Maafkeun Typo yo ✌
...
Jin membuka pintu kamar rawat Jimin dengan langkah yang gontai. Semula ia tidak percaya dengan apa yang didengarnya dari Suga dan J-Hope. Setelah memastikan sendiri dari mulut ayah Jimin, namja playboy itu akhirnya percaya. Dia lari kesetanan begitu meraih tasnya.
Begitu pandangannya jatuh pada bangsal rumah sakit yang menyanggah tubuh sahabatnya. Jin menutup kembali pintu ruang rawat Jimin dan memilih duduk di kursi tunggu.
Setetes air mata berjatuhan lolos dari pertahanan nya. Selama ini Jin tidak pernah punya pemikiran bahwa seorang Jimin bisa sakit separah ini.
Jika Suga akan memukuli siapa saja yang berbohong soal Jimin, setelah mengetahui kebenaran. Berbeda dengan Jin, ia malah menangis seperti anak kecil. Dengan suara yang ditimbulkan dari isakannya. Tangannya tidak tinggal diam mengucek matanya.
Ra In yang melihat dengan membawa tiang penyanggah infusannya duduk disamping Jin. Biasanya Jin ditemui tidak sedang sendirian. Tapi, baru kali ini dia melihat Jin sendirian sambil menangis seperti anak kecil saat mainan nya rusak atau dijahili temannya.
"Jin-ah...Waeyo?" tanya Ra In.
Jin langsung mencengkeram kedua bahu Ra In dan memeluknya. Ia butuh tempat bersandar. Sudah sejak satu jam yang lalu ia menghubungi Taehyung agar datang ke rumah sakit, tapi sahabatnya yang satu itu belum juga datang.
Ra In mengelus punggung Jin memberikan kekuatan. Ia bingung dengan macam-macam reaksi teman-teman Jimin. Yang satu marah-marah dan emosian, yang lain menangis bak anak kecil.
"Kau tau tentang Jimin?" tanya Ra In lagi. Kali ini Jin mengangguk-angguk.
"Bagaimana kau tau?"
Perlahan Jin merenggangkan pelukannya dan mengatur nafas sebelum bercerita.
...
1 jam yang lalu....
"Haus aku V. Ayo ke minimarket" ajak Jin sembari menarik kerah kemeja Taehyung.
"Biasa juga bareng Nayeon. Kemana dia om Jin?"
Jin mengedikkan bahunya tidak ingin bercerita. Lagipula ia juga tidak tahu dimana pacarnya itu berada. Biasanya jika jam istirahat pasti Nayeon menghampiri kelas Jin.
Setelah membeli dua botol air mineral, Jin dan Taehyung duduk disana saling berhadapan. Tangan Jin terangkat merogoh saku kemejanya mencari ponsel.
Jin berdecak saat menyadari apa yang dicarinya tidak ditemukan. Ia berdiri dan meletakkan minumannya.
"V...aku ke kelas dulu ya? ponsel ketinggalan"
"Siap, jangan lama-lama"
"Sip" kata Jin.
Ia berlari menuju kelasnya. Gawat jika pesan dari cewek-ceweknya tidak segera dibalas. Maklum, si Playboy sedang kepanikan.
Namun, saat sampai didepan pintu ia melihat Suga tengah berbicara dengan J-Hope. Jin baru menyadari J-Hope mengunjungi kelasnya. Biasanya ia enggan.
"Jimin bisa sembuh?" tanya Suga.
J-Hope tidak menjawab dan malah menegang ditempatnya.
Jimin...sakit?
Jin menajamkan pendengaran nya kala J-Hope kembali bersuara.
"Kankernya sudah merambat ke Jantung"
Suga menghempaskan tubuhnya ke bangku. J-Hope berbalik dan melihat Jin tidak bergeming di ambang pintu, Perasaan tadi kelasnya sepi. J-Hope menghampiri Jin namun namja itu malah berlari dari sana setelah mengambil tasnya.
Ditengah koridor, Jin mengambil ponsel dan menghubungi Ayah Jimin.
"Ahjussi...apa Jimin di rumah sakit?dimana dia, ahjussi. Tolong katakan kalau ini bohong. Semua gak bener kan? ahjussi aku mohon. Jimin tidak sekolah karena bolos kan?"
Mendengar jawaban dari ayah Jimin membuat Jin tidak sanggup berdiri. Tiba-tiba saja tubuhnya terasa lemas. Hampir saja ia limbung.
Jin menyimpan ponselnya didalam saku jas, kemudian berlari dari sana.
Jin tidak kembali ke minimarket. Dia keluar sekolahan lewat jalan keluar biasa bolos. Meninggalkan mobilnya, Jin berlari menghentikan taxi.
Didalam taxi, Jin menghubungi Taehyung dan menyuruhnya agar segera menyusul ke rumah sakit yang dikatakan ayah Jimin. Jin tidak tahu apakah Taehyung akan ikut bolos sama sepertinya atau menunggu hingga pulang sekolah.
...
Tap...tap...tap
Ra In dan Jin mendongak saat menatap siapa saja yang datang. Ternyata langkah kaki itu berasal bukan hanya dari satu orang.
Taehyung datang bersama Suga dan J-Hope. Mereka segera mengerubungi Jin dan menenangkan namja itu.
"Kalian bolos?" tanya Ra In polos.
Suga, Taehyung, Jin, dan J-Hope serempak menjawab.
"Ne..."
Ra In berdecak seraya geleng-geleng kepala.
"Ayo kita ke kamar Jimin saja, kalian harus mengatakan sesuatu padanya" ujar Ra In.
J-Hope mengerlingkan matanya ke arah Ra In.
"Kau pasti yang ingin melihatnya"
Ra In terkekeh sembari bangkit berdiri. Dibantu Taehyung, Ra In bisa membawa tiang penyanggah selang infus nya.
"Memang kenapa? lagipula dia selingkuhan ku" elak Ra In, tidak perduli dengan tatapan horor dari teman-teman Jungkook, kekasihnya.
"Wah...Kookki pasti terluka" goda Suga.
Jin yang semula menangis kini lebih tenang. Malahan dia kembali dibingungkan dengan perbincangan teman-temannya begitu pun dengan Taehyung.
"Kesana saja, nanti aku menyusul. Aku ingin menjemput Amel dari ruang rawatnya. Hari ini dia sudah boleh pulang. Mungkin aku akan mengantarnya pulang" kata Suga.
"Iya sudah tidak apa-apa Suga. Hati-hati ya" Taehyung menepuk pundak Suga sebelum sahabatnya itu pergi.
Mereka semua berjalan memasuki ruang rawat Jimin. Taehyung memapah Ra In, sedangkan J-Hope membantu Jin berjalan.
"Aku mohon tolong jangan beritahu Jungkook soal selingkuhan ku" kata Ra In polos menghentikan yang lain berjalan. Kini semua mata menatap kearahnya.
"Siaaapp, cantik~~" seru Jin, J-Hope dan Taehyung.
...
Jimin hampir menangis melihat teman-temannya ada di ruang rawatnya. Satu persatu diantara mereka memberikan kalimat semangat pada Jimin.
Bahkan, Ra In sekarang sudah tahu rahasia Jimin. Gadis itu tidak pernah berhenti tersenyum kearahnya. Dia duduk disamping ranjang Jimin meskipun masih diinfus.
Keadaan Jimin begitu lemas. Wajahnya semakin pucat dengan pandangan yang selalu berkaca-kaca.
J-Hope yang menyadari bahwa Jimin dan Ra In tengah berpandangan, dengan jahil menyikut lengan Jin dan Taehyung.
"Hauss...cari minum yuk" J-Hope membawa Taehyung dan Jin keluar dari ruang rawat Jimin menuju kantin rumah sakit.
Kini hanya ada Ra In dan Jimin.
Ra In menyentuh tangan Jimin dan memberikan senyuman indahnya.
"Jimin terima kasih sudah menolongku" kata Ra In.
Jimin mengangguk dan menghembuskan nafasnya kasar.
"Ra In-ah...aku juga berterima kasih karena kamu mau disini menemaniku"
Setetes air mata jatuh ke punggung tangan Jimin. Itu berasal dari mata gadis didepannya. Jimin mengusap pipi Ra In dan membalas dengan senyuman.
"Uljimma Ra In-ah..."
"Jimin--"
"Jangan membuat aku bersedih. Hari ini aku bahagia karena ada teman-temanku"
"Jimin, ayahmu mana?"
"Dia tadi pamit ke kantor"
Ra In mengangguk sedangkan Jimin memperhatikan lekuk wajah Ra In. Hatinya selalu berdebar kalau melihat gadis itu. Jimin selalu merasa Tuhan menciptakan Ra In saat sedang tersenyum.
"Orang tua mu Ra In?" tanya Jimin.
"Sedang ada pekerjaan juga. Kalau Appa tidak bisa datang. Eomma akan jemput nanti sore. Aku akan pulang, Jimin. Padahal aku masih mau disini" Ra In mengerucutkan bibirnya. Tiba-tiba Jimin teringat ciumannya saat Ra In tenggelam dan ia memberikan nafas buatan. Sontak Jimin memegangi sendiri bibirnya karena gugup.
"Bibirmu sakit, Jimin? wae?" Ra In panik melihat Jimin meremas-remas bibir begitu.
"A-A--Anni, Hanya sedikit pahit. Iya...mulutku pahit karena minum obat" alibi Jimin.
Ra In mengelus tangan Jimin. Mendengar kata obat membuatnya kembali merinding. Bibirnya juga tak henti merapal doa. Dengan begitu ia bisa membuat hatinya sedikit tenang. Meskipun setiap kali melihat wajah pucat Jimin, ia akan menangis.
"Jangan tinggalkan aku Jimin--" isakan kecil keluar dari bibir mungil Ra In.
Jimin segera merengkuh gadis itu dalam pelukannya. Seolah menahan agar kata perpisahan tidak akan kembali ia dengar.Meski nanti takdir yang akan menjawab. Jimin berusaha bertahan demi Ra In.
"Uljimma...Ra In-ah"
...
Jungkook merasa ada yang aneh, dia dan Rapmon sedang menunggu yang lain di parkiran tapi tidak kunjung ditemui. Kemana Jin, Suga, J-Hope dan Taehyung.
Dia memasang aerphone ditelinganya, baru saja akan menyalakan musik, tiba-tiba saja sebuah suara menginterupsi.

Jungkook menoleh dan melihat Nayeon tengah berlari kearahnya. Namja itu jadi trauma kalau dipanggil Nayeon. Ingat soal kejadian kejepit waktu itu. Bahkan kalau disentuh jari tangan nya masih sedikit sakit.
"Wae Nayeon~~"
Nayeon mengatur nafasnya dan merapikan rambut dikeningnya yang sedikit berantakan karena berlari.
"Jin mana?"
Jungkook berdecak seraya menoyor kening Nayeon dengan jari telunjuknya.
"Udah dibilangin juga, kalau nyari Jin jangan kesini. Salah alamat cantik~~"
Rapmon tertawa mendengar percakapan mereka. Kayaknya seru kalau dia ikut nimbrung.
"Kurang kerjaan banget sih nyarinya om Jin...mulu. Cari aja namja bernama Rapmon" alis Rapmon naik turun saat tangannya menyentak kerah kemejanya.
"Haha....Jangan didengerin ini mah namja gila namanya"
Nayeon tertawa mendengar recehan Jungkook dan Rapmon. Teman-teman pacarnya itu memang kocak.
"Nayeon mau ikut pulang sama Babang Rapmon?" goda Rapmon.
Jungkook menoyor kepala sahabatnya itu dari belakang.
"Modus ae dasar. Kemarin Min Rae sekarang Nayeon"
Gadis itu mengeratkan tali tasnya.
"Gak sudih, lagi pula aku sudah punya Jin Oppa. Bye~~"
Nayeon berlalu sambil menghentakkan kakinya.
"Songong. Kalo udah putus dari Jin nangis juga, dasar"
Jungkook kembali melanjutkan langkahnya memasuki mobil. Ia meninggalkan Rapmon yang masih bercicit tidak jelas.
Mobil hitam milik Jungkook keluar dari parkiran sekolah. Membelah jalanan kota Seoul yang padat.
...
Selang infus Ra In sudah dilepas karena habis. Keadaan gadis itu juga sudah pulih. Dokter mengizinkannya pulang sore ini. Ibu Ra In membantu anaknya berkemas. Sedangkan Jungkook menunggu diluar ruangan.
Begitu keluar, ibu Ra In pergi sebentar mengurus administrasi. Tinggalah Jungkook dan Ra In diluar.
Ra In menatap wajah polos Jungkook. Diantara teman-temannya kini hanya tinggal kekasihnya dan Rapmon yang masih belum tahu soal Jimin.
Ingin sekali Ra In berteriak pada Jungkook. Tapi, biarlah semua berjalan seiring waktu. Seperti Jin dan Taehyung yang tiba-tiba tahu.
Hap.
Jungkook tidak bisa menahan rasa rindunya pada Ra In. Ia memeluk tubuh mungil gadisnya dan mengeratkannya seiring hembusan nafas lega keluar. Kini Jungkook bisa tersenyum melihat Ra In tidak apa-apa.
"Kookki--"
"Hmm"
"Aku tidak bisa bernafas"
"Mianhee.." Jungkook langsung melerai dekapannya dan memilih untuk menggenggam tangan Ra In.
Mereka berjalan dengan mengayunkan genggaman kedepan dan kebelakang. Persis seperti saat mereka masih kecil dulu.
"Ra In-ah kau tidak boleh sakit lagi. Janji padaku ini kali terakhir kau masuk rumah sakit"
"Aku tidak tau, memangnya aku suka kalau masuk rumah sakit. Mianhe selalu membuatmu khawatir padaku"
"Tidak apa-apa untuk kali ini kau ku maafkan"
Jungkook merogoh saku jasnya dan mengeluarkan sebuah permen kearah Ra In. Jungkook benar-benar seperti anak kecil saja.
"Kau harus makan yang manis-manis, sendok itali"
Ra In menerima permennya dan terkekeh kepada Jungkook. Ia membuka pembungkusnya lalu memakannya.
"Kalau kau saja sudah manis kenapa aku harus makan permen?"
"Benarkah? kau bilang aku manis...wah, aku malu.,Harusnya aku yang menggodamu"
Benar, wajah Jungkook sudah memerah. Padahal Ra In hanya berbicara fakta bukan godaan. Jungkook memang selalu bersikap manis. Sejak kecil malah.
"Aku serius Kookki"
"Molla~~" Jungkook mengibas-ibaskan tangannya ke pipi untuk menghalau semburat merah.
Mereka kembali berjalan melewati kamar Jimin yang tanpa mereka sadari sedang ada mata-mata didalamnya. Jin, J-Hope, dan Taehyung memperhatikan pembicaraan Ra In dan Jungkook.
Mereka sekumpulan komunitas pendukung Ra In dan Jimin. Begitu yang dimata-matai hilang dari pandangan, mereka bertiga kembali duduk disofa dan memperhatikan Jimin yang tengah berbaring diatas ranjang. Senyuman tidak pernah hilang dari bibirnya. Melihat kelakuan aneh mereka, tentu saja Jimin bahagia. Rindu sekali bertingkah seperti mereka.
"Ra In diantar pulang oleh Jungkook" kata Jin.
Lalu kenapa? bukankah mereka sepasang kekasih?
Memang sudah gila mereka. Berperan seolah detektif saja.
"Jimin ayo sembuh dan bilang kalau kau akan merebut Ra In" pinta J-Hope. Yang ditanya malah senyum. Jimin yang merelakan Ra In bersama Jungkook untuk apa juga ia merebut gadis itu.
Waktuku tidak banyak, teman-teman---Batin Jimin.
"Bahkan tadi Ra In memanggilnya Kookki dan Jungkook memanggilnya sendok itali. Mereka sudah memiliki nama panggilan sayang masing-masing" Taehyung sangat antusias bercerita berdasarkan pengamatannya.
"Kalian aneh, bukankah kalian membantu Jungkook menembak Ra In? Kenapa sekarang menyuruhku merebut nya" Jimin mengambil posisi duduk. Saat dilihatnya kesusahan, Taehyung membantu Jimin.
"Sudah minum obat?" tanya Taehyung. Jimin menggeleng, dua jam sekali memang Jimin harus minum obat. Taehyung mengambil obat Jimin diatas nakas beserta gelas air.
Selesai Jimin meminum obatnya ia kembali tiduran. Teman-temannya tidak akan bercerita lagi dan akan membantu Jimin tertidur.
"Ayo kita atur kencan rahasia Jimin dan Ra In" bisik Jin saat mereka keluar dari ruang rawat Jimin.
...
Jungkook awalnya menemani ayahnya menonton bola, tapi ia tidak bisa berdiam diri saat Ra In sudah berada di rumah.
Jangan salahkan Jungkook tolong salahkan saja rasa rindunya. Jungkook keluar dari rumah dan masuk kedalam rumah Ra In.
Seperti biasa ia bisa langsung mengetuk kamar gadisnya.
"Ra In-ah~~"
Beberapa detik setelahnya Ra In keluar dari kamar. Kini wajah gadis itu sudah cerah kembali. Berbeda dengan saat masih di rumah sakit. Sekarang Jungkook sudah benar-benar yakin bahwa Ra In nya baik-baik saja.
"Ikut yuk" ajak Jungkook.
"Kemana?"
"Diluar, melihat bintang"
Ra In mengangguk dan meraih tangan Jungkook untuk membiarkannya menuntun hingga depan rumah.
Mereka duduk di bangku depan rumah Ra In. Seperti yang dikatakan Jungkook, keduanya melihat bintang sambil berpegangan tangan.
Ra In meletakkan kepalanya bersender dibahu Jungkook.
"Eh...itu ada bintang jatuh" seru Ra In menunjuk ke atas langit.
"Benar, aku melihatnya"
Ra In menegakkan kepalanya dan menatap Jungkook.
"Lakukan sebelum lima menit" ujar Ra In. Jungkook mengkerutkan keningnya bingung.
"Melakukan apa?"
"Membuat permohonan. Kata orang itu akan berhasil. Kajja"
"Oke"
Jungkook melihat Ra In memejamkan matanya dan menangkupkan kedua telapak tangan. Melihat hal itu, Jungkook pun ikut melakukannya.
Aku berharap Jimin bisa sembuh meskipun itu sulit. Ku mohon Tuhan---Batin Ra In.
Saat Ra In membuka kembali matanya ia melihat Jungkook sedang menatapnya sambil tersenyum.
"Kau tidak melakukannya?" heran Ra In.
"Sudah. Kau saja yang lama"
"Cepat sekali. Memangnya apa permintaanmu?"
Jungkook meraih kepala Ra In dan menaruhnya di bahu nya kembali.
"Pertama, aku ingin kau bersandar dibahuku malam ini lebih lama. Sekarang sudah terkabul." ujar Jungkook.
Ra In terkekeh, sungguh permintaan yang sederhana. Sudah Ra In bilang kalau Jungkook itu manis.
"Kedua, aku minta agar permohonanmu terkabul"
Benarkah itu Jungkook? Kau bahkan akan mendoakan hal yang sama jika sudah tahu soal Jimin. Ra In berterima kasih pada kekasihnya itu.
Lihat Jimin, bahkan Jungkook berharap doaku terkabul. Tolong bertahanlah demi orang-orang yang menyayangimu, Park Jimin.
TBC


Unch...senyumnya Babang Jimin ❤


Dah fotonya segitu dulu...
See you next chapter Yorobun~~~
Jangan lupa Voment ☺
@yurriansan Iyaa ya, haha😁. Soalnya aku mikirnya kata-kata yg itu kayanya sering deh didenger, wkwkw. But, thanks masukannya. 😊
Comment on chapter Dia-ku