Seorang wanita cantik terbangun dari tidurnya. Badannya terasa hampir remuk. Begitu pula dengan kepalanya yang terasa berdenyut. Hal pertama yang dilihatnya adalah tak ada satu helai pun benang yang melekat pada tubuh indahnya.
Sial! batinnya.
Kamar ini terlihat begitu gelap gulita. Setitik cahaya pun tak nampak, hasilnya ia tak dapat melihat siapa pria yang berada di sisinya sekarang.
Dengan perlahan ia menuruni ranjang sembari memijit kepalanya yang berdenyut. Melangkah dengan gontai sambil memunguti baju yang berserakan di lantai. Kemudian melenggang menuju toilet.
Setelah merasa lebih segar, wanita itu kemudian membuka pintu toilet dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara. Sedari tadi jantungnya berdetak amat kencang. Terutama saat akan membuka kenop pintu utama kamar.
Ia tidak tahu apa yang terjadi. Yang pasti, setelah keluar dari kamar itu, tidak, lebih tepatnya hotel itu. Ia merasa lega.
Udara terasa amat dingin di luar sana. Pakaian yang ia kenakan tak cukup untuk menghangatkan tubuhnya. Sambil berjalan, sesekali ia mendekapkan tangannya. Memberikan sedikit kehangatan.
Wanita itu memandangi ponselnya, terlihat di sana bahwa sekarang baru pukul lima pagi. Ia mengembuskan napas lelah dan terduduk di sebuah halte bus. Wajahnya menelungkup pada tangan, kemudian mendesah lagi.
"Sial! Apa yang sebenarnya terjadi?!" gumamnya agak frustrasi.
———
"Apa?! Dia tidak datang? Keterlaluan! Benar-benar tidak bertanggung jawab!" umpat seorang wanita paruh baya kisaran setengah abad yang terlihat kesal. "Oh, Hanna-ku yang malang, ibu benar-benar menyesal."
"Sudahlah, Bu. Kita berdo'a saja semoga semuanya cepat berakhir," respon seorang wanita berparas cantik itu dengan sabarnya. "Selama proses perceraian ini berjalan dengan lancar, tidak masalah bukan jika pria itu tidak datang?"
"Kau benar," balas sang ibu sembari memijit pelipisnya dengan lelah. "Hah, sekedar menyebut namanya pun ibu tidak sudi!" keluh sang ibu.
Hanna tersenyum tipis, ia pun sama tak kalah lelahnya dengan sang ibu. Ia berharap semuanya berjalan dengan lancar.
Seperti yang diharapkan, semuanya telah selesai. Masalah perceraian antara dirinya dan mantan suami brengsek—menurut sang ibu, benar-benar telah usai. Kini beban itu telah tiada, ia merasa sangat bebas.
Ah, akhirnya... Sudah berapa lama ia tak merasa sebebas ini?
Hanna berjalan dengan santai sambil sesekali menghirup udara malam yang amat menyejukkan. Lalu, entah mendapatkan ide gila darimana. Hanna berpikir alangkah baiknya jika ia pergi ke bar untuk menormalkan pikiran sekaligus melampiaskan rasa sesalnya.
Masalahnya memang telah berakhir hanya saja, entah mengapa ia harus melampiaskan semuanya malam ini.
Dan di sanalah Hanna berada. Dalam ruang lingkup dunia malam, bertemu dengan seorang pria misterius, dan larut dalam sebuah kisah.
Yang mana hanya Tuhan dan mereka saja yang tahu.
.
.
.
TBC
©2019 by NAIK.