengar Clanica dan berikutnya...Kita Yuki yah," sambung Pak Satya.
Hampir saja aku mengumpat. Apa sih yang diinginkan Pak Satya? Ryo dan Clanica kan dua orang paling berbakat di kelasku. Terus setelahnya harus aku yang maju? Dia sengaja ingin aku terlihat menyedihkan atau bagaimana?
Keren. Lanjut, ya. Sukses selalu. :)
Comment on chapter Prolog