Mendekati akhir semester pertama, para siswa mulai disibukkan dengan tugas dan ulangan harian yang bertubi-tubi. Guru BP menempelkan pengumuman mengenai program bimbingan belajar di Mading – Majalah Dinding – menginformasikan bahwa para wali kelas akan mengajukan beberapa nama siswa yang nilainya di atas rata-rata untuk membantu siswa lainnya yang nilainya masih kurang, agar dapat lulus paling tidak dengan nilai memenuhi standar KKM Nasional. Katarina, Hadi, Hendra dan Sylvia dipanggil untuk wawancara atas kesediaan mereka membantu program Bimbel, mereka bersedia.
Lewat seminggu kemudian, setelah bel istirahat pertama berdering, pengumuman lain ditempelkan lagi oleh guru BP dan para siswa berkerumun di depannya dengan rasa penasaran.
Disana tertulis daftar nama kelompok pembimbing – terbagi menjadi lima kelompok – dan waktu kelas bimbingan belajar diadakan. Masing-masing kelompok pembimbing terdiri dari pembimbing untuk lima mata pelajaran -- Kimia, Fisika, Matematika dan Bahasa Inggris. Teriakan senang Hendra terdengar, menembus obrolan para siswa yang seperti dengung lebah di kejauhan.
"Ada apaan, Hen?" Tanya Hadi dari jauh. Kemudian dengan langkah panjang, ia bergegas menghampiri Hendra yang sudah berhasil menyeruak keluar dari kerumunan itu, meninggalkan candaannya dengan Sylvia dan Katarina sementara Cyanne belum kembali dari kantin.
"Kita terpilih, Di! Sekelompok pula sama Katarina." Terang Hendra sambil menyeringai lebar dan menepuk punggung Hadi.
"Aku gak terpilih ya? Ya sudah lah ... malas juga ngajarin mereka, apalagi kalau udah diajarin tetep gak ngerti, ngeselin kan?" Gerutu Sylvia.
Katarina tau Sylvia sangat ingin mengajar, dia senang menjadi pusat perhatian karena kepandaiannya. Sylvia selalu berada dalam ranking 10 besar dari hampir 180 siswa kelas IPA-III. Katarina mengaguminya, Sylvia selain adalah perempuan yang cerdas, ia juga pintar bergaul, lucu, ekspresionis dan tau yang diinginkannya – tidak seperti dirinya.
"Kalau lo gak kepilih gimana kita-kita? Nama lo juga ada Syl, cuma gak sekelompok sama kita." Terang Hendra menenangkan Sylvia.
Gadis itu membelakak tidak percaya, langkah kakinya secara otomatis membawa tubuh mungil itu berjalan menuju ke Mading untuk mencari tau kebenarannya, sebelum lengannya ditarik Hendra. "Jangan sekarang kali, Syl, rame gitu. Nanti lo di injek-injek baru tau rasa." Hendra memberikan seringai indahnya pada Sylvia dan mendapat balasan berupa cibiran.
"Kelompok kita siapa aja?" Tanya Katarina.
"Gue ngajar kimia, Hadi di fisika, lo ... Bahasa Inggris, matik sama Josh. Tapi setau gue si Josh gak bisa ikut minggu ini deh, soalnya ada pertandingan basket. Paling dia masuk kelas Bimbel minggu depan."
"Ih, gue iri banget, lo orang beruntung bisa sekelompok sama Josh!" Pekik tertahan keluar dari bibir indah Sylvia, membuat satu alis Katarina terangkat.
"Josh? Josh itu yang mana ya?" Sepertinya Katarina pernah mendengar namanya, namun ia tidak yakin pernah bertemu seseorang yang bernama Josh.
Sylvia buru-buru mengambil kehomatan untuk menjawab pertanyaan mengenai Josh. "Masa lo gak tau, Kat? Dia cowok paling ganteng di kelas IPA III. Udah pinter, ganteng, berprestasi, fansnya juga banyak." Sembari menjelaskan, matanya berbinar-binar seperti ada kerlip bintang jatuh disana. Katarina bergidik, ia belum pernah melihat wajah Sylvia yang penuh rasa kagum seperti sekarang.
"Syl, lo sadar gak, lo ngomong kata ganteng dua kali. Gue jadi curiga, ganteng yang lo maksud itu secara denotatif atau konotatif nih?" Semua orang seakan menertawakan pertanyaannya. Katarina terheran, apakah hanya dia yang tidak mengenal nama Josh.
"Ya ampun, Kat, gue jamin 1000% denotatif. Please jangan remehkan selera temen lo ini. Memangnya dia gak tenar diantara anak IPS III?" Sylvia terheran-heran dengan Katarina.
"Hmm ... gak tau deh, Syl, mungkin gue aja yang gak gaul, bodo amat lah." Semakin sedikit orang yang dikenal dan yang mengenalnya, semakin baik. Terakhir dia berkenalan dengan orang baru, reputasinya langsung jeblok. Katarina sudah belajar pelajarannya, dia tidak mau terjerumus dalam lubang yang sama.
"Aduh capeknya ...," Cyanne muncul tiba-tiba sambil menarik lengan baju Hadi, dahinya berkeringat. Ia baru sampai di atas setelah memanjat tangga lantai tiga untuk bergabung dengan mereka. "Lagi ngobrolin siapa sih?"