Chapter 9: Welcome Home, Chester and Cheryl (part 2)
"Tapi kami benar-benar adik mereka," sahut Chester tenang.
Pengawas itu membalas lagi dengan bentakan, "Kalian punya dua pilihan! Pergi dari sini atau kulaporkan pada yang berwajib!"
Tanpa banyak kata-kata lagi, diputuskannya komunikasi dengan kedua sosok yang dianggapnya asing ini. Layar langsung mati. Tapi mereka tahu kalau kamera di samping layar berfungsi selama dua puluh empat jam.
Chester merasa lemas. Ketika badannya hendak berbalik, terlintas suatu ide cemerlang di pikirannya.
“Hei! Buka dahulu komunikasi dari kami!" katanya separuh berteriak, sambil melambai-lambaikan kedua tangan ke arah kotak. Berulang kali dilakukannya tanpa henti. Cheryl ikut membantu dengan gerakan yang sama.
Sudah hampir lima menit layar itu tetap mati. Kedua tangan Chester dan Cheryl sudah lelah dan terasa pegal.
Cheryl yang lebih dulu menurunkan tangan. Dia memandang lemas pada saudaranya itu diiringi dengan perkataan pasrah, "Sudahlah, Chester. Mungkin hari ini belum saatnya kita..."
Kalimat Cheryl terpotong oleh menyalanya kembali layar itu.
"Syukurlah," spontan keduanya bersorak bersamaan.
Chester tersenyum kepada si pengawas, lalu satu tangannya merayap masuk ke saku dalam jas kasualnya.
"Apa maumu, brengsek?"
Dengan sigap tangan Chester mengeluarkan The Survivor. Didekatkannya ke arah kamera. Jari telunjuk tangannya yang lain mengarahkan pandangan si pengawas pada tanda kode pada patung tersebut.
"Apakah ini berarti bagi keluarga Cherlone?" tanyanya menyelidik.
Muka pengawas itu langsung berubah pucat—kaget sekali. "Bukankah itu tanda keluarga Nyonya?" pikirnya dengan mulut terkunci rapat.
"Ehm," setelah berdehem, masih dengan sikap tegas, dia bertanya, "Dari mana Anda dapatkan itu?"
"Kuartikan 'iya' jawabanmu atas pertanyaanku tadi," sahut Chester sambil menyimpan kembali The Survivor ke balik jas kasualnya.
"Anda belum menjawab pertanyaanku!" bentak orang itu marah, sangat mengancam, "Atau..."
"Atau apa? Atau berhasil kubuktikan di hadapan salah seorang anak kandung Brandon kalau itu adalah lambang dari keluarga ibu kandung mereka?"
Melihat kekagetan si pengawas, Chester menyambung, "Bukankah tidak seorang pun di luar keluarga Cherlone yang mampu mengetahuinya?
"Kecuali jika bisa dapat bocoran oleh bekas pelayan yang sudah berhenti," ujarnya lagi, seakan tengah menjawab pertanyaannya sendiri.
Dengan cerdik, Cheryl menimpali dengan sangat meyakinkan, "Dan kami sama sekali belum pernah bertemu dengan siapa pun yang pernah bekerja pada keluarga Cherlone. Omonganku ini bisa dipegang."
Akhirnya keyakinan teguh si pengawas bahwa kedua orang di luar gerbang merupakan sepasang penipu lenyaplah sudah. Dia menyerah. Dia memohon diri untuk memanggil Don.
Don merasakan sebuah kejutan besar saat melihat sepasang pemuda dan pemudi yang melewati pintu gerbang rumah melalui kamera. Dua adiknya yang selama ini tidak pernah diketahui keberadaannya berhasil kembali ke keluarga asal.
Sekilas kedua matanya memperhatikan sosok Chester dan sosok Cheryl, sebelum berlari kegirangan untuk menyampaikan kabar gembira ini pada kedua adiknya yang lain. Singkat cerita, ketiganya merasakan kebahagiaan bersama.
"Kalian di ruang keluarga saja, biar aku yang menyambut mereka," saran Sarron menawarkan diri. Kakak dan adiknya menyetujui.
Sementara itu, dua sosok pasangan kembar kita ini tengah melintasi halaman depan yang dihiasi dengan sangat indahnya oleh kehadiran sebuah taman kecil. Mereka asyik mengagumi kesan yang tidak hanya asri, namun juga megah, anggun, menawan, dan sekaligus mewah dalam obrolan santai di antara keduanya.
Saking terpesonanya, benak mereka melewati kehadiran tak kasat mata sekumpulan senjata otomatis tercanggih di dalam beberapa lekukan dinding yang terlihat. Sehingga tidak merasa curiga sedikit pun bagaimana bisa sang ayah sampai terbunuh di rumahnya sendiri.
Sesaat setelah pintu depan terbuka secara otomatis, pandangan kedua pasang mata itu langsung dimanjakan oleh ruangan depan yang tidak kalah apiknya dengan suasana di depan rumah. Unsur klasik nan megah tersaji di hampir setiap jengkal ruangan di dalam bangunan yang berdiri sama kokohnya dengan reputasi keluarga penghuni—keluarga Cherlone.
Chester dan Cheryl memasuki rumah dengan campuran rasa kagum dan kebanggaan yang luar biasa—seakan bermimpi telah menjadi bagian dari keluarga bisnis terpandang saat ini. Berbagai pujian spontan masih berebut keluar untuk terucapkan, ketika dua pasang kaki mereka melintasi ruangan tamu yang luas dan megah.
Lantas, dua menit kemudian, keduanya sudah bersikap canggung di hadapan Sarron yang sudah siap menunggu kedatangan mereka.
Rupanya, begitu juga halnya dengan si anak kedua Brandon itu. Untuk sesaat, dirinya bagaikan orang yang salah tingkah.
"Salam kenal, Tuan Pengacara Cherlone," ujar Chester memecahkan ketegangan dengan sikap ramahnya, sebelum melanjutkan, "Aku sering melihatmu dalam beberapa kasus menarik yang disiarkan media, Sarron Cherlone."
"Terima kasih," kata Sarron merasa tersanjung, lalu merendah, "Itu semua hanya usaha untuk mengembalikan kepada masyarakat apa saja yang telah kuterima dari mereka, termasuk apresiasi akan ayah dan keluarga ini."
Sarron mengantar Chester dan Cheryl ke ruang keluarga.
Kejadian berikutnya di mata Cheryl adalah tak lain dari penglihatan indigonya semalam sewaktu membaca surel misterius terakhir di apartemennya.
Dua orang laki-laki dan seorang perempuan dalam penglihatan itu merupakan kakak-kakak seayahnya—Don, Sarron dan Farah. Wajah perempuan dengan rambut laki-laki tersebut adalah Chester sendiri.
Saat inilah masa depan yang menyelinap masuk ke dalam benaknya tanpa permisi pada malam lalu.
Cheryl sadar kalau baru sekali ini dia melihat dan berhadapan muka dengan seorang Don Cherlone. Merasa terpesona akan ketampanan, kelembutan dan kepintaran laki-laki yang diam-diam diidolakannya.
Dia sering melihat serta mengikuti informasi sepak terjang Don dalam berita-berita bisnis. Tapi tidak merasa dirinya layak untuk maju, menawarkan tangannya, dan memberi salam.
Bertolak belakang dengan Chester yang belum pernah kehilangan percaya diri. Tanpa sungkan ataupun malu, dan tanpa menghilangkan senyuman, dia bergegas menghampiri laki-laki yang duduk di sandaran tangan sebuah sofa.
"Kau pasti Don Cherlone yang tersohor dan terhormat itu," katanya sambil menyodorkan tangan.
Sementara Farah memperhatikan sikap Cheryl yang malu-malu dan terkesan lugu.
Don bangkit dalam keceriaan. Menyambut tangan Chester dengan jabatan yang kuat dan menepuk kencang pundaknya, sambil berkata, "Terima kasih, adikku."
Chester dan Cheryl tercengang. Dari mana ketiga anak Brandon itu bisa langsung tahu kalau mereka yang mendadak muncul di rumah ini tak lain adalah adik-adik dari ayah yang sama?
Dan juga, tampaknya Don, Sarron dan Farah seakan kompak mempersiapkan diri untuk menyambut anggota keluarga yang hilang. Terlebih lagi, Sarron berseru dengan nyaring, "Welcome home, Chester and Cheryl!"
"Jangan kebingungan dan jadi aneh begitu," ujar Don tersenyum ramah, seolah mempunyai kemampuan yang sama dengan Chester, "Sebentar lagi kami akan menjelaskan semuanya. Kalian pasti bakalan mengerti."
* kecuali ucapan 'Welcome home, Chester and Cheryl!' dialog lain yang dicetak miring kembali mengungkapkan bakat indigo Chester.
@Kang_Isa Terima kasih atas supportnya, kang
Comment on chapter #3