Prolog
Langit sore terlihat memendarkan cahaya oranye ke segala penjuru, layaknya sang bidadari yang sedang mengepakan sayapnya, memberi kedamaian kepada setiap mata yang memandang keindahan pesona kawasan Gunung Putri-Lembang. Hari mulai malam. Walau terdengar samar nyanyian burung hantu yang sedang mencari mangsa, bagaikan kidung sunyi di tengah hutan belantara, yang menghubungkan tiga jalur pendakian alam kawasan yang kini mulai dipadati beragam bangunan hotel.
Samar terlihat bayangan tiga pria dan satu wanita, tengah asyik berburu di pedalaman hutan kawasan yang belum terjamah oleh manusia. Sesekali terdengar serentetan tembakan, menggaung menerobos suasana langit yang mulai terlihat gelap. Di sudut semak yang terhalang pohon besar dan tinggi, tampak sorot mata seekor babi hutan terjebak oleh juntaian ranting yang menjerat kakinya.
Sesekali raungan babi hutan terdengar memelas, seolah-olah mencoba untuk terlepas dari jeratan yang mulai menyudutkannya dari buruan empat anak manusia yang asyik dengan hobi berburunya. Sorot mata makhluk tinggi besar sebatar anak kecil usia belasan tahun, tampak garang dengan taring tajam yang hendak menerkam mangsanya.
Dor! Doorr!
Letusan dari selongsong senjata api dari salah satu pemuda, berhasil melumpuhkan tatapan tajam makhluk yang kini mulai terkapar tanpa daya. Darah segar terlihat mengalir dari tubuh makhluk yang mulai meregang nyawa. Tidak berapa lama, terdengar riuh sorakan dari empat anak manusia yang tadi memburunya.
“Akhirnya kita berhasil melumpuhkan binatang liar ini! Hahaha ...!” Tawa dari salah serorang pria berjaket kulit warna hitam, dengan berbagai atribut layaknya seorang tentara yang sedang berperang di medan juang.
Senyum pria itu tampak puas, mengetahui buruannya terkapar tanpa daya. Disambut kedatangan tiga kawannya, yang beratribut hampir sama dengan si pria bersenjata tadi. Langkah mereka pun terhenti begitu melihat sosok babi hutan yang telah berhasil dilumpuhkan.
“Ini akan jadi pengalaman baru untukmu, Lemi! Hahaha ....” Suara berat, dari pemuda yang memegang senjata model Sniper Dragnov Refil kepada sosok wanita di samping pria berjaket abu-abu.
“Hah, sial! Lari babi itu kenceng banget tadi. Gue hampir terjatuh pas deket pohon itu. Untung ada Satria yang enggak jauh dari gue. Kalau enggak ada dia, entah gimana nasibku.” Sosok wanita bertopi pet mirip tentara menatap binar ke arah pria berjaket abu-abu yang dipanggilnya Satria, seraya menunjuk ke arah deretan pohon tinggi tidak jauh dari mereka.
“Yah wajarlah, Mi. Ini kan pengalaman barumu, ikut berburu. Siapa suruh kamu ikutan hobi laki-laki kayak kami ini. Yah ... beginilah kebiasaan kami kalau lagi berburu. Tapi kamu enggak apa-apa, kan?” sahut pria bernama Satria, seraya mengatur napas begitu mendekati pria bersenjata sniper tadi.
“Wah ... buruan kita kali ini, besar banget nih, Bro! Kayaknya bagus nih, buat diabadikan sebelum kita bawa ke posko. Gimana?” usul salah seorang pria yang baru datang, dengan membawa kamera digital yang terselempang di tubuhnya.
“Usul lu bagus tuh, Ji. Kapan lagi kita bisa nikmatin kemenangan kayak gini. Biar tadi hampir mati juga ngejer nih makhluk. Buat kenang-kenangan si Lemi entar di kampus. Hahaha ...!” seru si pria bersenjata sniper, diselingi tawa.
“Bener tuh usulan si Panji! Siapa tau besok-besok kita dapat misi dari orang kaya, yang hobinya sama kayak kita ini.”
“Lu mulai ketagihan hobi ini, Mi? Hahaha ... biar kata lu cewek, kagak masalah punya hobi kayak cowok. Siapa tau besok-besok lu bisa berburu om-om yang bisa buat lu jadi cewek terkaya di seluruh jagat negeri ini. Hahaha!”
“Sialan, lu! Emang gue cewek apakah, yang coba gaet om-om. Huh ...! Bilang aja lu cemburu ama hubungan gue ama Satria, kan?”
“Enak aja. Lu ama Satria, kagak mungkin direstuin. Liat aja bokapnya. Selektif gitu, mau dijadiin babu entar, lu?! Hahaha.”
“Enak aja lu kalo ngomong!”
“Udah-udah. Liat tuh, langit udah mulai gelap. Entar hasil fotonya kurang cahaya kalau kalian malah berantem gini. Ayo, Ji. Mulai setel fotonya, biar habis ini kita bisa cepet pulang.”
“Oke ... oke. Kita selfie dulu, sebelum pulang. Soalnya, langit udah mulai gelap, nih. Takutnya malah tersesat lagi kita balik ke pos.”
Setelah berbenah dengan menggotong makhluk yang sudah tidak bernyawa, hasil buruan tiga pria itu. Mereka pun berakting di depan kamera yang di taruh di batang pohon di depan mereka, sebelum akhirnya pulang dengan membawa buruan kembali ke posko yang tidak jauh dari tempat mereka itu.
Langit semakin menampakan warna gelap, walau cahaya bulan memendar menelusup bagian ranting pohon. Menyibakkan kisah baru empat insan manusia yang tergila-gila dengan hobi berburu, dan tanpa mengenal lelah meski mala menyelimuti ketika setengah jam beralu membawa mereka ke sebuah bangunan kecil di pinggir hutan.
*****
@Ardhio_Prantoko Wih ... terima kasih, Mas Dhim. Alhamdulillah karya ini sudah terbit, tinggal nunggu lounching saja, nih. Hehehe
Comment on chapter Info Novel IMPIANKU