Awassss Typooo ๐ Voment yaa..
"Jimin-ah..."
"Jimin...anakku"
"Ini eomma, nak"
Angin lembut baru saja menerbangkan rambut Jimin. Pertama kali yang dilihat saat membuka mata adalah wajah cantik seorang Perempuan.
Jimin tersenyum dan segera bangkit lalu mencium punggung tangan ibunya yang tadi membelai pipi Jimin.
Mata Jimin takjub melihat Sekelilingnya. Tempat itu begitu teduh dan sejuk. Tidak dingin ataupun panas. Banyak bunga-bunga menghiasi penglihatannya. Pohon-pohon besar yang lebat dan hijau. Ada banyak kupu-kupu menari-nari diatas.
"Apa disini masih terasa sakit?" perempuan itu menyentuh dada putranya.
"Maafkan Eomma sayang..." wanita itu menunduk, menyembunyikan air matanya yang luruh. Namun, Jimin mengetahui hal itu. Ia meraih tangan ibunya dan mengelusnya perlahan.
"Eomma..."
"Hmm"
"Eomma sangat cantik memakai gaun putih ini"
"Kau juga tampan sekali putraku, lihat kita sama-sama mengenakan pakaian putih nak"
Yuri. Nama perempuan itu adalah Yuri. Ia mengajak Jimin berkeliling tempat dengan menggenggam erat tangan putranya.
"Eomma kita akan kemana?" tanya Jimin saat sampai didepan sebuah pintu.
"Jimin mau ikut dengan Eomma?"
"Iyaa. Disini menyenangkan. Hanya ada kita berdua dan Aku tidak merasakan sakit. Lihatlah eomma...bahkan aku memiliki rambut"
Yuri terkekeh mendengar penjelasan polos putranya. Tangan kanannya mengelus puncak kepala Jimin. Putranya itu sangat tinggi darinya membuat Yuri susah mencapainya.
"Jimin !" sebuah suara datang entah dari mana membuat Jimin mencari asalnya. Ia memandangi ibunya seolah meminta kejelasan.
"Itu suara Appa. Tapi dimana Appa?" tanya Jimin.
"Dia ada disana" tunjuk Yuri pada sebuah pintu jauh didepan mereka.
"Jimin ingin bertemu Appa? Buka pintu itu sayang. Disana ada Appa"
"Apa eomma tidak merindukan Appa? ayoo kita temui appa sama-sama"
"Eomma harus pulang" Yuri meraih tangan Jimin yang halus dan mengelusnya. Ia sangat rindu pada putrany, takdir memisahkannya dengan Jimin begitu cepat. Sekarang biar Jimin ikut dengannya.
"Jimin!" suara ayahnya kembali terdengar. Suara itu sangat aneh, seolah ada isakan kecil didalamnya. Jimin sangat tidak kuasa pada suara menyedihkan ayahnya.
"Eomma, ayo kita pergi ke rumah eomma. Aku panggil Appa dulu ya" Jimin berlari menghampiri pintu yang ditunjuk Yuri akan ada Ayahnya disana.
Jimin membuka pintu tersebut, disana tidak terlihat apapun hanya sebuah cahaya putih yang memancar. Saat Jimin menengok untuk bertanya pada ibunya, perempuan itu sudah tidak ada lagi disana.
Detik berikutnya Jimin malah menutup pintu itu kembali dan terduduk didepannya sambil terisak.
"Eomma..."
...
Bip
Bip
Bip
Tuan Park benci lagi-lagi yang masuk ketelinganya pertama kali saat masuk ke ruang rawat Jimin adalah suara alat sialan itu. Elektrokardiograf.
"Jimin mau sampai kapan kau tidur?"
"Ayo bangun, nak"
"Lihatlah bahkan ada J-Hope disini menemanimu. Dia selalu datang kesini dan menunggumu bangun. Kau tidak kasihan padanya?"
Mirisnya kalimat-kalimat tuan Park tidak digubris oleh anaknya sendiri. Jimin hanya bernafas dan tertidur.
Ayah Jimin beranjak dan berniat pergi meninggalkan ruang rawat Jimin. Ia sudah tidak sanggup membendung air matanya lagi. Ia harus keluar dan menumpahkannya ditempat lain.
Kini ruang rawat Jimin hanya ada J-Hope. Beberapa menit setelah membiarkan suasana hening. J-Hope mendekati Jimin dan memegang tangannya lalu berpura-pura mereka seolah-olah sedang ber-high Five. J-Hope terkekeh melihat kelakuan aneh nya. Ia rindu melakukan hal itu dengan Jimin.
"Apa kabar Jimin?"
"Andai kau tidak tidur pasti kau sedih melihat ayahmu. Lihatlah Park ahjussi tadi begitu berkaca-kaca"
"Bangun, dasar bocah nakal. Tidak di sekolah, tidak di rumah sakit sama saja"
"Hari ini aku tidak bolos kelas. Aku bisa ikut kelompok Jaehyun, anak rajin itu. Kau katanya akan menraktirku kalo aku bisa satu kelompok dengan nya. Mana?"
Ting..Ting!
J-Hope merogoh ponselnya disaku jas sekolah. Ada panggilan masuk dari ibunya. Dia segera menggeser tombol hijau dan terdengar suara ibunya.
"Oh. Eomma"
"J-Hope masih dirumah sakit nak?"
"Iyaa. Mian Eomma aku masih ingin disini menemani Jimin. Tidak apa-apa kan? nanti aku pulang jam sembilan"
"Iya nak tidak apa-apa. Tapi, disini ada temanmu. Suga dan Jungkook ada disini. Eomma harus bilang apa?"
"Aku pulang Eomma. Bilang aku sedang di rumah Jaehyun"
Tut.
J-Hope memutuskan panggilan secara sepihak. Ibunya pasti bingung akan menjelaskan apa didepan Suga dan Jungkook. Setelah beberapa hari terlihat murung seorang diri,
J-Hope akhirnya bercerita tentang keadaan Jimin pada ibunya. Ia merasa lega karena ibunya sangat perhatian. Ia bahkan memperbolehkan J-Hope mengunjungi Jimin sering-sering.
Kalimat yang selalu J-Hope ingat dan menjadi makin sayang pada ibunya adalah ketika kemarin malam ia baru pulang dari rumah sakit sehabis mengunjungi Jimin.
"Jadilah teman yang selalu mengerti Jimin. Sekarang pasti Jimin bahagia kau memperhatikannya seperti ini"
"Kau harus tau meskipun Jimin tidak mengatakannya, nak"
Belum sampai diruang tamu, suara gelak tawa Suga dan Jungkook sudah bisa terdengar oleh J-Hope. Dia menghela nafas seraya melangkah perlahan mendekati mereka dan memilih duduk disofa yang menghadap Jungkook.
"Sudah lama?" tanya J-Hope mengawali pembicaraan.
"Hei..kau mencoba jadi anak rajin ya. Sejak kapan suka rumah Jaehyun?ish...kau ini. Apa di rumahku sudah bosan?"
"Tidak, Ga. Mungkin J-Hope suka adiknya Jaehyun"
J-Hope terkekeh. Bagaimana ia bisa suka kalau bertemu saja belum pernah. Hanya mendengar kabar saja kalau Jaehyun punya adik yang cantik.
"Benar. Gadis itu cantik sekali"
Jungkook menepuk pundak
J-Hope, wajahnya terlihat lebih serius dari sebelumnya. J-Hope menepis pegangan Jungkook dan menaikkan alisnya tidak mengerti.
"Kau...sedang ada masalah kan?"
Jungkook benar. J-Hope sedang banyak masalah. Bukan hanya dirinya. Andaikan Jungkook tahu dia juga akan menjadi pemilik masalah ini. Penyakit Jimin adalah masalah juga bagi teman-temannya.
"Eopseo. Masalah ku hanya Eomma. Sekarang ibuku mengancam akan menyita motor kesayangan ku"
"Lihat, Kook. Lihat dia...hmm sejak kapan hanya memendam masalah sendiri?" Suga emosi dengan hal-hal begini. Kalau saja tidak mengingat ini rumah J-Hope sudah pasti Suga akan memukul J-Hope. Suga dengan emosinya tidak akan bersahabat.
"J-Hope..." panggil Jungkook.
"Hmm"
"Jimin tidak masuk sekolah lagi kan?"
J-Hope gelagapan mencari jawaban. Setelah mengangguk agar J-Hope memutar otak mencoba menutupi hal sebenarnya.
"Kemana dia?" tanya Suga.
Dia koma dan entah kapan akan terbangun.
"Jimin keluar negeri mengunjungi keluarganya"
"Jimin punya keluarga di luar negeri?" sahut Jungkook dan Suga bersamaan.
J-Hope salah alasan. Mampus !
...
"Ra In-ah Sarapannya dimakan dulu"
"Tidak usah Eomma, aku sudah terlambat"
"Bagaimana nanti kau akan konsen mengerjakan soal jika perutmu kosong, Ra In"
"Tidak akan eomma...aku bawa roti. Tenang saja"
Ra In menuruni tangga dengan tangan yang sibuk memasang dasinya. Ia bahkan masih menenteng jas sekolahnya. Ra In belajar sangat keras untuk OSN nya. Ini impiannya sejak lama ingin sekali bisa mewakili sekolah.
Selama tiga hari ini Ra In benar-benar melupakan hal-hal disekitarnya. Suara Menyedihkan dari Jimin sudah tidak terdengar lagi. Selama tiga hari ini dia juga jarang melihat Jimin. Ra In sudah tidak perduli lagi.
"Ayo masuk, kau harus disekolah sebelum jam setengah tujuh"
"Terima kasih Kookki kau sangat tepat waktu"
Tentang jawaban dari pernyataan perasaan Jungkook Ra In masih belum menjawabnya. Ia meminta agar Jungkook tidak membahasnya selama tiga hari ini. Jadi jika selama tiga hari ini gadis itu benar-benar sibuk. Super sibuk.
"Nam Ra In, ayoo...bis nya sudah akan berangkat"
"Apa hanya..a..aku yang terlambat?"
Minhyun menggeleng dan detik berikutnya jawaban Ra In datang. Terlihat Nayeon tengah berlari setelah turun dari mobil Jin. Ra In hanya bisa menatap iba gadis cantik bernama Nayeon itu. Bagaimana seorang Nayeon yang pintar bisa luluh oleh Jin cowok playboy itu.
"Aku terlambat kah?"
Minhyun menggeleng lagi lalu memberikan kedua gadis didepannya minuman. Hanya air mineral sih, katanya supaya mereka konsen. Benar-benar tutor yang baik.
"Minhyun Sunbae tidak ikut?" tanya Nayeon.
"Tidak. Aku sekolah hari ini. Ayoo Ra In, Nayeon. Cepat masuk ke bis"
"Fighting !"
Minhyun masih berdiri menunggu hingga bis itu pergi. Gugup sekali rasanya hari ini. Selama beberapa hari dipercaya menjadi tutor Ra In, Minhyun sangat berharap ia berhasil.
...
"Kenapa kau cemas sekali, Kookki?" tanya Jin dengan nada dibuat-buat.
"Heii tenang saja. Ibu Rapmon tidak akan datang tiba-tiba. Kan hanya jumat biasa. Bukan kliwon" sahut Suga.
Rapmon melempar Suga dengan bola basket yang sedang dimainkannya.
"Emangnya Ibu ku Setan. Kau Setan Suga" untung saja Rapmon cekatan kalau tidak kepalanya sudah pasti bakal jadi korban.
"Sini kau" Suga berdiri mengejar Rapmon yang sudah berlari mengelilingi lapangan basket.
Keenam remaja lelaki itu tengah duduk-duduk ditengah lapangan basket. Tadinya mereka berniat bermain. Bolos kali ini katanya bosan kalau dihabiskan di Rooftop lagipula berdasarkan pemikiran cerdas V, kalau mereka menghabiskan jam pertama di lapangan basket otomatis jam Keduanya bisa ke kantin. Dan jam istirahat mereka bisa kembali ke Rooftop. Benar-benar Cerdas.
"Aku gugup sekali. Sendok italiku...ku harap kau berhasil" gumam Jungkook.
"Pasti, Kook. Ra In adalah gadis pintar" seru J-Hope. Ngomong-ngomong tentang J-Hope setelah Jungkook dan Suga mendatanginya malam itu, Ia jadi kembali ke rutinitas awal. Suka bolos. Tapi, malamnya J-Hope tetap suka mengunjungi Jimin. Sahabatnya itu sudah satu minggu lebih belum juga bangun.
"Nayeon-ku juga. Semoga dia berhasil" ujar Jin sembari mengetik ponsel. Taehyung yang penasaran malah membaca isi ponsel Jin.
"Ish...si om Jin. Udah dapet Nayeon tapi Chat-an sama yang lain. Bege bener"
"Dasarnya Playboy, nyet" timpal Jungkook.
Tiba-tiba bola basket yang tadi dijadikan senjata Suga untuk membalas Rapmon tanpa aba-aba malah mengenai kepala Jungkook.
"Sorry, Kookki"
Tiga detik selanjutnya Jungkook pingsan.
"Jungkook"
...
Tuan Park segera meninggalkan kantornya setelah selesai rapat. Untungnya asistennya sangat baik hati mau menangani semua kerjaan Tuan Park.
Tiga puluh menit yang lalu ia mendapat pesan dari dokter Indri kalau Jimin ada perkembangan. Ia begitu senang luar biasa.
Begitu mobilnya dapat tempat parkir, Tuan Park segera turun dan naik ke lantai empat tempat ruang rawat Jimin berada. Saat membuka pintu kamar tersebut hal yang dilihat masih pemandangan yang sama. Putranya itu masih tertidur.
"Jimin..." lirih Lelaki paruh baya itu.
"Tuan Park---" lelaki itu menoleh dan mendapati Dokter yang menangani putranya sudah berada di depan nya.
"Saat saya mengirim pesan pada Anda, Jimin sadar dan mengucapkan kata 'Eomma' lalu dia pingsan kembali"
"Benarkah, dok?"
Dokter mengangguk kemudian mengecek keadaan Jimin. Ini aneh menurutnya. Kenapa Jimin seolah tidak mau bangun.
"Jimin seperti tidak mau bangun, pak"
"Jimin-ku...Jimin nya Appa harus bangun. Appa sudah disini, nak." Ayah Jimin mengelus kepala putranya yang mulai ditumbuhi anak rambut kembali.
"Maaf pak, jika saya boleh tahu dimana ibu Jimin?"
"Istriku juga meninggal karena kanker hati"
"Maaf, Tuan. Saya tidak bermaksud--"
"Tidak apa-apa, Dokter"
"Mungkin Jimin merindukan ibunya. Sampai-sampai saat bangun dari koma kata pertamanya adalah 'Eomma' "
Tuan Park tertegun mendengarnya. Mungkin Jimin bermimpi bertemu Yuri--pikir Tuan Park. Sekuat tenaga ayah Jimin menepis kenyataan itu.
Biarkan Jimin bersamaku lebih lama Yuri-ah....
...
"Besok Bibi harus pakai gaun yang cantik. Okee?"
"Pasti Kookki. Hehehe..."
"Ra In....lama ya, Bi?"
"Katanya Ra In akan pulang agak malam, sembari nunggu Pengumuman katanya selesai berlomba mereka juga makan-makan ditraktir kepala sekolah"
"Oh...Begitu ya..."
Ibu Ra In mengambil remot TV lalu menekannya. Ia berusaha membuat Jungkook tidak bosan main ke rumah. Tapi, sejujurnya Jungkook hanya tidak bosan kalau bertemu Ra In. Sesuai tujuannya, selain memberikan undangan Jungkook juga ingin bertemu dengan Ra In.
Calon pacar ku ....--Batin Jungkook.
"Eh....ada Kookki?" tiba-tiba datang Ayah Ra In dan langsung duduk disebelah Jungkook.
"Nah, sekarang sudah ada paman. Kalo begitu bibi ke dapur dulu ya Kookki, cucian piring menumpuk. Hehe..." setelah Jungkook mengangguk, ibu Ra In pun segera berlalu menyisakan Jungkook dengan suaminya.
Sudah dipastikan hanya dalam hitungan beberapa detik saja, bahkan Jungkook menghitungnya dengan menampilkan wajah manisnya.
1...
2...
3...
4...
"Kookki udah makan, nak?"
"Gimana...gimana disekolah, masih suka bolos, hmm? kalo ibumu memarahimu kau bilang saja pada paman"
"Katanya lagi pengen banget beli motor?"
Bisa aja deh ayah Ra In ini. Ayah kedua Jungkook memang sangat perhatian padanya. Sungguh takdir yang tertukar. Disaat kedua Orangtua Jungkook akan memarahinya ketika bolos, kedua Orangtua Ra In malah membiarkannya.
Keadaan yang begitu prihatin.
"Beli motor? tadinya sih iyaa paman. Aku suka setiap kali Taehyung mengendarainya di sekolah. Keren" antusias Jungkook menceritakan hal itu membuat Ayah Ra In gemas. Dari dulu lelaki paruh baya itu memang sangat ingin memiliki seorang anak laki-laki.
"Paman jangan berfikir aku meminta motor padamu. Aku hanya menceritakan nya saja. Jangan bilang Appa, paman"
"Hahah...tentu saja tidak. Kalau kau memintanya saja paman akan berikan"
"Wah...Aku ingin menjadi anakmu saja" kekeh Jungkook. Jika saja otak kriminal Jungkook bisa dilancarkan pada paman kesayangannya itu. Pasti Jungkook akan jadi pemuda kaya dalam sekejap.
Andaikan Ayahnya yang bersikap begitu.
Ponsel Jungkook terus bergetar, tapi saat melihatnya hanya pesan masuk dari teman-temannya yang sangat tidak penting itu. Sebenarnya Jungkook bosan menunggu Ra In, makanya ia melihat-lihat ponselnya. Acara TV juga tidak biasa ia tonton.
Masih pukul 19.00 KST. Kalau diperhatikan pasti masih lama.
Sewaktu men-scrol chat-an dari teman-temannya yang memang tidak penting Jungkook melihat kontak Jimin disana. Hanya dengan Jimin saja yang menampilkan beberapa pesan.
"Jimin benar-benar melupakan ku. Apa dia seperti ini juga pada yang lain? ish..." rutuk Jungkook pelan-pelan karena ada ayah Ra In disebelahnya tengah menonton drama.
"Paman, aku pamit ya. Sudah lama aku keluar rumah. Nanti Eomma mengamuk lagi. Bye paman..."
"Hati-hati anakku..."
Jungkook baru saja akan menaiki sepedanya tapi sebuah ide muncul sebelum memasukkan kembali ponselnya. Buru-buru Jungkook mencari kontak Jimin dan segera mengetik kan sesuatu untuk nya.
To : Jimin.
Dimana kau? Diluar negeri? atau luar alam? Cepat bangkit dan datang ke pesta orangtua ku lusa...
Send.
...
Jimin menangis didepan sebuah pintu. Ia baru saja tadi bertemu dengan ibunya tapi dimana sekarang perempuan itu?
Jimin memang suka tempat menenangkan ini. Tapi, ia takut sendirian
"Jimin..."
Jimin menolehkan kepalanya ke semua penjuru tempat disini. Tapi ia tidak menemukan siapapun. Kemudian ia menatap pintu yang ditunjuk ibunya. Perlahan-lahan Jimin mulai membukanya.
Karena cahaya yang begitu terang Jimin hanya bisa melihat seorang gadis tengah melambai-lambaikan tangannya.
"Jimin..."
"Jimin kau disana?"
"Jimin...apa itu kau?"
"Tapi, kenapa Jimin ada disini?"
Mata Jimin mengerjap dengan keningnya yang sudah mengkerut tanda ia bingung. Tiba-tiba tanpa ia sadari cahaya dibalik pintu itu sedikit-sedikit mulai meredup.
Tapi Jimin hanya melihat punggung seorang gadis. Dan gadis itu lah yang membuat Jimin tersenyum kembali.
"Ra In-ah...."
TBC
Yeayy...udah jauh ya cerita ini. Oh, iya sekedar info buat yg bingung, misal ada bagian yang dicetak miring disini, berarti itu alam bawah sadar Jimin.Ya.
Tebak apakah di chapter selanjutnya Jimin sadar??
๐โบ
@yurriansan Iyaa ya, haha๐. Soalnya aku mikirnya kata-kata yg itu kayanya sering deh didenger, wkwkw. But, thanks masukannya. ๐
Comment on chapter Dia-ku