Meskipun 99% siswa percaya pada gosip buruk yang beredar, teman-temannya memilih mempercayai 1% kebenaran yang mereka tau tentang dirinya. Katarina merasa cukup - sangat cukup. Dari dulu ia tidak merancang hidupnya untuk berdiri ditengah-tengah dunia yang luas, cukuplah ia hidup dikelilingi orang-orang baik yang ia sayangi dan yang mempercayainya tanpa keraguan.
Hari-hari setelahnya, walaupun tatapan mencemooh dan gosip itu masih beredar dari mulut ke mulut, Katarina merasa lebih tabah menghadapinya. Trauma yang dipendamnya, mengajarkan ia untuk mawas diri dan membatasi pergaulannya, ia tidak memerlukan orang lain selain barisan sahabat di sampingnya.
*************
Hari ini Katarina sampai ke sekolah jauh lebih pagi dari biasanya, Bundanya yang berprofesi sebagai manager purchasing memiliki agenda meeting di daerah Balaraja.
Katarina bisa saja memilih untuk naik angkutan umum dan tiba di sekolah pada jam seperti biasa, namun ia memilih duduk manis dan menghabiskan waktu untuk bercengkrama bersama Bundanya selama perjalanan ke sekolah. Ia juga tidak keberatan, karena ada beberapa pekerjaan rumah yang bisa dikerjakannya di sekolah untuk mengisi waktu sebelum bel pelajaran dimulai.
Lantai tiga itu masih sepi, ketika Katarina - yang sedang mengisi jurnal akuntansinya - mendengar suara dribble basket memantul sepanjang koridor. Keberaniannya ciut menyadari ada orang lain disana selain dirinya.
Setelah keberadaan gosip itu, Katarina menjadi seorang penakut, ia mudah terintimidasi hanya dengan adanya keberadaan orang lain selain teman-temannya.
Suara dribble itu kemudian menghilang, Katarina menunggu. Setelah suara itu tidak terdengar lagi, kelegaan menyelimutinya. Tenang, Kat, mungkin orang lewat doang, pikirnya membesarkan diri sendiri. Ia melanjutkan lagi hitungannya pada lembar panjang di depannya.
"Lo yang namanya Katarina?" Sepotong suara berat dan jernih - yang tidak dikenal - mendapat perhatiannya, Katarina mengangkat wajahnya dari buku jurnal akuntansi di hadapannya.
Berdiri dihadapannya - dalam balutan seragam putih abu-abu - Katarina mendapati dirinya bersitatap dengan seorang siswa bertubuh atletis, kulitnya yang berwarna kuning langsat terekspose matahari. Lelaki itu mengambil posisi setengah duduk pada tiga meja di seberangnya, satu kakinya ditumpukan di bangku dan satu tangan memeluk bola basket di pinggang.
Katarina tidak menjawab, jantungnya berdegup perlahan penuh perasaan was-was. Ia pernah melihat lelaki ini, apakah dia teman Billy dari kelas IPA III-B? Apa yang diinginkan lelaki ini? Apakah lelaki ini berniat mengganggunya karena termakan gosip yang beredar? Katarina menunduk lagi dan melanjutkan hitungannya, pura-pura mengabaikan keberadaan lelaki itu.
"Lo gak papa?" Tanya sepotong suara itu lagi. Tubuh katarina menegang, ia berhenti menulis. "Mestinya lo tanya dulu sama anak-anak, si Billy tuh orangnya gimana sebelum lo pacaran sama dia ... tapi syukurlah lo udah putus."
Tanpa menunggu responnya, lelaki itu berdiri dan keluar ruangan sambil mendribble bola basketnya. Dengan rasa lega, Katarina menghembuskan nafasnya yang tertahan ketika lelaki itu ada di sini.
Kata-kata lelaki itu terngiang lagi di pikirannya, sahabatnya dulu juga mengatakan hal yang sama. Namun mereka tidak dapat berbuat apa-apa, karena Katarina dan Billy sudah resmi berpacaran. Katarina berjanji, lain kali sebelum berpacaran, dia akan minta pendapat sahabatnya dulu sebelum mengatakan ya.
Sekolah mulai ramai dengan kedatangan para siswa. Bel tanda masuk sekolah berdering panjang pada jam 6.45, kelas dimulai.