Pagi ini Jimin bisa kembali bersekolah setelah terkurung didalam rumah sakit. Padahal dirinya baru kemarin melakukan kemoterapi tapi ngotot mau masuk sekolah. Ayahnya tidak bisa menolak permintaan Jimin.
"Jimin"
Jimin menoleh saat mendengar namanya dipanggil. Ternyata itu Taehyung temannya yang baru saja memarkirkan motornya. Mereka berjalan beriringan menuju kelas.
"Darimana saja? udah lupa sekolah?" sindir Taehyung. Lupa sekolah?darimana ceritanya Jimin lupa sekolah. Saat sedang muntah-muntah saja dia teringat Ra In. Makanya, hari ini bisa menapakkan kakinya di sekolah.
Jimin hanya tersenyum sebagai jawaban atas pertanyaan Taehyung atau V itu.
"Loh kok kamu tumben pake contong kaya gini. Wae? botak ya?"
Jimin berdecak membuat V harus yakin dengan alibi nya.
"Kemarin ketauan gak pulang ke rumah jadi dibotak gini sama Appa"
"Serem banget ayahmu itu" sahut V.
"Sudah tau rencana Jungkook?"
Jimin menggeleng.
"Dia akan nembak Ra In"
Jimin berhenti berjalan, otaknya sedang bekerja mencerna maksud ucapan V. Apa yang barusan terdengar adalah kenyataan. Jimin lupa atau bagaimana? Bukankah J-Hope juga pernah mengatakan bahwa Ra In adalah gadis yang Jungkook taksir.
"Yakh ! Kenapa berhenti? ayo jalan"
...
Setelah melihat Jimin berinteraksi dengan temannya. Ayah Jimin percaya anaknya baik-baik saja. Tidak ada gunanya juga melarang Jimin sekolah. Ayah Jimin sebenarnya tahu alasan kenapa Jimin sangat ingin bersekolah. Dia mencoba memanfaatkan waktunya se-efisien mungkin.
Lelaki paruh baya itu berhenti didepan ruang kepala sekolah. Saat membuka pintu dia disambut hangat oleh kepala sekolah. Mereka terlihat begitu akrab, itu karena saat SMA mereka adalah teman sebangku sekaligus sahabat.
"Oh...Jimin Appa. Silahkan duduk. Ada apa datang kesini? kenapa tidak meminta bertemu diluar saja"
"Aku ingin membicarakan hal yang sangat penting disini"
Mereka duduk berhadapan membicarakan kegiatan Jimin di sekolah. Ayah Jimin tahu anaknya jarang masuk kelas. Dia bahkan meminta kepala sekolah untuk membiarkan Jimin melakukan hal yang disukainya.
"Jimin tidak akan aku hukum. Dia akan kubiarkan berkeliaran di sekolah begitu saja. Hei....Ayolah jangan sedih begitu, Jimin sudah seperti anakku sendiri"
Kedua mata Tuan Park begitu berat. Sangat berkaca-kaca saat kepala sekolah mengatakan Jimin juga anaknya. Ia sangat terharu mendengarnya.
"Waktunya tidak akan lama lagi"
Ayah Jimin menyeka ujung matanya takut air matanya luruh begitu saja.
"Dia bilang datang ke sekolah untuk bertemu teman-temannya. Itu saja"
Kepala sekolah bingung melihat keadaan teman lamanya yang begitu rapuh saat ini. Dulu sekali saat masih SMA tuan Park lah yang lebih sering membantu dan menasihati dirinya. Tapi sekarang keadaan berbalik. Kepala sekolah hanya bisa membalas budi baik Tuan Park dengan merawat Jimin di sekolah.
"Jimin adalah satu-satunya keluargaku"
"Hei chingu, ingat apa yang pernah kau katakan waktu kau menghadiri pemakaman ayahku?"
Tuan Park mengangkat kepalanya memandangi kepala sekolah.
"Menangislah jika ada yang pergi. Tertawalah jika ada yang membuatmu bahagia. Waktu itu aku sadar kata-kata mu malah membuat aku tidak mampu menangisi kepergian ayahku. Ayahku pergi untuk selamanya dan dia adalah orang yang membuat aku bahagia. Aku bingung harus menangis atau tertawa"
"Gomawo Siwon-ah"
Meskipun Ayah Jimin tersenyum tapi kepala sekolah tau betapa beratnya menjalani kehidupan kawannya itu.
...
Tujuh Cogan (cowok ganteng) korean high school berkumpul di rooftop sekolah. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka hingga berani bolos kelas begitu. Jam istirahat masih satu jam setengah lagi, tapi mereka sudah keluar begitu saja. Mereka akan membicarakan soal rencana 'menyatakan cinta'.
Rapmon mengangkat tangannya mencoba membuka suara. Ia sendiri yang akan memimpin rencana itu. Mereka sepakat Jungkook akan mengatakan isi hatinya di rooftop ini.
"Perasaan kan aku yang mau nembak, ko jadi kalian yang ribet sih" protes Jungkook.
"Yaelah...Kookki diem aja. Lagian sebagai temen kita tuh harus saling membantu, Kan kalo kamu jadian sama Ra In, kita juga bakalan dapet traktiran kan" Suga mengikat balon yang telah ia tiup sekuat tenaga.
"Yee....kirain kalian ikhlas. Ternyata ada maunya, ya udah lanjutkan kerjaan kalian"
Jungkook heran dengan kelakuan teman-temannya itu. Ini sebenarnya acara nembak cewek atau acara ulang tahun sih. Segala balon dipasang segala. Taehyung bilang katanya biar romantis.
Jimin yang sedang asyik membantu Suga meniup balon tiba-tiba saja berhenti karena tepukan di bahu nya yang dilakukan oleh Jungkook.
"Yakh !! Botak. Tiup balonnya pake niat dong" Jungkook merebut sebuah balon yang sudah diikat dengan tali oleh Jimin. Daritadi Jimin memang yang terlihat paling tidak bersemangat.
"Kookki" panggil Jimin.
"Hmm"
"Apa ini nggak berlebihan?"
"Apanya?"
Jimin membetulkan letak contong dikepalanya yang miring karena terus diledek J-Hope dan Jin. Sekarang dua manusia itu sedang asik dengan ponselnya.
"Botak gini aku tetep keren. Tuhan begitu berlebihan padaku"
Segera Jungkook memukul kepala Jimin dengan balon ditangannya. Untung saja balonnya tidak pecah.
Jimin dan Jungkook sama-sama terkekeh. Lawakan macam apa tadi?
Jimin menyunggingkan senyumnya melihat Jungkook begitu bahagia saat ini. Jimin percaya gadis itu adalah alasan senyuman Jungkook. Gadis yang selalu hadir dalam mimpi Jimin. Mulai sekarang Jimin harus melupakan gadis itu.
...
Saat bel istirahat berbunyi seluruh penghuni kelas keluar dan berbondong-bondong menuju kantin, Termasuk Ra In dan Min Rae. Namun baru saja sampai depan pintu kelas, Ra In harus rela melupakan bayangan makan siangnya. Karena tengannya ditarik paksa oleh seorang namja yang tentu saja sangat Ra In ketahui. Dia salah satu teman Jungkook. Ra In pernah beberapa kali juga berbincang dengannya, tapi hanya sebatas menanyakan Jungkook saja.
"Apa-apaan sih Mon, ngapain narik-narik segala. Lepasin nggak!" teriak Ra In sambil berusaha memberontak. Namun tetap saja Rapmon jauh lebih kuat dibandingkan dirinya.
"kut saja, nanti bakalan tau sendiri ko" jelas Rapmon.
Ra In hanya bisa berdecak dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Awas saja Jungkook, kalau ini ada hubungannya sama dia Ra In tidak akan tinggal diam.
"Sampai" Ujar Rapmon berhenti didepan pintu Rooftop. Gadis bermarga Nam itu menaikkan kedua alisnya. Apa maksud Rapmon sebenarnya membawa dirinya ke Rooftop.
"Masuk saja. Kau akan tau sendiri. Aku tidak bisa ikut ke dalam. Bye..."
Rapmon melenggang tanpa memperdulikan kebingungan Ra In. Suwerrr....ini Ra In ko jadi deg-degan ya? Takut disana ada apa-apa.
Pelan-pelan gadis itu menekan selot pintu hingga terbuka. Betapa terkejutnya Ra In saat pertama kali melihat keadaan Rooftop yang berubah seratus delapan puluh derajat itu.
Beberapa sisi rooftop penuh dengan balon-balon indah berwarna-warni. Bagaimana Ra In tidak tersenyum melihatnya. Dibawahnya sudah dilengkapi karpet merah yang begitu mencolok. Mengingatkan Ra In pada acara award di TV semalam.
Setelah langkahnya yang ketiga, Jungkook menghampiri Ra In dengan membawa sebuket bunga mawar yang begitu indah. Ra In melongo dan hampir tak percaya ini nyata. Ia tidak mengerti mengapa Jungkook ada disini?
"Kookki-yah Apa ini? perasaan aku nggak ulang tahun" tanya Ra In.
Jungkook mendekati Ra In dan mengulurkan buket bunga pada gadis itu. Sebelum nyali nya hilang Jungkook harus segera menyatakannya.
"Nam Ra In. Aku sudah lama ingin mengatakan ini padamu. Sebenarnya sejak pertama kali kita menjadi sahabat, saat itulah aku rasa semuanya berbeda"
"Aku mencintaimu Nam Ra In, maukah kau menjadi pacarku?"
Suasana menjadi canggung sekali. Begitu tenang dan mencekam. Ra In diam memandangi Jungkook begitu dalam, mencoba mencari kebohongan dari mata sahabatnya itu.
"Yakh!!! Kau sedang melawak? kenapa dengan semua ini, kau akan menembak seorang yeoja? siapa? kau memintaku kesini untuk berlatih denganku kan. Wah...Kookki kau..."
"Anni Ra In-ah Semua ini tidak bohong. Aku menyukaimu...Nam Ra In"
Apa yang harus Ra In jawab? Kenapa Jungkook malah membuat gadis itu merasa tidak tenang. Ra In tidak bisa menganggap Jungkook lebih dari sekedar sahabat. Selama ini mereka sudah sangat dekat. Ra In sangat nyaman bersama Jungkook, tapi itu bukan berarti ia menyukai Jungkook.
Ra In dan Jungkook adalah dua manusia yang dipertemukan Tuhan untuk saling melengkapi bukan mencintai satu sama lain. Ra In tidak mungkin membohongi perasaannya sendiri. Selama ini kan dia hanya menyukai Jimin, sahabat Jungkook.
"Ra In-ah . . ."
"Hmmm" Ra In tersadar dari lamunannya. Ia tidak mungkin menolak Jungkook. Bagaimana ini?
"Eotteh?"
Mata Ra In tak sanggup menatap kedua manik milik Jungkook. Ia tahu betapa sakitnya mendapat penolakan.
Ra In benar-benar sangat bingung dan dilema. Ia membuang waktu sangat lama untuk berdiam diri. Hingga suara bel masuk tiba-tiba saja membuat hati kecil Ra In berteriak.
"Sudah bel. Ah...aku ada ulangan Matematika setelah ini, aku duluan ya. Annyeong Kookki..." Ra In berlari meninggalkan rooftop. Saat sampai tangga, ia melihat keenam teman-teman Jungkook tengah berkumpul disana. Ra In yakin pasti mereka sangat bekerja keras untuk ini semua.
Ra In mencoba terlihat biasa saja saat melewati mereka. Hingga tanpa sadar ia melihat Jimin dari dekat. Namja itu...hari ini Ra In melihatnya lagi. Dua hari tidak melihat Jimin rasanya bagaikan dua tahun. Kenapa bukan Jimin yang menembaknya? kalau saja Jimin yang melakukan itu tanpa pikir-pikir Ra In akan langsung menerimanya.
Jimin lihat aku...bukankah kau begitu dekat? tapi aku merasa kau sangat jauh dan aku begitu kecil hingga tak pernah kau lirik sekalipun.
Gadis itu tidak sadar sudah hampir sepuluh detik menatap wajah Jimin sambil tersenyum. Wajah Jimin terlihat berbeda. Hari ini Ra In melihat Jimin memakai sebuah penutup kepala. Tapi, itu menambah ketampanan nya.
"Ra In-ah"
OMG! Ra In lupa sedang melarikan diri. Ia baru sadar kalau Jungkook mencoba mengejarnya. Buru-buru ia berlalu dari hadapan Jimin dan yang lainnya.
Baru sampai pada gerombolan teman-temannya, Ra In sudah jauh. Jungkook bingung dengan hari ini. Apa ia baru saja ditolak? digantung?
"Jadian?" tanya Taehyung dengan wajah sok polosnya.
"Dia belum menjawabnya"
Jawab Jungkook lesuh. Ia kemudian melangkahkan kakinya menuju kantin yang segera di ikuti teman-temannya. Mereka tidak mau membuang waktu mengabaikan cerita Jungkook. Kecuali Jimin, sejak Ra In memandangnya Jimin merasa bahagia. Kenapa Jimin malah berfikir dialah penyebab Ra In belum ingin menjawab Jungkook, barangkali begitu?
...
Guru matematika masuk kedalam kelas Ra In. Gadis itu tidak berbohong soal matematika pada Jungkook. Bedanya bukan ulangan ini hanya pembelajaran materi saja. Setidaknya tidak dosa-dosa amatlah. Lagi, jika nanti Jungkook bertanya Ra In akan jawab kalau gurunya tidak jadi memberi ulangan dengan alasan lupa membuat soal.
Mau berapa kali pun Ra In mencoba fokus memperhatikan penjelasan guru didepan kelas itu, gadis itu hanya terbayang-bayang kejadian beberapa saat yang lalu.
Dengan berpura-pura sedang menyalin tulisan dari whiteboard ke buku catatannya, Ra In malah mencoret-coret tidak jelas. Mampus dia kalau sampai ketahuan.
"Ra In-ah" meskipun sudah beberapa kali Min Rae memanggil namanya, Ra In masih tidak mendengar. Karena kesal, Min Rae akhirnya menepuk agak keras bahu teman sebangkunya itu.
"Yakh!!! Kau ini kenapa?dari tadi melamun saja. Ayo kita ke Lab" kata Min Rae mengingatkan Ra In. Saking nya sedang tidak fokus Ra In malah balik bertanya.
"Kok ke lab? ada apaan?"
"Kau sakit ya? Wajahmu lesuh sekali ? Sampai lupa ada praktek Kimia hari ini"
Beberapa detik kemudian Ra In sadar ia memang ada kelas kimia setelah matematika. Aduh...kenapa dirinya jadi absurd begini?
"Aku lupa Mian"
"Kau sungguh baik-baik saja Ra In-ah?" tanya Min Rae begitu khawatir. Tidak biasanya Ra In lemas seperti sekarang. Meskipun pelajaran kimia adalah salah satu hal yang gadis itu benci, tidak sekalipun semangatnya hilang. Berbeda dengan hari ini.
"Ne, nan gwenchanayo" seulas senyum manis Ra In membuat Min Rae percaya.
"Ya sudah, kajja...."
...
Rooftop sekolah akhirnya kembali ke wujud semula. Balon balon yang ditiup dengan penuh niat dan semangat sudah dipecahkan oleh Suga dan V.
Jungkook terlihat lesuh dan benar-benar malas masuk kelas. Meskipun memang terlihat biang onar, tapi hari ini yang paling parah.
"Apa barusan aku ditolak?" gumam Jungkook seraya menutup matanya karena saat ini dirinya tengah berbaring diatas meja.
"Dia sedang menggantungmu Kookki" kata Jin.
Beberapa langkah dari Jungkook, terlihat Jimin tengah memandang langit dengan pemikiran yang melayang-layang disana.
"Arrghh..." erang Jimin tiba-tiba. Ada masalah lagi didadanya. Tepat di ulu hati Jimin terasa begitu sakit. Jimin baru saja akan beranjak dari sana kalau saja Jungkook tidak menahannya.
"Kau meledekku?" Jimin memang memegangi dadanya, tapi bukan karena ia sengaja mau meledek Jungkook. Jimin benar-benar kesakitan.
"Kau kurang meyakinkan. Berusahalah...aku haus. Bye " andai kalian tau wahai kawan-kawan. Saat ini Jimin begitu kesakitan. Jimin segera menepis lengan Jungkook yang menghalanginya. Ia pun berlari meninggalkan rooftop.
"Ish...Jinjja apa maksud Jimin...Anjir tuh anak" cerocos Jungkook.
"Hahaha...." Rapmon tertawa melihat kegelisahan Jungkook.
"Sans Kook"
...
Jimin memasuki kamar mandi dengan tangan yang tidak pernah lepas dari dadanya. Ia menekan dadanya mencoba menghalau rasa sakit itu.
Hari ini Jimin lupa membawa obatnya. Ia pikir setelah kemoterapi sakitnya sedikit mereda. Ia sadar ia sangat salah berharap dapat diberi waktu lama.
Setetes darah menyentuh jas sekolah Jimin. Kedua tangan Jimin kini sibuk menahan darah mimisan agar tidak kembali berceceran.
Nafas Jimin begitu cepat dan rahangnya mengeras karena kesakitan. Jimin harus bertahan. Ia pasti bisa melewati ini. Ia tidak mau kembali ke rumah sakit.
Hampir satu jam Jimin berperang dengan rasa sakitnya. Setelah mereda ia pun membasuh wajahnya hingga tidak ada darah tertinggal.
Lama Jimin memandang wajahnya. Begitu pucat dan terlihat lemas sekali. Jimin tersenyum menguatkan diri.
Jimin pun keluar dari kamar mandi dan berpapasan dengan Ra In yang akan ke kamar mandi wanita.
"Jimin-ah" Ra In menghentikan Jimin ditempatnya.
"Gomawo"
Jimin mengerutkan keningnya. Kenapa gadis ini tiba-tiba berterima kasih padanya.,Perasaan Jimin tidak ada membantu apapun.
"Untuk apa?" tanya Jimin.
"Itu...anu. Waktu itu...kau pernah meminjamiku jaketmu untuk menutupi rok ku yang sobek. Ingat?aku berterima kasih untuk itu. Waktu itu kau keburu pergi sebelum aku berterima kasih, aku akan kembalikan jaketnya nanti" Ra In tersenyum kikuk dihadapan Jimin.
Seulas senyum tersungging dibibir Jimin yang pucat.
"Sudah ku katakan tidak usah"
Jimin melangkah hendak menghindari Ra In. Tapi, gadis itu malah menahan lengan Jimin. Jantung Jimin aneh lagi?
"Aku...tidak menyukai Jungkook. eotteohge?"
Tbc
@yurriansan Iyaa ya, haha๐. Soalnya aku mikirnya kata-kata yg itu kayanya sering deh didenger, wkwkw. But, thanks masukannya. ๐
Comment on chapter Dia-ku