Setelah keluar dari taman labirin, Tari dan Bulon segera dilarikan ke Rumah Sakit. Mereka berada di bangsal yang sama dan hanya ada tirai gantung khas rumah sakit yang membatasi jarak mereka. Ada sedikit rasa cemburu dihati Bulon, karna sedari kemarin Rizki selalu berada di samping ranjang Tari.
“Lo manusia apa bukan sih?” tanya Surya kepada Bulon. “Dari kemarin dokter nyari urat nadi lo tapi gak ketemu-temu.”
Surya memengi keningnya, bingung dengan makhluk cantik yang sedari kemarin membuat heboh seisi rumah sakit. “Logak sadar? Dari kemarin seisi rumah sakit heboh karna gak bisa masang infus ke tangan lo,” sambung Surya dilebih-lebihkan.
“Emang kenapa kalau Bulon gak punya nadi?” tanya Bulon polos.
Surya menghela nafas pasrah, dia lupa jika Bulon sering tidak menangkap maksud pembicaraannya. “Mending lo istirahat,” ujar Surya sambil menuju sofa di pojok ruangan.
“Bul.” Tari membuka tirai yang menghalangi. “Gue lagi makan lho ... disuapin sama Iky, lo jangan lupa makan ya.” ejek Tari.
Bulon melihat Rizki yang sedang memegang mangkuk bubur dan sendok, dadanya terasa sesak. “Surya,” panggil Bulon.
“Hm,” sahut Surya dingin.
“Dada Bulon kok terasa sesak ya, terus sedikit nyeri.”
“Lo cemburu,” ucap Surya seraya bangkit dari duduknya, menuju ke arah tirai kemudian menutupnya. “Jangan dibuka tirainya,” pungkas Surya sebelum ia kembali ke sofa.
Bulon terbaring diam, pandangannya kosong menatap ke langit-langit kamar. Kenapa Rizki tetap di sisi Tari? Sedangkan Bulon tepat ada di samping Tari. Hati Bulon semakin nyeri, tak terasa ada tetesan air yang keluar dari matanya.
“Surya, mata Bulon bisa ngeluarin hujan,” ucap Bulon yang masih mentap ke atas.
“Ky, urusin Bulon ... gue capek butuh tidur,” ujar Surya yang melimpahkan tugas menjaga Bulon kepada Rizki.
“Gak boleh! Iky Cuma boleh ngurusin gue, gak boleh ngurusin Bulon!” seru Tari menyahut perkataan Surya.
“Tar,” panggil Rizki. “Udah ya, gue capek ngurusin lo.”
Tanpa menunggu jawaban dari Tari, Rizki beralih ke tempat Bulon. Memandang Bulon yang masih asik menatap langit kamar, dilihatnya butiran air mata yang lolos dari mata Bulon. Ada rasa bersalah dihati Rizki, membiarkan seorang Bulon menangis merupakan penyesalan tersendiri bagi Rizki.
“Jangan nangis,” ucap Rizki sambil menyeka air mata Bulon. “Gue ada sesuatu buat lo.”
Rizki mengeluarkan sebuah ponsel dari saku jaketnya, diberikannya kepada Bulon. Agar Bulon bisa menghubunginya kapanpun dan dimanapun. “Ini Hp buat lo, udah ada nomer gue di situ. Jadi lo bisa nelfon gue kapanpun lo mau.”
“Ini buat Bulon?” tanya Bulon sambil memandang ponsel yang dibawa Rizki.
Rizki hanya mengangguk singkat untuk menjawab pertanyaan Bulon. “Makasih Iky,” sambung Bulon.
*****
Siang ini, Bulon sudah diperbolehkan untuk pulang karna kondisinya sudah membaik. Sedangkan Tari harus tetap tinggal di rumah sakit.
“Makasih Surya, udah nganter Bulon dengan selamat sampai di depan rumah,” ucap Bulon panjang lebar.
“Siniin Hp lo,” pinta Surya.
“Buat apa?”
“Siniin.”
Akhirnya Bulon mengalah dan memberikan ponselnya kepada Surya, dilihatnya Surya mengetik kan sesuatu. “Ini nomer gue,” ucap Surya santai.
“Buat apa?” tanya Bulon.
“Telfon gue kalau keadaan urgent,” ucap Surya sambil men-starter motor Black patner nya. “Gue balik.”
*****
Malam semakin larut, Bulon terdiam memandang layar ponselnya. Dia sudah mencoba menelfon Rizki sedari sore tadi, hampir tiga puluh panggilan. Namun tidak ada satupun yang dijawab, pikirannya kembali melayang ke kejadian saat di rumah sakit tadi pagi. Disaat Rizki menyuapi Tari, dan tidur terlelap disamping Tari seraya menggenggam tangan Tari.
Mata Bulon kembali memanas, butiran air mata kembali turun. “Kok mata Bulon hujan terus sih,” keluh Bulon seraya menghapus air matanya.
DRTT ... DRRT ... ponsel bulon bergetar, tertera nama Rizki dilayar. Dengan segera Bulon mengangkat panggilan dari Rizki.
“Halo, Bul,” sapa Rizki di sebrang sambungan.
“Iya, Iky.”
“Maaf ya, tadi gue gak angkat telfon dari lo, soalnya gue lagi repot ngurusi kepulangannya Tari.”
“Tari udah boleh pulang?” tanya Bulon.
“Udah, ini dia udah dirumah,” suasana hening sesaat. “Bulon udah makan?” Sambung Rizki.
“Iky lagi di rumah Tari?” Bulon balik bertanya.
“Iya, Bulon udah makan?”
“Kenapa Iky gak langsung pulang ke rumah Bunda?”
“Tari di rumah sendiri Bul, besok Mami Papinya baru balik dari luar kota.”
“Bulon juga sendiri di rumah, Bulon gak punya Mami Papi, tapi Rizki gak kerumah Bulon,” cecar Bulon.
“Besok gue ke rumah lo,” jawab Rizki mencoba memaklumi kecemburuan Bulon.
“Besok Bulon sekolah,” jawab Bulon dengan nada sedikit sinis.
“Lo berangkat sekolah sama siapa?”
“Sendiri.”
“Ikyyy ... buatin susu,” suara Tari memanggil Rizki cukup terdengar lewat sambungan telepon. “Udah dulu ya, gue ada--“
Bulon mengakhiri panggilan sepihak, dadanya terasa semakin sesak dan sakit. Bulon ingin lekas tidur agar hari ini berlalu.
Aku keasyikan bacaππ
Comment on chapter Bulan dan Ksatria BintangGoodjob kakβ€