"Aku... tidak menyukai Jungkook eotteohge?"
Menatap mata Jimin sangat meneduhkan. Ra In rela berlama-lama berdiri meski didepan toilet sekalipun.
"Karena aku sudah menyukaimu" entah dapat keberanian dari mana gadis itu mengatakan isi hatinya.
Jantung Jimin berdegup kencang. Bisa kah ia melupakan Ra In jika kenyataannya gadis itu juga menyukainya.
Aku juga menyukaimu Ra In-ah
"Tapi aku tidak suka gadis sepertimu. Permisi" Jimin berlalu begitu saja dari hadapan Ra In. Sepertinya Jimin memang harus menentang kata hatinya. Mendengar Ra In menyukainya saja dia sudah cukup bahagia. Bagi seseorang yang waktunya tinggal sedikit, itu lebih dari cukup.
"Gwenchana Ra In, gwenchana" gadis itu menguatkan hatinya sendiri. Tapi, matanya sudah berkaca-kaca. Ia pun masuk ke dalam kamar mandi dan membasuh wajahnya disana.
...
Pulang sekolah Jimin melihat Ra In, gadis yang beberapa jam yang Lalu menyatakan perasaannya. Apa Jimin begitu sombong harus mengabaikannya? haruskah ia berlari sekarang dan memeluknya?
Gadis itu berjalan sendirian keluar dari gedung sekolah. Sementara itu tanpa gadis itu tahu, Jimin mengikutinya dari jarak yang sedikit jauh.
Hari ini teman-temannya sudah pulang duluan karena Jungkook sedang tidak mood. Katanya galau karena digantung. Syukuri saja, Jimin jadi bisa mengawal Ra In pulang.
Ra In berhenti di sebuah halte. Gadis itu tengah berdiri menunggu bis datang. Wajahnya begitu berseri-seri. Apa gadis itu lupa telah membuat Jungkook merana atau membuat Jimin dilema?
Beberapa menit kemudian bis pun berhenti didepan Ra In. Gadis itu segera menghilang bersama bis tersebut dari hadapan Jimin. Seulas senyum menghias wajah Jimin. Hari ini Jimin begitu bersyukur masih bisa mendengar Ra In berkata ia menyukainya.
Tiba-tiba tanpa namja itu sadari, sebuah cairan merah pekat mengalir dari hidungnya. Segera ia mengusap dan melihatnya. Jimin tersenyum saja. Sungguh hari ini penyakit saja tidak bisa membuat senyumnya pudar.
...
"Buka saja pintunya Kookki. Kau tega membuat gadis cantik se-korea ini menunggu?"
"Aku harus bilang apa pada eomma kalo kau tidak menerima kue bikinannya"
Jungkook menatap nanar pintu kamarnya. Haruskah ia melihat wajah Ra In saat ini. Bagaimana rasa malunya hilang? Apa gadis itu sama sekali sudah melupakan perasaan Jungkook.
"Aku...senang kau menyukaiku" akhirnya gadis itu harus mengeluarkan kegugupannya. Apa hanya Jungkook yang merasa canggung?
Aku menyukai temanmu Kookki mianhee...---Batin Ra In.
Sebuah air mata mengalir tanpa disadari di pipi Ra In. Segera saja gadis itu usap. Karena Jungkook akhirnya membuka pintu kamarnya. Seperti biasa Jungkook melihat Ra In membawa kue dan masih mengenakan pakaian sekolah.
Gadis itu tersenyum begitu manis. Apa Jungkook harus tersenyum juga. Sepertinya tidak bisa.
"Kue resep baru dari eomma." kata Ra In. Jungkook pun mengangguk.
"Sudah?" tanya Jungkook. Ra In meringis. Gadis itu menggigit bibir bawahnya dan tersenyum canggung pada sahabatnya itu.
"Mwo?"
"Kau tidak lupa soal di rooftop sekolah kan?" Jungkook melempar kode pada Ra In. Gadis itu tidak lupa dan tidak mau membahasnya juga. Apa Jungkook tidak mengerti juga.
"Aku..." ini bagaimana cara Ra In membuat Jungkook tidak tersinggung. Masa Ra In harus mengaku bahwa ia sukanya sama Jimin sih. Benar-benar penolakan yang kasar.
"Aku tidak tau"
Jungkook sudah mengira itu. Ra In sepertinya hanya menganggap dirinya sahabat.
"Kau tidak menyukaiku ya?"
"Anni. Bukan begitu maksudku" Ra In sangat bingung sekali. Saking gugupnya ia sampai meremas-remas ujung jas sekolahnya.
"Berikan aku jawaban Ra In. Agar aku tidak bingung"
"Berikan aku waktu Kookki" Ra In segera beranjak meninggalkan kamar Jungkook.
...
Seperti biasa pagi ini juga Ra In dan Jungkook berangkat bersama. Tepat waktu sekali Jungkook sampai dirumah Ra In. Begitu juga dengan gadis itu yang langsung berada didepan rumah saat Jungkook datang menjemputnya.
Suasana didalam mobil begitu canggung. Tidak ada satupun yang berniat memulai percakapan. Jungkook hanya fokus menyetir. Sementara Ra In hanya sibuk melihat pemandangan diluar.
Tangan Ra In berpindah menekan tombol radio didasbor mobil. Guna menghilangkan kecanggungan yang tercipta.
Sebuah lagu 'Say Yes-Twice' mengisi udara.
Would you be my love?
Say yeah
Say yes
Wae jakku meori sok hangadeuk
Neoreo chaeweojeo ihaega gajil ana.wae hapirimyeon neoya
Ini kenapa jadi malah makin canggung? Ataukah perasaan Ra In saja yang salah. Lirik lagu tersebut kenapa bertema cinta seperti itu. Ra In kembali menekan tombol next di radio mencoba mencari siaran lain.
"Selamat pagi pada semua pendengar di seluruh negeri ini. Kemarin saya mendengar cerita dua remaja yang baru saja menyatakan perasaan mereka masing-masing. Sekarang kita telah terhubung deng...."
Klik!
Ra In meneguk ludahnya susah payah. Kebetulan sekali semua channel radio mengarah tentang cinta. Wah...sulit dimengerti.
Sekarang sebuah lagu dari Marshmello & Anne-Marie berjudul Friends mengalun manja. OMG! Lagu ini juga sangat bermasalah diputar saat ini.
You say you love me. I say you crazy. We're nothing more than friends. You're not my lover, more like a brother.
I known you since we were like ten.yeah....
Klik!
Sepertinya Ra In sudah putus asa memilih channel radio. Biarlah saja hening juga, Ah...kenapa ia harus sedrama ini sih?
Begitu sampai di sekolah Jungkook dan Ra In berjalan beriringan masuk kedalam kelas.
"Sudah sarapan?" Ra In terkejut mendengar pertanyaan Jungkook yang begitu tiba-tiba dan sangat tidak biasa itu.
"Sudah" jawabnya singkat.
"Dasimu tidak ketinggalan?"
"Tidak"
"Kuenya enak kemarin"
"Oh...syukurlah" Ra In menghadap Jungkook lalu tersenyum.
"Aku...harus memastikan sesuatu Kookki, nanti akan kuberitahu. Duluan ya..Bye"
Jungkook lagi-lagi tidak bisa melawan perkataan Ra In. Ia sedikit menyesal membuat persahabatan nya seperti ini sekarang.
"Kookki" Jungkook menoleh melihat Jimin menghampirinya.
"Eottoeh? Ra In menjawabmu?"
Jungkook menghembuskan nafas kasar. Kesal ditanya seperti itu terus.
"Dia bilang mau memastikan sesuatu dulu. Baru akan memberitahuku. Aku menyesal menyatakan cinta"
Jimin menepuk bahu sahabatnya. Jimin sangat tahu apa yang dirasakan Jungkook. Dirinya juga bingung harus bagaimana. Tapi, sekelebat bayangan ketika Ra In mengatakan menyukai Jimin membuat Jimin berencana membuat Ra In menerima cinta Jungkook.
"Hei..ayolah! Wanita butuh pikir-pikir. Biasa broo...tenang aja. Ne " Jimin tersenyum menyalurkan energi positif pada Jungkook.
...
"Kau kenapa malah melamun?bukannya mau membaca buku?"
Akhir-akhir ini Ra In terlihat aneh dimata sahabatnya, Min Rae. Gadis itu jadi suka melamun dan tidak fokus. Kadang suka mengabaikan pertanyaan Min Rae.
"Aku tidak tahu" Min Rae berdecak kesal. Ditanya kenapa malah jawab tidak tahu.
"Kalau ada masalah ceritakan padaku. Katanya kita sahabat"
Min Rae menutup novel yang ia pilih dari perpustakaan dan memilih memperhatikan wajah muram Ra In. Mereka sedang berada didalam kelas. Sejak pelajaran berlangsung Ra In sudah seperti itu. Selalu gagal fokus. Diajak diskusi saat pelajaran bahasa korea malah melamun, di ajak ke kantin alasannya mau membaca buku. Eh, yang ada malah melamun juga. Untung jam pelajaran saat ini guru mereka sedang tidak masuk, jadi Ra In dan Min Rae memilih membaca buku di kelas.
"Aku ke toilet dulu" Ra In pergi begitu saja dari hadapan Min Rae.
"Yakh! Aku sendirian. Ish...disuruh cerita malah kabur. Ah..Molla molla"
...
Jimin terus meremas kemeja sekolahnya tepat didadanya yang begitu nyeri. Ia mengabaikan pelajaran Miss Cherry begitu saja. Harusnya tadi Jimin bolos saja. Ini gara-gara J-Hope terus merengek meminta Jimin masuk kelas menemaninya. J-Hope dimarahi ibunya karena jarang masuk kelas. Dampaknya harus mengalir ke Jimin. Bukan apa-apa, masalahnya kalau sakit mendadak seperti sekarang ini, Jimin jadi kewalahan.
Wajah Jimin meringis dengan peluh keringat yang mengalir dari keningnya. Saat dirasa hidungnya mulai berdarah, namja itu mengeluarkan sapu tangan dari saku jasnya dan segera menyeka hidungnya.
Tuhan....ini rasanya sakit sekali. Mata Jimin terasa panas dan air mata siap luruh kapanpun. Ia harus mencari cara agar bisa keluar dari kelas.
Jimin pun berdiri yang membuat Miss Cherry dan teman sekelasnya menatap kearahnya, termasuk J-Hope.
"Mules miss..." Jimin berlari meninggalkan kelas. Miss Cherry hanya geleng-geleng kepala saja. Memang ada-ada saja kelakuan Jimin itu. Miss Cherry sudah hafal kelakuan Jimin seaneh apapun semua cuma alasan saja. Dasarnya anak itu memang bosan mendengar penjelasannya.
Deru nafas Jimin semakin cepat. Ia susah mengambil oksigen karena nyeri di jantung dan hatinya semakin terasa. Ditambah hidungnya yang berdarah semakin membuat kepalanya pening. Ia menyentuh dinding koridor untuk berjalan agar sampai ke toilet.
Saat akan mengelap kembali hidungnya, Jimin baru sadar bahwa sapu tangannya hilang entah kemana.
Jimin tidak boleh berada di koridor lama-lama. Ia takut ada yang melihat, meskipun sekarang masih jam pelajaran tapi tak semua kelas sedang ada gurunya.
Bagaimana ia bisa berjalan cepat jika kakinya saja berat bak menyeret bongkahan besi.
"Jimin" sebuah suara membuat Jimin menoleh. Tapi, pandangannya menjadi blur dan Jimin tidak mengenali wajah itu. Hingga tiba-tiba kepalanya pening dan Jimin jatuh tak sadarkan diri.
...
"Jimin kapan kau sadar?"
"Apa kau sedang sakit?"
"Aku disini Jimin, ireona hmm? Palli"
Ra In setia menunggu Jimin bangun. Untungnya kelasnya sedang free jadi gadis itu bisa berlama-lama di UKS. Jimin terjatuh di koridor dan Ra In melihat itu segera memanggil perawat sekolah dan beberapa anggota disana untuk membawa Jimin.
"Kau tidak ke kelas?" Ra In menghadap kearah wanita yang menjabat sebagai perawat di sekolahnya itu.
"Kelasku sedang free, aku ingin disini menunggu Jimin sadar" perawat itu menatap sendu gadis dihadapannya ini. Tiba-tiba perasaan iba menelusup kedalam hatinya. Perempuan itu tahu bagaimana keadaan Jimin.
"Baiklah. Saya harus keluar, kau tunggu dia disini ya" perawat itu keluar dari UKS hendak memberitahu ayah Jimin karena penyakit anaknya kambuh lagi.
"Ne" alangkah senangnya Ra In bisa menemani Jimin di UKS. Ini pertama kalinya bagi Ra In bisa menatap wajah Jimin dari dekat dengan lama.
"Huh?" dahi Ra In berkerut saat menyadari ada yang berbeda dari Jimin.
"Sejak kapan kau botak Jimin?hahah...lucu"
Ra In menghela napas memperhatikan wajah Jimin yang begitu lesu.
"Kau mimisan ya Jimin, apa kau sangat lelah?" tangan Ra In terangkat akan membetulkan penutup kepala Jimin. Tapi, belum sampai menyentuh benda itu tiba-tiba mata Jimin terbuka. Ra In melebarkan senyumnya melihat Jimin sudah sadar.
"Kau sudah sadar. Syukurlah, aku akan memanggil perawat ya?"
"Tidak perlu" Ra In kembali duduk.
Jimin mengangkat badannya hendak duduk. Karena kesusahan, Ra In hendak membantu dengan memegang bahu Jimin. Tapi tangannya malah ditepis oleh Jimin.
"Aku bisa sendiri" Ra In sungguh kecewa. Apa Jimin benar-benar tidak menyukainya? bahkan hanya sekedar menerima bantuan darinya saja enggan. Ra In sedikit kecewa diperlakukan seperti itu oleh orang yang disukainya.
"Gwenchana?" Jimin mengangguk dengan kaki yang ia turunkan dari ranjang dan berdiri. Melihat Ra In masih berada dibelakangnya, Jimin berbalik dan menghadap gadis itu. Jadilah keduanya sekarang saling berhadapan satu sama lain.
"Wae?" tanya Ra In khawatir. Takutnya Jimin masih pusing dan mau berbaring kembali.
"Kau bolos kelas?"
"Ah...Anni, free class tidak ada guru" Jelas Ra In dan Jimin mengangguk. Ada rasa syukur dihati Jimin ternyata Ra In tidak membolos. Makanya Jimin berbalik dan bertanya seperti itu.
Jimin kembali duduk diatas ranjang UKS yang ditempatinya tadi. Tangan kanannya menepuk sebelahnya menyuruh Ra In duduk disampingnya. Gadis itu tersenyum dan langsung menempatkan diri disamping Jimin.
"Aku ingin mengatakan sesuatu. Sebentar tidak apa-apa kan?" kata Jimin.
"Katakanlah aku akan mendengarkan mu"
Jimin menarik nafasnya dalam-dalam sebelum memulai pembicaraan. Ia harus benar-benar menyiapkan hatinya.
"Terima Jungkook jadi pacarmu"
"Hah?" mulut Ra In ternganga mendengar kalimat Jimin. Pernyataan Jimin yang tiba-tiba seperti itu bagaikan dilempar bom yang mampu menggemparkan hatinya.
"Bukankah aku sudah bilang kalau aku..."
"Jungkook lebih baik. Dia sahabatmu. Tidak mungkin mengecewakanmu"
"Mwo?"
Jimin melompat dan menghadap Ra In yang masih duduk diatas ranjang UKS. Mata Ra In tiba-tiba terasa amat perih. Ia tidak sanggup meneruskannya. Susah payah gadis itu mengulur waktu agar tidak menyakiti Jungkook. Dengan mudahnya Jimin malah menyuruhnya menerima Jungkook bahkan setelah Jimin tahu kalau Ra In hanya menyukainya.
"Sudah dengar kan waktu it, A
Aku menyukaimu Jimin-ah"
Hati Jimin bergemuruh bukan karena kanker yang bersarang disana. Itu semua karena ia harus membohongi perasaannya sendiri. Dalam pikirannya hanya satu, membuat sahabatnya bahagia. Sebelum ia pergi.
"Sudah dengar juga kan aku tidak suka gadis seperti mu, jadi.." Jimin mendekatkan wajahnya hingga keningnya dan kening Ra In bersentuhan. Untuk beberapa detik Ra In dan Jimin sama-sama merasakan debaran jantungnya yang begitu cepat.
"Jangan buat aku merasa jijik karena mu"
Ra In mendorong tubuh Jimin hingga menjauh darinya. Gadis itu pun melompat turun dari ranjang.
"Jaga ucapanmu Jimin. Aku tidak merasa benar-benar mengganggumu. Geura, jika memang kau jijik aku minta maaf. Tapi aku tidak akan menerima Jungkook karena ancamanmu"
Ra In keluar dari UKS meninggalkan Jimin yang menatap nanar kepergian gadis yang dicintainya. Tangan kanan Jimin kembali meremas letak hatinya. Kankernya mungkin sedang memberi tahu nya bahwa waktunya hanya tinggal sedikit.
"Arrgh..." erang Jimin merasa sakitnya bertambah. Matanya merah sudah akan meluruh hingga seseorang tiba-tiba datang.
"Kau..." J-Hope mengulurkan sebuah sapu tangan penuh darah kehadapan Jimin. Setelah pembelajaran dikelasnya berakhir J-Hope langsung mencari Jimin untuk mengkonfirmasi sapu tangan itu bukan milik sahabatnya.
"Ini...bukan milikmu kan?"
"Arrgh.." Jimin hanya mengerang karena tak mampu berkata. Ia sibuk menahan sakitnya. J-Hope meluruhkan air matanya melihat keadaan Jimin. Ia harusnya lebih awal mengetahui penyakit sahabatnya. Ia sudah merasa menjadi sahabat yang gagal. Dengan perubahan Jimin yang begitu kentara harusnya J-Hope tahu itu.
"Jimin-ah ini apa? tidak benar kan?" J-Hope meremas sapu tangan tersebut dan membuangnya ke lantai. Ia melihat Jimin susah payah Manahan agar tidak oleng tiba-tiba. Wajah Jimin sangat pucat dan darah kembali keluar dari hidungnya.
"Jimin-ah!!!" teriak J-Hope saat Jimin terjatuh dan tidak sadarkan diri.J-Hope langsung menghampiri Jimin dan membawa kepala sahabatnya diatas pangkuannya. Ia menepuk-nepuk pipi Jimin sambil berseru memanggil namanya.
"Jimin kenapa ini? huh? Ayo bangun jelaskan ini. Hmm..."
J-Hope bingung harus melakukan apa agar Jimin sadar. Ia saja masih berusaha menghalau segala hal buruk tentang Jimin di fikiran nya.
"JIMIN !!" seorang pria paruh baya datang bersama perawat dan menghampiri Jimin.
"J-Hope bantu ahjussi mengangkat Jimin"
"Ne ahjussi"
Tbc
@yurriansan Iyaa ya, haha๐. Soalnya aku mikirnya kata-kata yg itu kayanya sering deh didenger, wkwkw. But, thanks masukannya. ๐
Comment on chapter Dia-ku