Budayakan Voment sebelum membaca โบ
Hati-hati typo guyss โ
...
Aroma etanol begitu menguat saat sepasang kaki menapaki ruangan yang penuh dengan berbagai macam kepedihan itu. Suara elektrokardiograf yang khas terdengar sangat menakutkan seolah-olah sebuah bel kematian.
Berkali-kali J-Hope mengusap gusar wajahnya yang begitu kusut. Matanya merah karena menangis sejak membawa sahabatnya ke rumah sakit sampai menunggunya sadar.
J-Hope bisa keluar dari sekolah dengan bantuan dari Ayah Jimin. Meskipun sebenarnya remaja lelaki itu tidak perduli di cap bolos sekalipun.
J-Hope merasakan ada sebuah kehangatan dibahu kirinya saat sebuah tangan mengelusnya. Ia menoleh dengan senyum yang dibuat-buat.
"Ahjussi...Jimin baik-baik saja kan?" lelaki paruh baya itu mengangguk sambil menepuk-nepuk pundak J-Hope. Ia sangat terharu mendapati anaknya mempunyai teman-teman yang begitu baik.
"Harus banget kita nggak tau. Waeyo ahjussi?"
"Kenapa ya? Hmm... Jimin mungkin jijik melihat kau menangis seperti ini. Heheh..."
J-Hope mendengus dan menghapus air matanya. Ia begitu salut dengan ketegaran Ayah Jimin.
"Yakh! Ahjussi...siapa yang menangis?" elak J-Hope.
"Hei apa kau baru saja membentak orang tua?"
"Ah...Mianhee"
Suasana kembali hening hanya diisi oleh suara elektrokardiograf mengalun. Kedua lelaki dengan umur yang berbeda jauh itu duduk disofa dan memandangi wajah Jimin yang terbaring di bangsal rumah sakit.
"Selama ini Jimin menyimpannya sendirian"
"Dia selalu bilang kalian adalah hal berharga baginya"
J-Hope menghela napasnya.
"Dia juga hal berharga bagi kami, ahjussi biarkan aku memberitahu yang lain"
"Jangan J-Hope" tolak tuan park menggeleng-geleng.
"Itu keinginan Jimin, saya tidak bisa membiarkan Suga, Jungkook Rapmon, Jin dan Taehyung menangis juga sepertimu"
"Tapi itu akan menyakitkan juga nanti"
Ayah Jimin mengusap hidungnya yang gatal.
"Begitukah?" J-Hope mengangguk setuju. Ia harus bisa meyakinkan Ayah Jimin untuk memperbolehkan teman-temannya tahu bahwa Jimin sedang sakit parah.
Tuan Park dan J-Hope
sama-sama diam dan menunggu Jimin sadar.
...
Nam Ra In adalah gadis yang percaya tentang cinta pada pandangan pertama, gadis ceria yang mengutamakan persahabatan dan gadis yang akan terus terang dengan perasaannya. Rambutnya yang panjang tergerai karena sedang disisir. Didepan pantulan dirinya sendiri, Ia seolah melihat Jimin sedang mengulang kata-katanya saat di UKS. Apa yang selama ini membuat Ra In menyukai Jimin serasa menjadi bomerang bagi dirinya sendiri. Karena rasa suka itu Jimin jadi berani membuat Ra In mengikuti perintahnya. Tidak akan semudah itu,Ra In adalah gadis yang akan terus terang tentang perasaannya. Lagi pula ia yakin meskipun berpura-pura menerima Jungkook yang ada dirinya hanya mempermainkan sahabatnya. Itu bukan sifat Ra In.
Tok...tok...tok
Ra In meletakkan sisir nya dan menghampiri pintu kamarnya yang tengah diketuk. Saat membukanya ia tersenyum melihat Jungkook membawa ice cream kesukaannya.
Mereka menikmati ice cream sambil memandang langit malam yang cerah. Masing-masing dari mereka tidak ada yang memulai pembicaraan sebelum ice cream nya habis.
Jungkook mengeluarkan ponselnya dan terlihat sedang mengetik kan sesuatu disana. Ra In yang masih sibuk menjilati ice cream tidak perduli dengan apa yang dilakukan sahabatnya itu. Lagi pula, rasa canggung masih mengambang diantara keduanya.
"Hari ini sangat luar biasa sekali.Ra In-ah kau tahu? Sebelumnya aku memang tidak memberitahumu tentang ini. Tapi, karena aku memakai namamu kau boleh tahu.
dan apa yang aku dapat nanti akan kita bagi. Tenang saja" Ra In hanya menatap lurus dan datar Jungkook yang begitu antusias membicarakan apa yang tidak dimengerti gadis itu.
"Mwo? aku saja tidak mengerti apa yang kau katakan" Ra In membuang stik ice cream nya ke sembarang arah dan mulai mendengar ucapan Jungkook yang berhasil membuatnya penasaran.
"Jadi tentang apa itu? huh?kedengarannya menarik" tanya Ra In dengan menarik turunkan alisnya. Sontak membuat Jungkook menoyor kening gadis itu. Ra In mendesah kesakitan.
"Masalah hadiah kau selalu saja antusias. Sendok itali kapan kau berubah"
"Memang begitu. Lupa?"
"Jadi gini---" Jungkook memutar badannya hingga mereka berhadapan disebuah kursi panjang depan rumah Ra In.
"Diam-diam aku meminjam ponselmu dan--aww" Ra In memukul kepala Jungkook setelah mendengar kenyataan bahwa pelaku yang selalu membajak ponselnya adalah sahabatnya sendiri, Jungkook. Sialan!
"Yakh! Kau ap--" Jungkook membekap mulut Ra In sebelum gadis itu makin berteriak.
"dua pasang sneakers baru akan dikirim besok dari Appa"
"Jinjja? apa kau tidak bohong" mata Ra In berbinar.
"Eh? tapi kenapa kau perlu menggunakan ponselku? apa yang kau lakukan?"
"Aku mengirim pesan pada ayahku menggunakan ponselmu. Begini : 'Paman, Jungkook sedang sakit dan butuh sneakers baru'. Oke kan?"
"Wah...kenapa kau mesti memakai ponselku? kenapa denganmu? tidak ada pulsa atau gimana? huh? Gila"
"Yakh..yakh! Kau kan anak kesayangan Appa"
"Benar. Aku yakin kita pasti tertukar waktu kecil. Hahaha..."
Ra In tertawa begitu lepas mengingat dirinya sangat disayang orangtua Jungkook sedangkan Jungkook sangat disayang orangtua Ra In.
Jungkook tersenyum melihat betapa bahagianya Ra In sekarang. Apa ini saat nya ia harus meminta jawaban pada gadis itu? ah..tapi sepertinya momen ini tidak pas.
...
Sepulangnya Jungkook beberapa menit setelahnya Ra In masuk ke kamar dan duduk di depan meja belajar. Tangannya memang sibuk membuka tugas-tugas, tapi tidak sejalan dengan pikirannya. Kata-kata dari Jimin begitu membuatnya terluka. Bohong jika Ra In tidak bersedih. Bagaimanapun hatinya sudah tertambat pada Jimin.
"Terima Jungkook jadi pacarmu"
"Jungkook lebih baik. Dia adalah sahabatmu. Tidak mungkin mengecewakanmu"
"Jangan membuat aku merasa jijik karena mu"
Ra In menghela napasnya. Matanya tiba-tiba perih dan setetes air mata turun membasahi bukunya. Secepat kilat tangannya mengusap pipinya.
"Jangan membuat aku merasa jijik"
"Aku jijik"
"Merasa jijik"
Kalimat itu, suara itu, terkutuklah untuk telinganya yang mendengar hal menyakitkan itu. Sekarang Ra In menangis kencang sambil menunduk diatas buku yang sudah ia buka.
"Ra In-ah kenapa sayang?" suara serak seiring dengan sebuah tangan mengusap rambutnya.
Nam Ra In mendongak dan mengusap kedua pipinya yang basah. Setelah jelas melihat siapa yang berada disebelahnya gadis itu langsung memeluk pinggangnya.
"Appa...hiks...hiks" Bukannya berhenti Ra In malah makin mengeraskan suara tangisan nya. Ia butuh pelukan ayahnya sekarang. Tidak perduli bagaimana nantinya ia menjelaskan alasannya menangis.
Sepuluh menit sudah Ra In menangis di pelukan Ayahnya, kini ia dan ayahnya duduk berhadapan dimeja dapur. Terkhusus Ayah Ra In membuatkan cokelat panas untuk putrinya.
"Jadi, apa yang membuat putri Appa menangis?"
Ra In mengulum bibirnya mencoba menetralkan pula jantungnya. Ia bingung bagaimana menceritakannya. Selama ini Ra In belum pernah jujur tentang kisah cintanya. Tapi gadis itu juga tidak pernah berbohong apapun pada Ayahnya.
"Hmm...Bukan apa-apa. Aku hanya takut tidak bisa masuk seleksi OSN fisika. Appa...apa aku terlihat menjijikkan?"
"Bukan tentang OSN kan?" Ra In hanya diam. Ia meneguk kembali coklat panas buatan Ayahnya itu.
"Ra In-ah putri Appa. Appa tau kamu bukan seseorang yang mudah menyerah. Kau kebanggaan kami nak. Apakah ada yang mengatakan sesuatu hingga membuatmu terluka?"
"Ne. Ada yang mengatakan kalo aku menjijikkan. Bukankah itu sangat kasar Appa?"
"Siapa dia beraninya mengatakan hal buruk pada putriku"
Ra In mengangkat bibirnya keatas. Rasanya masih manis seperti saat kecil dulu. Gadis itu juga sering mengadu pada Ayahnya atau Ayah Jungkook.
"Habiskan cokelatnya nanti kembali ke kamar lalu tidur. Tidak perlu belajar kalo lelah"
"Kalo eomma tahu pasti aku diomelin. Aku belum mengerjakan tugas"
"Okee tapi jangan begadang ya, kalo sudah selesai langsung tidur"
"Ne Appa"
Setelah menghabiskan cokelat nya Ra In masuk kembali kedalam kamar. Kini pikirannya jauh lebih baik dari pada sebelumnya. Ia duduk kembali didepan meja belajar dan mengerjakan tugas.
Lewat satu jam lebih gadis itu berkutik dengan buku dan pena. Sekarang sudah pukul sepuluh dan Ra In harus tidur. Ia memejamkan matanya.
"Jangan membuat aku merasa jijik karenamu"
Mata Ra In terbuka kembali. Kenapa sekarang bayangan Jimin mengatakan kalimat itu muncul. Ah...Ra In pasti gila. Bagaimana ia bisa tidur? Gadis itu mengambil ponselnya dan memasang aerphone dikedua telinganya kemudian memutar sebuah lagu.
Sepertinya cara tersebut berhasil. Ra In menikmati lagunya dan tidak lagi mendengar kalimat menakutkan itu. Gadis itu menutup matanya dan terlelap. Namun, mimpi buruknya malah kembali berkunjung.
...
"Hari ini indah sekali, cocoklah kita-kita bolos"
"Suga, Jangan kacau. Bagaimana kalau Nayeon tidak suka puisimu. Sial"
"Yakh! Menu kantin hari ini sangat lezat"
"Rapmon kau mencuri uang di dompet ibumu? hahaha...mati kutu"
"Mampus si Ketos gila bakal keliling"
"Jangan takut Kook, santai saja"
"Jin, udah ganti haluan?"
"Dia lagi ngincer Nayeon"
Hanya ada satu nyawa yang diam dan sibuk memikirkan hal lain. Tidak seperti kelima teman lainnya yang asik mengobrol, alasan J-Hope ikut kumpul bersama adalah melupakan sejenak Jimin dan keadaannya.
Andai saja Jimin sudah sadar,hari ini J-Hope hanya ingin menemaninya. Tapi karena Jimin belum sadar dan juga Tuan Park memaksa J-Hope untuk sekolah akhirnya cowok itu sekolah. Tapi keadaannya Ya...seperti ini.
J-Hope khawatir pada Jimin.
J-Hope tidak fokus belajar. Dan
J-Hope mengabaikan teman-temannya.
Jimin bertahanlah dan lawan penyakitmu.
Apa aku harus mengatakan pada yang lain?
Tanpa J-Hope ketahui sedari dirinya melamun rupanya Jungkook dan Suga menangkap keanehan pada dirinya. Mereka melihat raut kecemasan pada wajah J-Hope.
"Kau sakit?" tepukan pelan Jungkook dibahu kirinya menyadarkan
J-Hope dari lamunannya.
"Lagi ada masalah? ibumu menarik uang jajanmu?"
Pikir Suga.
J-Hope mengusap wajahnya terlebih dahulu sebelum kemudian tersenyum dengan mata sayu nya.
"Tidak ada. Aku hanya lelah" jawabnya sekenanya saja. Suga dan Jungkook yang sama sekali tidak menaruh curiga nampak mengangguk-anggukan kepalanya.
"Guys, cabut ya" Jin bangkit dan membelakangi teman-temannya meninggalkan Rooftop.
"Kemana?" teriak Taehyung sebelum Jin benar-benar tidak terlihat.
"Ngasih minum ke Nayeon yang lagi olahraga" teriak Jin. Sontak senyuman tercetak dibibir yang lainnya. Kecuali
J-Hope. Kebingungan J-Hope semakin menjadi saja.
Jujur pada yang lain tentang penyakit Jimin atau tidak?
J-Hope meraih ponselnya dan mengetik sesuatu disana.
From : Jimin Appa
Bagaimana keadaan Jimin,Ahjussi?
Send.
J-Hope sangat berharap dapat balasan dengan cepat dan sesuai dengan harapannya. Jimin sadar dan kembali fit. Meskipun tidak seratus persen. Setidaknya J-Hope masih bisa memberi dukungan pada Jimin. Sebelum...tidak!
J-Hope yakin Jimin orang yang kuat. Jimin pasti bisa bertahan.
"Wah...sial! Bagaimana mungkin" Jin tiba-tiba kembali dengan wajah penuh kekecewaan.
"Yakh! Apa yang terjadi padamu?" tanya Rapmon.
Jin membanting tubuhnya sendiri duduk disamping Taehyung. Di Rooftop sekolah ini memang ada beberapa barang seperti sofa dan meja-meja bekas yang sudah tidak terpakai.
"Nayeon. Tunggu saja dia pasti akan aku dapatkan" jawab Jin.
"kurasa dia mungkin sudah punya pacar" sahut Jungkook.
Jin mengarahkan tatapannya langsung pada si empunya suara.
Suga ikut mengangguk.
"Benar. Kemarin aku lihat dia pulang naik motor bersama Jackson"
"Jackson? kelas tiga? Wah...itu saingan terberat mu, Jin" ujar Taehyung.
"Tidak bisa! Bagaimana mungkin aku kalah dari nya. Memangnya dia punya apa. Aku jauh lebih daripada..."
"STOP !!!"
Semua yang semula berbicara seketika langsung diam mendengar teriakan J-Hope.
"Wae?" tanya Suga.
J-Hope menghela napasnya. Ia hampir saja hilang kendali. Pasti ini karena pesannya belum juga dibalas. J-Hope hampir akan meledak dan membuat Jimin terluka jika penyakitnya diketahui yang lainnya.
"Apa..kalian akan terus berbicara. Perutku berdisko, bel juga sudah berbunyi. Ayo makan"
J-Hope menarik leher Rapmon dan melangkah duluan meninggalkan Rooftop.
Sedetik kemudian yang lainpun ikut melangkah mengejar J-Hope dan Rapmon.
...
Ra In mencoba memasukkan potongan sosis kedalam mulutnya dengan sangat lambat. Gadis itu sangat lesuh sekali. Sama sekali tidak bisa melupakan kalimat menyedihkan yang pernah didengarnya.
"Kau menjijikkan"
"Uhuk...uhuk..." Ra In meraih minumnya. Setelah tenggorokannya lega Ra In tidak lagi berniat memakan makan siangnya.
"Yakh! Sebenarnya kau nih kenapa sih? Ra In-ah ...hmm?"
Sementara Ra In sibuk dengan pikirannya berbeda dengan Min Rae yang masih menyibukkan mulutnya. Bahkan makanan Ra In tak segan diambil oleh gadis itu.
"Min Rae-yah..."
"Hmm..." balas Min Rae begitu tidak jelas karena mulut penuhnya.
"Jungkook menembakku"
"Uhuk...uhukk" Ra In segera mengulurkan air ke Min Rae. Ia tahu bahwa berita ini mendadak bagi sahabatnya. Tapi, Ra In sudah tidak tahu lagi bagaimana caranya mengatasi ini.Mungkin ia juga akan menceritakan tentang perasaannya pada Min Rae.
"Jeongmal? wah...Si Jungkook...Anni maksudku, bukankah dia adalah sahabatmu.Bagaimana bisa?"
"Aku juga bingung--"
"Biar ku tebak. Kau pasti hanya menganggapnya sebagai sahabat kan? apa kau sudah menolaknya? atau kau tidak tau caranya menolak?jangan-jangan...kau menyukai orang lain?"
"Go Min Rae!" bentak Ra In. Bisa-bisanya Min Rae malah cengengesan setelah berteriak begitu kencang dan membuatnya malu.
"Haha...mian mian" Min Rae jadi semakin tertarik untuk mendengar kelanjutan cerita sahabatnya. Gadis bermarga Go itu menegakkan posisi duduknya.
"Jadi? Mana yang benar dari spekulasiku? hmm?"
Ra In menyembunyikan rambutnya kebelakang telinga seraya menarik nafasnya dalam.
"Kau benar tentang semuanya. Apa yang kau pikirkan benar. Jadi Min Rae-yah aku harus apa?"
"Kau menyukai orang lain kan?katakan saja pada Jungkook kau tidak menyukainya. Minta maaf dan jika Jungkook benar-benar sahabat yang baik. Dia pasti akan menerima keputusanmu"
"Jungkook memang bilang padaku apapun yang akan aku putuskan dia akan menerimanya. Tapi, Min Rae kau tau? Orang yang aku suka malah memintaku untuk menerima Jungkook"
"Mianhee Ra In-ah jika aku boleh tahu, memang siapa yang kau suka?"
Terjadi hening sesaat sebelum akhirnya ada yang datang dan membuat Min Rae salah paham.
"Rapmon---"
Ra In sengaja menggeser tubuhnya karena nama yang baru saja muncul itu memaksa duduk disampingnya.
Min Rae semakin memicingkan matanya. Apa yang baru saja dia dengar merupakan kisah cinta yang rumit. Menurut Min Rae.
Jungkook menyukai Ra In dan Ra In malah menyukai Rapmon.
"Kau menyukai Rapmon?"
Rapmon yang sedang mengunyah makanan Ra In hanya sibuk menatap kedua gadis didepannya dengan aneh?
Apa baru saja Rapmon mendengar kalimat ada yang menyukainya. Rapmon tersenyum.
Tbc
Hahah...bahagianya Rapmon kena salah paham.๐
๏ฟผ
@yurriansan Iyaa ya, haha๐. Soalnya aku mikirnya kata-kata yg itu kayanya sering deh didenger, wkwkw. But, thanks masukannya. ๐
Comment on chapter Dia-ku