Snow White itu kulitnya putih seputih salju, rambutnya hitam seperti arang dan bibirnya merah seperti apel. At least, itulah inspirasi Papa ketika menamaiku Yuki. Dalam Bahasa Jepang, Yuki adalah salju. Namaku Yuki Victoria Tanudiredjo. Sayangnya, aku sama sekali tidak mirip Disney princess yang diharapkan Papa. Kulitku memang cukup putih dan rambutku hitam tapi aku sama sekali nggak bisa tuh nyanyi-nyanyi bareng burung, musang, tikus dan segala binatang liar lainnya. Jangankan menimba air di sumur seperti kisah Snow White ketika ia masih disiksa ibu tirinya, melihat sumur pun aku belum pernah. Takut kalau lagi nyanyi-nyanyi sambal nimba air tiba-tiba muncul sadako. Hii..
"Non Yuki, sarapan sudah siap, Non." Bik Inah, pembantu keluargaku yang telah bekerja selama...well,selama yang bias kuingat, mengetuk pintu kamarku.
Aku memang dilahirkan di keluarga yang bisa dibilang berkecukupan. Okay, mungkin sedikit lebih dari berkecukupan. Keluargaku memiliki 5 orang pembantu, 2 orang tukang kebun dan 2 orang supir. Pak Rahmat adalah supir khusus untuk mengantarku kemana pun aku mau. SedangkanPak Enjang adalah supir pribadi Papa dan diperuntukkan untuk mengantarnya ke kantor dan urusan perkantoran lainnya. Keluargaku tidak bisa dibilang keluarga sebenarnya. Karena di rumah yang ukurannya mendekati satu hektar ini hanya ada aku dan Papaku. Ralat lagi, sebenarnya di istana ini hanya ada aku dan Bik Inah karena Papa jarang ada di rumah dan pembantu yang lain sibuk membersihkan rumah super besar ini. Alhasil hanya Bik Inah yang selalu menemani dan membantuku. Aku masih tidak bisa habis pikir kenapa kami tinggal di rumah sebesar ini. Kan repot tuh bersih-bersihnya.
"Iya, Bik. Sebentar lagi aku turun," jawabku malas-malasan.
Bik Inah memang sudah seperti ibuku. Dia juga seperti sahabat dan saudaraku. Hanya Bik Inah yang sanggup mendengarkan ocehanku yang katanya sih merepet kayak radio butut tahun 80-an.
Aku mandi kilat, seperti biasa, dan mulai mengoleskan segala macam cream pelembab ke wajahku. Dalam 20 menit aku sudah turun dan segera disambut oleh English breakfast ala Bik Inah. Scrambled egg dan hashbrown adalah makanan wajib untuk sarapanku.
"Yuki, makan tuh yang cepet jangan diemut terus!" tiba-tiba terdengar suara familiar diiringi langkah kaki yang mendekat ke arah meja makan.
"Pagi, Ryo!" jawabku sembari sibuk mengunyah dan meminum susu agar makanannya bisa tertelan lebih cepat.
"Cepetan, kita bisa telat nih,"
"Iyah, ini gue juga lagi ngunyah. Sabar dikit napa? Cepet tua loh!"
Ini Ryo Satriya Trumanjaya, sahabat baikku yang sekaligus teman masa kecilku. Setiap hari dia dijemput Pak Rahmat sebelum Pak Rahmat menjemputku. Maklum, aku kurang bisa bangun pagi. Mungkin harusnya namaku tuh diinspirasi Sleeping Beauty, bukan Snow White. Eh tapi Snow White juga tidur alias mati suri sampai dicium pangeran kan?
Keren. Lanjut, ya. Sukses selalu. :)
Comment on chapter Prolog