Jangan lupa Voment ☺
"Appa....Eomma..."
"Eomma....buka pintunya"
Ra In terlonjak, mengerang dan membuka matanya sempurna. Ia mendengar suara teriakan anaknya. Bagaimana dia bisa masuk ke rumah?
"Kookki Ireona"
"Ehm..." Jungkook menghela tubuhnya menyamping. Ia masih belum sanggup membuka mata.
Ra In menilik jam diatas nakas. Ini karena Jungkook mabuk semalam dan berakhir di ranjang. Ra In memunguti bajunya dibawah dan segera memakainya.
Beberapa detik berikutnya Ra In berlari membuka pintu hati-hati. Ia melihat putranya datang bersama Dokter Niel.
"Heol...sedang apa? kenapa lama membuka pintu?" goda Dokter Niel. Ra In menggendong Jimin dan menarik Dokter Niel untuk turun ke bawah.
"Eomma sedang apa? ko lama?" kata Jimin meniru kalimat Dokter Niel. Ra In menggaruki tengkuknya salah tingkah.
Dokter Niel terkekeh karena berhasil mengerjainya.
"Eomma kesiangan, sayang" Ra In memberi tatapan horor kearah Dokter Niel yang masih menampilkan gigi kelincinya.
"Mianhe..Jimin ko datang dengan Dokter Niel?"
"Jimin minta tulun di lumah doktel Niel. Jimin main sama kucing tadi"
Ra In menciumi pipi Jimin gemas.
"Semalam belum puas cium---hmmp..." kalimat Dokter Niel terpotong karena Ra In membekap mulutnya.
"Jangan mengotori otak Jimin" bentak Ra In sigap menutup telinga putranya. Dokter Niel geleng-geleng kepala.
"Kau tidak ke rumah sakit?" tanya Ra In.
"Nanti agak siangan. Ada seminar juga" jelas Dokter Niel.
...
Ra In segera memandikan Jimin yang basah kuyup bermain air. Dia mendapat telfon dari Minsu untuk segera datang ke rumahnya. Ra In memekik gembira mendengar bahwa Minsu sedang hamil.
"Eomma...minta ice cream" Jimin menengadahkan telapak tangannya kearah Ra In. Perempuan itu berjongkok dan mencolek hidung putranya.

"Minta dirumah tante Minsu ya. Disana banyak ice cream. Jimin kan mau lihat dede bayi?" kata Ra In beralasan agar Jimin melupakan ice cream. Bukan apa-apa, mereka akan pergi ke rumah Taehyung dan Jimin malah minta Ice Cream. Bisa-bisa anak itu kembali kotor.
"Ayo eomma.."
"Kajja..." Ra In menggandeng putranya dan membawanya memasuki mobil. Ra In memakaikan sabuk pengaman pada putranya lalu melajukan mobil pelan-pelan.
Selama perjalanan Jimin terus saja berceloteh tidak jelas. Apapun yang dilihatnya pasti ditanyakan. Ra In sampai harus menahan keinginan mencium Jimin.
"Eomma..Kenapa kita belhenti?",tanya Jimin saat mobil Ra In berhenti akibat lampu merah.
"Kalau lampunya menyala warna merah semua kendaraan harus berhenti dulu. Jimin lihat angka disana--" tunjuk Ra In. Anaknya langsung mengikuti arah pandang telunjuk Ra In kemudian mengangguk.
"--Itu hitungannya"
"Jimin paham...yeay" pekik Jimin. Ra In gemas dan mengacak puncak kepala Jimin.
...
Jungkook tersenyum hangat menatap wajah sahabatnya yang sudah lama pergi. Didalam lukisan yang dibuat istrinya, wajah Jimin seolah tengah tersenyum.
"Apa kabar Jimin?" tanya Jungkook pada lukisan. Mungkin dia gila, Bisa saja. Ngomong-ngomong gila, Jungkook jadi memikirkan mimpi itu. Mendadak seperti gila rasanya mendapati Jimin hadir dalam alam bawah sadarnya sembari mengatakan seolah ia merindukan Ra In.
"Kook"
Jungkook menoleh melihat Rapmon disampingnya. Tidak ada yang bisa dimintai bantuan mengurus galeri selain Rapmon.
"Kulihat kau murung begitu. Ada apa?" tanya Rapmon perhatian. Wajah namja itu semakin terlihat dewasa. Kendati demikian Rapmon belum juga menyusul Jungkook atau Suga.
"Aku bermimpi bertemu Jimin. Dia mengatakan bahwa ia begitu merindukan Ra In"
"Kau sudah lama tidak mengunjungi makam Jimin?"
Jungkook mengangguk. Ia sudah lama tidak melihat makam Jimin. Terakhir kali saat beberapa hari setelah operasi matanya. Oh...Tuhan itu sudah lama sekali. Sekitar delapan tahun yang lalu.
"Kurasa Jimin ingin kau dan Ra In mengunjunginya. Ajak Jimin-mu juga"
"Kau benar. Sepertinya Jimin merindukan kami"
Rapmon mengerling bangga dengan kata-katanya. Kini Jungkook mendapat jawaban atas kegelisahan hatinya.
"Kau sudah bertemu Min Rae?"
Skakmat!
Rapmon belum pernah cerita pada siapapun kalau Min Rae sudah bertunangan. Dan mungkin saja mereka sudah menikah sekarang. Waktu itu Rapmon menemukan alamat rumah Min Rae. Ia terkejut saat tiba-tiba gadis itu berjalan bergandengan tangan dengan seorang namja. Mereka sempat berpandangan. Tapi, Rapmon tahu betul meskipun berusaha mengejar Min Rae sejak SMA, gadis itu hanya menganggap Rapmon main-main.
"Yakh! Jawabannya susah?" Jungkook menyadarkan lamunan panjang Rapmon.
"Nggak ada. Maksudku, aku belum bertemu Min Rae lagi" lirih Rapmon.
Bohong.
Jungkook meraih ponselnya saat tersadar ada getaran disaku jasnya.
Aku dirumah Taehyung. Minsu hamil. Kalau mau menyusul tidak perlu bawa mobil. Aku menyetir sendiri.
Membaca kalimat akhir dipesan Ra In, Jungkook segera menekan tombol hijau dan menelpon istrinya.
"Yakh! Sudah kukatakan jangan menyetir sendiri?"
"Wae? kemarin saat kau mabuk aku menyetir sendiri"
Jungkook menggaruk pangkal hidungnya. Mabuk? Jungkook ingat kemarin terpaksa minum karena kalah bermain game. Cupu kan? Ya memang begitulah dia apa adanya.
"Mianhe Ra In...Baiklah, aku akan kesana dan tidak bawa mobil. Jangan pulang sebelum aku jemput"
"Ne, kau..." perkataan Ra In terhenti entah kenapa.
"Hati-hati suamiku"
"Selalu, istriku. Love you"
"Love you too"
Tut.
Rapmon berdeham melihat tingkah lucu Jungkook dan Ra In. Sikap mereka masih sama seperti saat bersekolah dulu. Kadang akur, kadang cekcok. Tapi, itulah yang membuat mereka terlihat cute.
"Aku jadi pengen nikah" gumam Rapmon.
"Makanya buruan lamar Min Rae entar ke duluan yang lain" ingat Jungkook. Kemudian Jungkook berlalu menghampiri para petugas yang tengah memasang beberapa lukisan lain di galerinya.
Rapmon menghela napas panjang. Hatinya sakit menerima kenyataan pahit ini.
"Nyatanya udah keduluan, Kook. Min Rae-ku....aw..."
...
Begitu malam tiba, Ra In dan Jungkook menatap sendu putranya. Padahal Jimin tidak tidur siang. Tapi, sampai malam begini anaknya itu masih sibuk bermain. Ia mengacak-acak alat make up Ibunya.
"Eomma...sini Jimin dandanin" Jimin mengacungkan lipstik ke udara. Ra In memanfaatkan Jungkook yang ada disebelahnya agar menerima ajakan Jimin.
"Sama Appa ya? Jimin tau kan, Appa juga cantik kalau didandanin. Eomma mau bikin susu buat Jimin supaya Jimin tidur" bujuk Ra In. Jungkook sontak terperangah.
"Ne...Appa ayo kemali"
Jungkook menggeleng kasar. Namun, Jimin meski kecil idenya luar biasa. Ia berdiri dan menarik Jungkook. Bukannya kekuatan Jimin lebih besar, tapi Jungkook tidak mau kena omel istrinya kalau sampai Jimin menangis. Apalagi diusir dari kamar.
"Hahaha...." sekembalinya Ra In dari dapur langsung tertawa melihat penampilan Jungkook. Jimin benar-benar berbakat merubah wajah orang menjadi menyeramkan.
"Appa cantik" puji Jimin karena hasilnya sendiri.
"Ra In-ah..." rengek Jungkook meringsek ke arah istrinya. Ia menyender ke bahu Ra In dan bersikap seolah menangis.
"Jimin minta maaf Appa. Jangan menangis, Jimin minta maaf"
Jungkook tidak tega melihat bola mata anaknya yang begitu cerah. Namun, pupilnya bergetar. Jimin polos sekali sampai mengatakan maaf segala.
"Iya, sayang. Appa nggak marah ko. Appa pura-pura, wleee..."
Jungkook memeletkan lidahnya menggoda Jimin.
"Haha....Appa jelek"
"Eh? Kau mengatai Appa. Sini akan Appa makan Jimin. Jimin..."
Jimin berlarian menghindari Jungkook karena mengejar. Suara tawa Jimin mengisi keheningan malam rumah besar berkeluarga kecil itu.
Ra In tergerak memasukkan kembali alat make up nya yang dikacaukan Jimin. Ia kembali menonton drama dan mengistirahatkan dirinya. Perasaannya begitu damai saat sendirian diruang tengah sembari menonton drama.
"Ra In-ah..."
"Hmm" gumam Ra In tanpa menoleh.
"Jimin ingin ditemani tidur" kata Jungkook. Sontak Ra In berdiri dan menghampiri suaminya.
"Baiklah"
Tangan Ra In ditarik kebelakang. Lalu tubuhnya membentur dada bidang Jungkook. Wajah Jungkook tenggelam dileher Ra In. Aroma parfum Ra In menyeruak hidungnya.
"Bukan Jimin yang ingin ditemani tidur. Tapi aku"
Ra In melepas tangan Jungkook dan membalik badan. Perempuan itu tersenyum sinis kemudian menoyor kepala Jungkook.
"Yakh! Kau mau jadi istri durhaka?" ancam Jungkook.
Ra In tidak perduli dan malah asik menaiki tangga. Ia melihat putranya tengah terlelap. Jimin mudah sekali tertidur. Hanya waktunya belum tepat mungkin.
Ia menutup pintu kamar Jimin dan menuju kamarnya. Begitu masuk, Ra In melihat wajah suaminya yang baru saja membasuh muka. Kini wajah Jungkook kembali bersih. Namun, ia melupakan ikat rambutnya.

Ra In mendekat dan duduk disamping ranjang. Ia melepas ikat rambut di kepala Jungkook.
"Kau mau tau satu hal?" kata Jungkook.
"Apa?"
"Besok galeri lukisan mu akan dibuka"
"Jinjja? wah...Gomawo Kookki" Ra In reflek memeluk suaminya. Jungkook mengusap punggung Ra In sayang.
"Ra In-ah...nanti kita berkunjung ke makam Jimin. Mau? Sudah lama kita tidak kesana. Kurasa maksud mimpiku kemarin mungkin Jimin merindukan kita. Dia merindukanmu"
Ra In melerai pelukannya. Ia mengusap wajah suaminya penuh kasih. Jungkook begitu menyayangi Jimin. Hingga mungkin tidak perduli Ra In akan kembali teringat masa lalu.
"Oke. Kita kesana setelah pembukaan galeri. Atau sebelum aku terbang"
Tangan Jungkook mulai jahil dan membawa kepala istrinya membentur ranjang. Tidak mau menyiakan kesempatan, Jungkook mendekatkan wajah. Ia bahkan sudah setengah menindih istrinya.
Ra In dapat merasakan napas Jungkook dari dekat. Ia sudah memejamkan mata dan membiarkan apapun terjadi.
"Eomma....Appa...Jimin mimpi buluk"
Ra In dan Jungkook terlonjak. Mereka segera mengubah posisi kemudian menghampiri Jimin.
Pintu kamar lupa ditutup.
...
Hujan yang lembut menyambut pagi di kota Seoul. Ra In dan Jungkook sudah bangun sangat pagi. Mereka menikmati teh hangat sembari menyaksikan rintik hujan dibalik jendela.
Susana yang romantis itu seakan tidak bisa di ngganggu siapa pun. Jimin? anak itu masih terlelap di kamar nya. Semalam terus-terusan menangis karena mimpi buruk.
"Bagaimana kalau kita bermain suit"
"Mwoya?"
Jungkook memainkan jemarinya setelah menyesap teh hingga habis.
"Heol...kau cepat sekali minumnya. Padahal kan itu panas"
"Pagi ini lebih dingin, sayangku..."
Ra In mendengus kala Jungkook menarik hidungnya keras. Memang benar kata Jungkook. Pagi yang ini lebih dingin. Padahal setiap pagi sudah dingin malah ditambah hujan.
"Ayo main. Yang kalah harus dipeluk. Dan yang menang harus meluk"
Ra In terkekeh saja menanggapi perkataan suaminya.
"Ideku bagus kan? setidaknya modus ku bermutu"
Detik jam terus berjalan. Bahkan terasa sudah satu jam mereka duduk berduaan. Tanpa ocehan Jimin dan panggilan kantor. Mereka juga bersantai dan pergi ke galeri saat hujan mulai reda.
Tapi...
"Eomma....Appa.."
Ra In dan Jungkook menoleh bersamaan. Mereka terkejut anaknya sudah dibelakang mereka.
"Ululu....anak Appa yang pintar sudah bangun?" Jungkook mengangkat tubuh putranya yang masih mengucek mata.
"Jimin mau susu?" tanya Ra In membelai surai putranya.
"Tidak" tolak Jimin.
"Eh, iya Eomma" gantinya seketika. Ra In mencolek pipi gembul Jimin. Terlalu gemas dengan tingkah anak itu.
"Appa...aku mau melihat kucing Doktel Niel" cicit Jimin.
"Ya Ampun, Jimin. Kamu baru bangun tidur, sudah teringat kucing. Apa kau bermimpi bermain bersama kucing?" Jungkook menciumi pipi Jimin. Membuat putranya menggeliat geli.
"Ahahahaa....Appa geli"
Tiba-tiba Ra In datang dan Jimin minta turun kemudian berganti digendong Ra In. Jimin sibuk meneguk minumannya.
"Jimin lapar ya?"
...
Tok...tok...tok..
Minhyun terus menerus mengetuk pintu rumah disebelahnya. Dia harus segera kabur dari penyihir nyinyir itu. Tapi, sudah tiga belas menit menunggu, pintu rumah Jungkook tidak juga terbuka. Lihat, bahkan setiap menitnya Minhyun selalu dihitung.
"Mati...kalau sampai nggak kebuka"
Minhyun terus merapal doa agar Tuhan tidak mempertemukan dirinya dengan gadis itu.
Ceklek!
Jantung Minhyun setara kembali memompa darah saat pintu terbuka dan mendapati Jungkook serta Ra In yang tengah menggendong Jimin.
"Haii...kalian. Syukurlah membuka pintu" lega Minhyun.
"Wae?" tanya Jungkook.
"Ceritanya panjang. Pokoknya ijinin aku tinggal dirumah kalian dulu ya?"
Jungkook mencoba mencerna maksud Minhyun. Kalau berdasarkan penangkapan Jungkook. Ada yang sedang Minhyun hindari. Atau itu adalah modus baru yang di layangkan Minhyun agar bisa masuk ke rumah nya dan mencuri sesuatu darinya.
"Nggak boleh"
Ra In menoleh ke Jungkook. Suaminya selalu saja sensi pada Minhyun.
"Ih...Kookki" Ra In menatap horor Jungkook. "Emang Oppa sedang menghindari siapa?" tebak Ra In, yang ternyata benar.
"Ada lah seseorang"
Jungkook melirik rumah Dokter Niel yang sepi. Kirain modus cuma minta tolong ke Ra In. Jungkook sebenarnya merasa kasihan juga. Minhyun selama ini baik sama mereka.
"Ikut kami aja ke galeri" ajak Jungkook. Minhyun akhirnya bisa bernafas juga. Ia mengangguk setuju.
...

"Eomma...Payung Jimin cantik"
Ra In membiarkan anaknya main diluar meskipun cuaca masih hujan. Didalam galeri Jimin suka berlarian kesana-kemari. Ra In takut akan terpeleset di tangga. Jungkook sibuk menemui kliennya. Jadi, tidak bisa menjaga Jimin.
"Jimin...." suara seseorang menginterupsi ibu dan anak itu. Tiba-tiba seorang gadis kecil sekitar enam tahunan datang menghampiri Jimin.
"Hai...Ra In"
"Oh...Baekhyun Oppa. Rye Hyun Eonni. Terima kasih sudah datang" Ra In terkejut melihat tamu istimewanya datang. Pasangan didepannya itu terbilang sangat sibuk. Suka sekali keluar masuk negara lain. Ra In beruntung bisa melihat mereka menghadiri galerinya.
"Kami yang merasa berterima kasih karena sudah diundang" ujar Rye Hyun.
Jimin menutup payung nya dan menyembunyikan dibelakang tubuhnya. Ia takut anak Baekhyun merebutnya. Padahalkan gadis itu hanya ingin melihat Jimin.
"Baik kalau begitu. Kami masuk ya" pamit Rye Hyun.
Baekhyun tersenyum melambaikan tangan.
"Ayo Nara"
Begitu keluarga kecil Baekhyun pergi Jimin menghampiri Ibunya. Ia menyentuh payung Ra In memberi kode agar Ibunya membuka payung juga.

"Payung Eomma jelek. Payung Jimin cantik"
Ra In mengacak puncak kepala putranya.
"Iya.."
...
Ra In menyentuh tempat penyimpanan abu milik Jimin. Disetiap sentuhannya ia seperti mengulang kembali momen bersama Jimin. Indah sekali rasanya saat itu.
Jimin? Jika saja kau masih disini. Kau pasti bisa melihat anakku.
Jungkook melihat istrinya hampir meneteskan air mata. Tapi, ditahan sekuat tenaga. Betapa pun saat ini Jungkook juga seakan merasa terpuruk.
"Jimin...Aku dan Ra In menamakan anak kita dengan namamu. Agar kami bisa mengenang mu. Jimin...terima kasih untuk segalanya."
Ra In mengaitkan jari-jari tangannya dengan milik Jungkook. Perempuan itu merasa bebas menangis karena tidak ada putranya.
"Jimin-kita sangat manis"
"Dia tumbuh begitu cepat dan pintar"
Ra In menolehkan kepalanya melihat satu tetes air mata mengalir dari mata suaminya. Tangan Ra In sontak tergerak mengusap pipi Jungkook.
"Uljimma..."
"Karena Jimin, aku bisa melihat kembali. Gomawo Jimin"
Jungkook menatap nanar foto sahabatnya terkurung disalah satu bagian krematorium.
TBC
Eomma Ra In ❤

@yurriansan Iyaa ya, haha😁. Soalnya aku mikirnya kata-kata yg itu kayanya sering deh didenger, wkwkw. But, thanks masukannya. 😊
Comment on chapter Dia-ku