Kalau ada typo lewat aja π
.
.
.
Voment ya
.
.
.
Sejak kejadian di UKS bersama Jimin waktu itu, Ra In tidak pernah melihat Jimin lagi. Sudah hampir sebulan kalau menurut perhitungannya. Sekarang Ra In sudah akan melupakan itu. Lagipula bukankah kini ada Jungkook sebagai pacarnya.
Mulai sekarang Ra In akan mencoba untuk membuka hati untuk Jungkook. Jimin benar, Jungkook adalah orang yang baik. Selama ini Ra In juga tidak pernah mendengar Jungkook sering mempermainkan perempuan. Setidaknya, Ra In merasa aman oleh Jungkook. Hanya saja mungkin perlu adaptasi dengan sikap kekanak-kanakan Jungkook.
"Hai...pacarku" Jungkook menghadang jalan Ra In yang sedang bersama Min Rae menuju perpustakaan.
"Ayo kita jalan" ajak Jungkook. Ra In menggeleng-gelengkan kepalanya. Lihatlah, Ra In sedang menuju perpustakaan si Jungkook malah mengajaknya jalan.
"Min Rae kau dicari Rapmon"
"Aku? kenapa?"
"Entah" Jungkook menaikkan bahunya.
Min Rae berbisik pada Ra In sebelum pergi meninggalkannya.
"Kau hutang penjelasan denganku"
"Baiklah, aku pergi. Dimana Rapmon?" tanya Min Rae pada Jungkook.
Jungkook lupa dimana Rapmon. Lagipula dia hanya asal bicara saja kalau gadis itu dicari Rapmon padahal tidak sama sekali. Salah siapa selalu menempel dengan pacarnya. Jungkook terpaksa berbohong.
"Tadi dia ada diparkiran katanya mau ngajak pulang bareng. Cari aja, sana..."
"Iyaa deh lumayan dapet tumpangan" Min Rae berlari menajuhi mereka. Sebelum memulai pembicaraan dengan Ra In, Jungkook terlihat sedang bergumam tapi Ra In jelas bisa mendengarnya.
"Tapi bohong..." kekeh Jungkook.
Ra In berdecak melihat kelakuan pacarnya. Iya, Ra In mengakui Jungkook sebagai pacarnya. Mulai sekarang status mereka bukan sahabat lagi melainkan pacar.
"Jadi mau kemana kita?" tanya Ra In.
...
Jungkook menggandeng tangan Ra In menuju taman bermain didepannya. Wajah Ra In terlihat sangat berbinar, sudah lama ia tidak datang ke tempat itu. Ra In menunjuk sebuah roller coaster dan menarik Jungkook untuk naik kesana.
Sebenarnya Jungkook sangat takut menaiki wahana itu, tapi demi Ra In ia rela menahan rasa takutnya hari ini. Setelah mengantri akhirnya Ra In dan Jungkook duduk dan menunggu wahana tersebut berjalan.
Ra In berteriak senang saat tubuhnya seolah ditarik kencang sekali lalu berjungkir balik. Gadis itu tidak sedikitpun merasa mual atau pusing. Malah wajahnya menampakkan bahwa ia ingin mencoba nya kembali.
Jungkook berlari mencari toilet karena perutnya sudah akan mengeluarkan sesuatu. Kepalanya pusing dan ia sungguh sangat lelah sekali. Ra In tertawa terbahak-bahak melihat Jungkook kesakitan begitu. Ia bahkan menahan perutnya karena tawanya tidak mau berhenti.
Beberapa menit kemudian Jungkook kembali dari toilet dan menghampiri wahana roller coaster tadi. Tapi Ra In tidak ada disana.
"Kookki..." Jungkook menoleh dan melihat Ra In mengulurkan bubble tea padanya.
"Ini..minum saja"
Jungkook meraih dan meminum bubble tea nya kemudian tangannya ditarik oleh Ra In. Gadis itu mengajak Jungkook naik kuda-kudaan yang berputar-putar. Jungkook meringis, kepalanya masih pusing malah disuruh berputar lagi.
Ra In tidak henti-hentinya tersenyum hari ini. Jungkook yang memperhatikan seolah kembali segar. Ia melupakan perut mualnya dan pusing di kepala nya. Ra In sangat cantik, pikir Jungkook.
"Kookki setelah ini ayo kita nonton itu" Ra In menunjuk gedung tempat film tiga dimensi diputar. Jungkook mengangguk mengiyakan, ia sangat setuju sekali. Daripada harus naik sesuatu yang berputar dan berjungkir balik.
"Oh..lihat disana, Kookki" mata Jungkook mengikuti arah tunjuk Ra In.
"Aku ingin bermain itu. Aku ingin dapat boneka"
"Iyaa sendok itali. Ayo kalau begitu kita turun sekarang"
Ra In melotot kepada Jungkook.
"Nanti!"
Jungkook pasrah, ia pun mengalihkan pandangan pada sekitarnya. Kepalanya pusing lama-lama berputar-putar.
Setelah selesai menaiki kuda-kudaan, Ra In menarik Jungkook yang jalannya masih sempoyongan menuju bioskop tiga dimensi. Rupanya kesialan Jungkook belum berakhir. Film yang diputar sore itu ternyata bergenre horor. Jungkook selalu berteriak jika hantu di film nya muncul tiba-tiba didepan mata. Ra In hanya tertawa dan menahan tangan Jongkook saat akan melepas kaca matanya.
"Hahah....kau begitu takut tadi, Kookki" Ra In menepuk-nepuk bahu Jungkook.
"Lihat wajahmu pucat"
Jungkook langsung menangkup pipinya dengan kedua tangan dan berjalan duluan menjauhi Ra In. Ia sangat salah mengajak Ra In kesini. Tadinya Jungkook pikir akan terlihat romantis.
"Kookki tunggu" Ra In mengejar Jungkook tapi tiba-tiba karena kurang hati-hati gadis itu terjatuh.
Bugh!
kini posisi Ra In persis seperti katak yang akan melompat. Lututnya terasa perih karena menghantam jalan. Gadis itu ingin berdiri tapi kakinya sakit. Alhasil Ra In berjongkok disana dan menangisi lututnya yang lecet.
"Hahah....makanya jangan suka ledekin pacar" ejek Jungkook yang berhasil membuat Ra In bangkit dan memukulnya.
"Ish...kau menyebalkan"
Sekuat tenaga Ra In berjalan mengejar Jungkook hingga mereka berhenti disebuah permainan yang ditunjuk Ra In saat naik Kuda-kudaan.
Jungkook mengambil pistol mainan nya dan mencoba membidik tepat sasaran.
"Ayoo Kookki, kau harus dapat boneka"
Ra In melompat-lompat menyemangati Jungkook. Sepertinya gadis itu melupakan rasa sakit dilututnya. Syukurlah, Jungkook ternyata berhasil membuat Ra In kembali ceria.
Sudah lima kali gagal dan Jungkook masih tidak ingin menyerah. Ra In juga sesekali memijit lututnya, karena sesekali itu terasa perih.
Pletak!
"Yeayy...." teriak Jungkook girang karena percobaannya yang ke sepuluh akhirnya berhasil juga. Pemilik permainan itu pun memberikan Jungkook boneka yang dipilih Ra In.
Jungkook menyerahkannya pada Ra In.
"Wah...boneka nya lucu sekali. Terima kasih, Kookki.."
Jungkook tiba-tiba saja menuntun Ra In berjalan dan mendudukkan gadis itu disebuah bangku. Kemudian Jungkook pergi sebentar dan kembali dengan membawa air mineral dan hansaplas. Ia berlutut dihadapan Ra In lalu membasuh lutut gadis itu dengan air mineral yang dibelinya tadi.
"Hei apa yang lakukan?" Ra In melihat Jungkook tengah memasang kan hansaplas pada lukanya.
"Sudah selesai, apa masih sakit?"
Ra In menggelengkan kepala. Ia kemudian berdiri dan memeluk bonekanya.
"Sudah tidak perih lagi. Gomawo..Kookki"
"Ayo kita makan, kau lapar kan?"
Ra In mengangguk antusias. Sudah sejak Jungkook bermain tadi perut Ra In berbunyi minta diisi.
Tiba-tiba Jungkook berjongkook didepan Ra In dengan memunggunginya. Ra In kaget saat Jungkook memintanya untuk menaiki punggungnya.
"Kau mau menggendongku?"
Jungkook menoleh karena Ra In malah bertanya bukannya segera naik.
"Aku menonton drama dengan Ayahmu. Saat gadisnya terluka pacarnya harus siap menggendong gadis itu"
"Benarkah? kau tidak akan menyesalkan? aku berat loh..."
"Heii ayolah aku--" belum sempat Jungkook melanjutkan kalimatnya Ra In sudah menempel dipunggung Jungkook. Tangan Ra In memeluk erat leher Jungkook. Kepala Ra In menyamping melihat wajah Jungkook.
"Pacarku muntah saat naik roller coaster, menjerit saat menonton film horor, dan aku akan lihat apakah dia juga bisa menggendong ku?"
Jungkook berdiri dan berlari menuju mobilnya terparkir. Ra In menjerit karena takut jatuh digendong oleh Jungkook.
"Jungkook pelan-pelan aku takut jatuh lagi"
"Jangan meremehkanku, sendok itali"
...
Setelah puas mengisi perut mereka, Jungkook tidak langsung mengantar Ra In pulang. Mereka mampir disebuah butik. Jungkook menggenggam tangan Ra In mengajak pacarnya itu memilih sebuah gaun.
"Ini, warnanya indah. Coba kau pakai?"
Kening Ra In berkerut. Baru hari ini pacaran, Jungkook sudah membelikan sesuatu padanya.
"Kau ingin membelikan aku gaun?"
"Iyaa. Besok dipesta orangtua ku, aku ingin kau memakai gaun pemberianku"
"Baiklah. Aku akan mencoba yang ini"
Ra In masuk kedalam ruang ganti. Sedangkan Jungkook memilih-milih gaun lain, siapa tahu yang dicoba Ra In kurang bagus.
"Kookki bagaimana?" tanya Ra In yang sudah ada dihadapan Jungkook. Tangan Jungkook yang semula sibuk kini kembali ketempat. Jungkook tidak bergeming, matanya seakan tidak mau berkedip melihat penampilan Ra In. Gadis itu sangat cantik dan anggun memakai gaun pilihannya.
"Kookki..."
Jungkook mengerjap kemudian ia tersenyum dan mengacak rambut Ra In.
"Sempurna. Itu saja"
Untuk kedua kalinya Jungkook kembali menggenggam tangan Ra In. Kali ini lebih erat. Jungkook sangat senang akhirnya bisa menjadi bagian dari gadis itu. Menjadi pacarnya?
Ra In merasakan bahwa Jungkook begitu bahagia hari ini. Meskipun ia sudah sering menyusahkannya--mengingat bagaimana reaksi Jungkook saat di taman bermain--ini dan itu tetap saja wajah Jungkook terlihat bahagia.
Tapi apa Ra In salah. Kalau dia masih saja memikirkan Jimin. Ia bahkan teringat apakah nanti Jimin akan datang juga di pesta Orangtua Jungkook. Kalau iya, bagaimana Jimin nanti menganggap bahwa dirinya sudah tidak lagi menyukai Jimin.
"Jungkook..."
"Hmm"
"Di pesta besok siapa saja temanmu yang akan datang?"
"Semua temanku datang"
Ra In menegang ditempatnya. Jimin juga datang kesana? Bagaimana kalau nanti Jungkook mengumumkan status mereka.
"Hei kau kenapa?"
"Tidak. Aku tidak apa-apa. Jam berapa sekarang?"
Jungkook melirik jam tangannya saat sampai didepan mobil.
"Delapan"
Tidak terasa dunia sudah malam saja. Jungkook melepas pegangan tangannya dari Ra In lalu membukakan pintu mobil untuk gadisnya.
Sesampainya dirumah, Ra In segera turun dan diikuti oleh Jungkook.
"Aku masuk ya?"
"Iyaa--"
Ra In berbalik dan melangkahkan kakinya. Tapi, baru sampai depan pintu, Jungkook berlari kearahnya membuat Ra In menatapnya kembali.
"Kenapa?" tanya gadis itu yang masih memeluk bonekanya. Pandangan Jungkook jatuh pada boneka tersebut. Ia tersenyum mendapati pemberiannya kini berada didekapan Ra In.
"Kau tidak ingin mengatakan apapun pada pacarmu?"
Ra In memutar bola matanya. Ia tidak tahu harus mengatakan apa. Jungkook masih menunggu hingga Ra In mengucapkan sesuatu.
"Hati-hati di jalan"
"Yakh! Rumahku kan hanya beberapa meter saja"
"Lalu apa?" Ra In bingung. Perasaan dirinya tidak salah. Dimana-mana kalau ucapan berpisah pasti seperti itu.
"Ucapkan yang lain"
"Selamat malam, Kookki. Nice dream?"
Pipi Jungkook tiba-tiba memanas. Ia merasakan jantungnya berpacu lebih cepat sekarang ini.
"Nice dream too, sendok itali"
...
Jimin meninggalkan ruang rawatnya setelah J-Hope pulang. Ayahnya sedang pulang ke rumah untuk mengurus pekerjaannya. Disinilah Jimin berada, di atap rumah sakit. Ia hanya memakai pakaian pasien nya tanpa dilapisi dengan mantel. Jimin bahkan ingin merasakan kulitnya diterpa hawa dingin katanya sudah terlalu lama ia tidur dan tidak merasakan apapun.
Ting...Ting...
Jimin merogoh saku bajunya dan mengangkat panggilan ponselnya.
"Oh, Suga"
"Wow daebak, J-Hope bilang kau sudah pulang dari luar negeri?"
Jimin tertawa sekilas mengingat perjanjian yang dikatakan J-Hope untuk berbohong soal pergi ke luar negeri.
"Hmm. Ada apa menelfon?"
"Sudah lama sekali, hampir satu bulan kau tidak menghubungiku. Kalau kau disini akan ku hajar kau"
"Kau ini--"
"Jimin. Besok kau datang kan ke pesta Jungkook. Jemput aku, mobilku rusak lagi"
"Kenapa tidak minta Jungkook. Pestanya di hotel kan?"
"Hei...kau belum tahu? Jungkook pergi dengan pacarnya"
"Pacar? siapa?"
"Nam Ra In. Siapa lagi, baru hari ini mereka jadian"
Jimin terlonjak mendengar kabar Suga. Ra In sudah menerima Jungkook menjadi pacarnya. Kenapa Jimin merasakan sakit tepat dihatinya. Bukankah Jimin sendiri yang menginginkan Ra In menerima Jungkook?
Jimin berdeham mencoba menghalau rasa sakit hatinya.
"Jimin.."
"Hmm"
"Jemput aku ya?"
"Baiklah"
Tut.
Jimin kembali menyimpan ponsel disaku nya. Ia menghembuskan nafas kemudian membuangnya. Berulang kali mencoba agar perasaannya baik-baik saja. Jimin tidak tahu akan sesakit ini membiarkan Ra In menerima perasaan Jungkook. Seharusnya Jimin bahagia sekarang keinginannya terkabul. Meski berkali-kali Ra In mendekatinya bahkan terang-terangan menyatakan perasaannya. Kalau Jimin tahu akan seperti ini sakitnya. Saat itu juga Jimin akan membalas perasaan Ra In.
Selama koma Jimin tidak tahu apa-apa. Jimin tidak tahu seberapa berat gadis itu melupakannya. Menurut Jimin, Ra In sudah bahagia bersama Jungkook.
Tidak ada sesuatu yang harus diminta lebih dari sebuah waktu yang lebih dari seseorang yang berpenyakitan. Jimin sadar ia seharusnya melupakan semuanya.
"Ekhem..."
"Sendirian?"
Jimin mendongak saat melihat ada sepasang kaki berada didepannya. Ia melihat orang itu tersenyum seraya menyelipkan kedua tangannya pada kantung jas sneli nya.
"Uh...disini dingin" seru pria itu mengambil duduk disamping Jimin sambil mengeratkan jasnya.
"Kau tidak kedinginan Jimin?"
Jimin tersentak saat namanya disebut. Dokter ini tahu namanya dari mana. Perasaan di rumah sakit ini Jimin hanya mengenal Donter Indri.
"Kau tau namaku, Dokter?" heran Jimin.
"Oh..iya kita belum berkenalan. Namaku Kang Daniel, panggil saja Dokter Niel. Aku dokter spesialis jantung. Dokter Indri memerlukan bantuanku, waktu kau koma aku sering mengajakmu mengobrol"
"Sayangnya pasti kau tidak ingat, Iya kan?"
Dokter Niel tertawa dan Jimin hanya menanggapinya dengan senyuman. Jimin...Jimin, pada orang yang baru dikenal selalu banyak diam.
"Kau mau mendengar rahasia ku?"
Jimin hanya menoleh dan menatap wajah Dokter Niel.
"Ck.ck...kau tidak suka bicara ya?"
"Aku lebih suka mendengarkan, cerita saja jika Dokter mau"
"Baiklah, tapi kau harus menjawab teka-teki ku dulu"
Jimin mengangguk lagi sebagai tanda setuju.
"Jika kau hidup kembali kau ingin dirimu seperti apa?"
Jimin menghirup oksigen sejenak kemudian mulai menjawab.
"Aku ingin lahir dari Orangtua yang sama. Tapi, Biarkan ibuku hidup lama bersama ayahku"
"Kau tidak ingin meminta dirimu sehat?"
"Kalau aku sehat aku tidak pernah bisa bertemu dengan mu, Dok"
Dokter Niel tertawa sangat lucu. Matanya hilang kalau seperti itu. Jimin ikut tersenyum saja terbawa suasana.
"Apa rahasia anda, Dok?"
Dokter Niel berdiri dan kembali memasukkan kedua telapak tangannya pada kantung jasnya.
"Aku bisa membaca pikiran seseorang"
Jimin tidak percaya itu. Dokter didepannya sangat lucu, mungkin hanya mencoba melawak lagi. Jadi, dengan wajah pucatnya Jimin ikut berdiri dan menatap Dokter Niel seolah-olah mereka seumuran.
"Aku tahu...Kau sedang patah hati karena gadis yang kau sukai jadian dengan sahabatmu"
Jimin membelalakkan matanya menatap tidak percaya dengan apa yang dikatakan orang didepannya ini. Semuanya benar, tidak ada yang salah.
"Aku benar kan? yuhuu...Kang Daniel kau sangat mengagumkan"
"Aku benar kan?"
Jimin malu sekali pada Dokter Niel. Ia pun berlalu menghindari Dokter tampan tersebut.
"Hei...kau Jimin"
"Park Jimin, katakan aku benar kan?"
Tbc
οΏΌ
Yuhuuu.....
Kenapa aku pakai nama Kang Daniel dan jadiin dia salah satu cast disini, Karena dia bias aku guyss...my gummy unchhh...unchhh ππ
οΏΌ
Ekspresi liat Ra In jadian sama Jungkook ππ wkwkwk....ππ
@yurriansan Iyaa ya, hahaπ. Soalnya aku mikirnya kata-kata yg itu kayanya sering deh didenger, wkwkw. But, thanks masukannya. π
Comment on chapter Dia-ku