Read More >>"> Annyeong Jimin (Penyair Sejati) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Annyeong Jimin
MENU
About Us  

Rembulan yang terang bak senyum manismu Ra In...
Matahari yang silau bersinar menerangi hatiku...
Izinkan aku bisa berlabuh dihatimu.

Jungkook menatap wajah Suga yang begitu percaya diri memberikan secarik puisi untuknya sebagai bahan untuk menembak Ra In.

Namun tak sampai selesai membacanya, kertas itu sudah berubah bentuk menjadi gumpalan asal dan dengan kasarnya Jungkook malah melempari wajah sang penyair itu dengan kertas tersebut.

"Sakit Kookki" wajah Suga memelas penuh dramatisasi.

"Kau harusnya menambahkan kata. Oh...sayang jadikan aku penghuni hatimu" pekik Jungkook.

"Ayolah, disini hanya ada kita berdua. Aku sangat yakin, puisi bikinan ku ini pasti berhasil" wajah Jungkook sudah enggan mendengar permohonan Suga.
"Apa kau bahkan meminta bantuan Jin? yah...dia mah nggak ada apa-apanya. Kau dengarkan aku kali ini"

"Tapi bukan gayaku tau pake puisi-puisi segala" protes Jungkook.

"Lucu banget sih kamu Kookki" kedua mata Suga mengerling dengan tangannya yang usil mencubit pipi Jungkook.

"Apa sih Ga. Aku normal nih"

"Aku tuh cuma gemes sama temen sendiri Kook. Ya kali suka sama sesama"

"Sorry...sorry itu karena kamu gemes nya keterlaluan tau" kekeh Jungkook.

Udara dingin malam ini begitu menusuk membelai kulit putih kedua namja yang memilih mengobrol diluar rumah. Jungkook sedang tidak ingin memikirkan soal rencananya menyatakan cinta pada Ra In, tadinya memang seperti itu tujuan Jungkook datang ke rumah Suga. Rencana memang belum tentu berhasil kan?

Jungkook dan Suga sama-sama memperhatikan langit saat ini. Penuh bintang dan menenangkan.

"Sejak kapan sih kamu suka sama Ra In?"

Jungkook tersenyum dan menjawab tanpa melihat lawan bicaranya.
"Sejak pertama kali bertemu lagi saat kecil. Sebenarnya aku bersahabat dengannya itu supaya aku bisa terus deket sama dia"

"Kau hebat Jungkook. Bisa nyembunyiin perasaan itu sampe sekarang.salut...!"

Hari sudah mulai larut, tapi Jungkook malah makin betah di rumah Suga. Mereka akhirnya masuk kedalam rumah Suga karena udara sudah semakin dingin dan terlihat beberapa salju mulai turun.

Malam ini Jungkook memutuskan untuk menginap di rumah Suga dengan alasan hari sudah mulai larut dan kalau pulang pun Jungkook pasti kena omel orang tuanya. Ia pun menelfon ibunya dan hanya memberitahu besok pulang pagi-pagi dan berangkat sekolah. Untung kedua orang tua Jungkook percaya.

...

Keesokan harinya Jungkook pulang ke rumah tepat pukul empat pagi bagitu saja tanpa pamit pada Suga maupun keluarganya.

Jungkook sama sekali hanya tidur sebentar. Sebenarnya semalaman waktunya habis karena memikirkan rencananya menyatakan cinta pada Ra In. Jadilah sepagi ini ia keluar dari rumah Suga.

Sesampainya di rumah, Jungkook langsung memasuki kamarnya dan bersiap memakai seragam sekolah. Bagaimanapun ia harus segera menjemput sahabatnya.

"Jungkook kau sudah pulang?" suara Eomma Jungkook yang berada diluar kamar anaknya.

"Ne Eomma"

"Kamu tuh Kookki kalo pergi dari rumah orang pamit dulu kenapa sih. Sesusah itu ya?"

Didalam kamarnya Jungkook sedang berdecak dengan tangannya yang tengah sibuk mengancing kemeja sekolahnya.
"Ne...ne Eomma yang super beauty. Kookki lupa eomma. Mianhee.. nanti Kookki bilang sama Suga"

"Bilang apa coba. Kamu tuh yang sopan dong. Lagian eomma Suga itu kan temen Eomma...malu ah ntar Eomma dikira nggak becus ngurus anak, nggak bisa ngajarin sopan santun...sok sibuklah apa.."

Ceklek
Eomma berhenti bicara saat anaknya keluar kamar dengan pakaian sekolahnya. Perempuan beranak satu itu hanya bisa menelan ludah melihat kelakuan anaknya.

"Makan dulu" tangan Jungkook ditarik begitu saja oleh ibunya takut-takut anak laki-lakinya pergi lagi.

"Eomma .. Kookki bisa jalan sendiri nggak perlu ditarik-tarik"

Seakan tidak mendengar apa yang anaknya katakan, Eomma hanya sibuk memindahkan makanan kepiring Jungkook.

"Nih cepet dimakan, kasihan Ra In ntar lama nunggu kamu"
Eomma menyodorkan piringnya didepan Jungkook. Mendengar nama Ra In disebut membuat namja itu sedikit gelisah.

"Kamu kemarin bolos ya..kena hukum kan. Joong Saem nelpon Eomma katanya kamu udah jadi langganan bolos sekolah sama temen-temen kamu. Eomma nggak pernah ngelarang kamu buat temenan sama siapa aja, tapi ya..harusnya kamu bisa memilih dong yang baik sama yang buruk. Kalo diajak bolos ya jangan mau"

Jungkook menggeleng-gelengkan kepalanya pusing mendengar ibunya bicara panjang lebar. Andaikan eomma tahu semalam Jungkook hanya tidur tiga jam dan pusing memikirkan rencananya, sekarang malah harus ditambah ceramah dari ibunya.

"Kamu nggak bisa kaya Ra In tuh, anaknya cantik, rajin, ramah lagi. Kamu kan sahabatan sama dia, tiru dong si Ra In"

Jungkook tersenyum mendengar ibunya memuji Ra In. Itu berarti jika nanti rencana Jungkook berhasil pasti eomma akan sangat senang.

"Kookki harus cantik gitu Eomma?" sarapan Jungkook sudah habis. Setelah menghabiskan minumannya, Jungkook berdiri dan mencium pipi kanan eomma lalu keluar rumah dengan langkah-langkah yang cepat untuk menghindari omelan ibunya.

"Kookki...aigoo" gerutu Eomma.

...

Jika biasanya Jungkook yang akan masuk ke rumah Ra In dan menjaili gadis itu didepan pintu kamar, lain hal dengan hari ini. Karena Jungkook telat lima menit menjemput Ra In akhirnya gadis itu sudah berdiri didepan pagar rumahnya memainkan ponselnya menunggu Jungkook datang.

Tidak lama juga Ra In menunggu, sekitar delapan menitan mobil Jungkook berhenti didepannya. Ra In langsung masuk dan Jungkook segera melajukan mobilnya.

"Kemana kau semalam?"

Jungkook menoleh sekilas melihat lawan bicaranya. Pertanyaan Ra In begitu ketus, benar-benar membuat Jungkook ketakutan.

"Rumah Suga, nginep" jawab Jungkook singkat.

"Oh..."

Katakan siapa yang harus kesal sekarang, Ra In yang mendapat jawaban dengan tiga kata atau Jungkook yang hanya mendapat jawaban dua huruf.

"Oh..." Jungkook mengulang perkataan Ra In dengan nada bicara yang sangat mirip.
"Hanya itu. Ah, padahal aku sangat takut menjawab pertanyaanmu"

"Terus apa?"

"Lupakan saja"

Ra In mendengus memalingkan wajah melihat jalanan. Karena tidak bisa menetralkan degup jantungnya saat ini Jungkook memilih menyalakan mp3 dan ikut bersenandung. Sebodoh amatlah dengan Ra In disebelahnya yang pasti akan risih.

"Geogheong haji ma love i modeun geon u yeoni aninikka. Urin wanjeon dalla baby.Unmyeongeul  chajanaen dueorinikka ujuga saenggin geu nalbuteo gyesog Muhanui saegireul neomeoseo gyesog. Urin jeonsaengedo ama daeum saengedo yeongwonhi hamkkenikka i modeun geon uyeoni aninikka umyeongeul chajanaen dueorinikka DNA..."

Jungkook bernyanyi didalam mobil seolah-olah hanya ada dirinya saja. Ra In merasa terganggu, sungguh Jungkook ini masih sangat pagi dan ia sudah bisa menghancurkan mood sahabatnya.

"Ikutlah bernyanyi bersamaku" pinta Jungkook agak berteriak sedikit karena suaranya beradu dengan suara mp3 di mobil.

Nam Ra In hanya berdecak dan menggelengkan kuat kepalanya menolak ajakan Jungkook. Ia hanya ingin menahan kekesalannya selama perjalanan. Toh, sebentar lagi sampai di sekolah.

...

Di rumah sakit begitu membosankan. Rasanya Jimin ingin loncat saja dari lantai sepuluh ini. Kepalanya pusing sejak pagi. Sudah empat kali Jimin muntah akibat kemoterapi, rambutnya pun banyak yang rontok.

Saat ini Jimin tengah memandangi ponselnya. Begitu berhasil mencari foto seseorang di instagram, ia menyimpannya. Meskipun baru dua hari ini belum melihat gadis itu, Jimin sudah rindu berat. Ini pasti karena pertemuan di rumah Jungkook waktu itu.

Pintu ruangan terbuka dan menampakkan ayah Jimin berpakaian rapi dengan jas dan dasi. Jimin tahu sangat, pasti ayahnya sengaja meninggalkan kantor demi dirinya--lagi. Lelaki paruh baya itu tersenyum dan menghampiri Jimin.

"Bagaimana hari ini?"

Jimin hanya menghela napas. Menghitung berapa kali ia muntah dalam kemoterapi kali ini. Sudah bukan hal yang tabu. Lelaki remaja itu hanya menyunggingkan senyuman.

"Appa, besok aku mau sekolah bisa kan?"

"Jimin-ah..."

Jimin langsung menyerobot kata-kata ayahnya dengan alasan yang bisa saja meyakinkan ayahnya.
"Jebal...Appa, aku bosan disini. Lagian aku tidak akan menguras otakku untuk memikirkan pelajaran. Aku hanya ingin berada di sekolah. Menghambiskan waktu dengan teman-temanku"

Ayah hanya terdiam, diam yang cukup lama. Entah apa yang dipikirkan lelaki itu hingga bisa-bisanya luluh dengan kata-kata Jimin. Seolah-olah Jimin memang akan segera meninggalkannya.

"Apa yang akan kau jawab kalo teman-temanmu bertanya, kenapa rambutmu jadi terlihat botak?"

"Aku akan menjawab, aku kalah taruhan kemarin" dengan senyuman khas Jimin, kata-kata itu sanggup mengundang tawa ayahnya.

"Dasar anak nakal. Aigoo...."

Jimin senang sekali keinginannya disetujui. Ia sudah tidak sabar menunggu besok. Bertemu dengan keenam temannya yang nakal itu, juga melihat gadis manis itu.

Tiba-tiba masuklah dokter Indri dan memeriksa Jimin. Raut wajah dokter itu tidak pernah berubah sebelum atau setelah memeriksa pasiennya. Hanya senyuman yang cerah yang selalu diperlihatkan. Jimin sudah tidak penasaran lagi dengan hasil pemeriksaan. Apapun itu baik buruk maupun hal baik, Jimin sudah tidak perduli lagi.

"Tubuh Jimin sudah tidak lemas lagi sekarang. Ne...Jimin, eotteh?" tanya Dokter pada Jimin.

"Ne Dokter..."

"Besok Jimin memaksa ingin sekolah dok. Apa tidak apa-apa jika saya menurutinya?" ayah Jimin meminta pendapat Dokter sebagai orang yang lebih mengetahui tentang keadaan anaknya.

Wanita berjas putih itu menatap Jimin yang tengah sibuk dengan ponsel ditangannya. Dokter Indri mengerti apa yang dirasakan oleh  lelaki remaja itu. Bagaimana rasanya sendirian didalam ruangan yang penuh dengan bau khas etanol. Hanya berbaring dan berbaring. Harusnya masa remaja banyak dihabiskan dengan suka cita dan kesenangan. Tapi lain halnya dengan Jimin saat ini.

"Saya sebagai dokter hanya bisa memberitahu kalo keadaan Jimin sudah lebih baik. Selanjutnya, Jimin ingin sekolah ataupun tidak itu terserah anda saja pak"

Wajah Jimin begitu lega mendengar penjelasan Dokter.
Ayahnya pun terlihat mengizinkan Jimin bersekolah besok.

"Gomawoyo Dokter" kata Ayah Jimin.

"Asalkan Jimin jangan melakukan aktivitas yang membuat tubuhnya cepat lelah. Nannti jangan lupa setiap dua hari sekali harus rutin menemui saya ya. Jangan pernah bosan Jimin"

"Tentu dok" balas ayah Jimin.

Setelah mengatakan hal itu, Dokter Indri pun keluar dari kamar inap Jimin.

"Kau senang sekarang? besok sekolah. Kenapa sih memaksa ingin sekolah segala, toh juga kamu sukanya bolos"

Jimin tersenyum mendengar perkataan ayahnya. Bolos dan membuat onar adalah hal sangat dirindukan oleh Jimin. Itu dia yang membuat Jimin memaksa ingin sekolah.

"Besok berangkat dengan Appa"

"Ne Appa"

...

Suasana dikelas 2-1 sedang hening karena ada Joong saem sedang menulis rumus di whiteboard. Semua sibuk menyalin kedalam buku catatan hingga sama persis dengan yang dicatat Joong saem. Namun, tampaknya tidak bagi Jungkook dan Rapmon. Kedua sahabat itu sejak pertama kali tinta spidol menyapa sucinya Withboard, hanya sibuk berbincang-bincang. Rapmon terus saja membujuk Jungkook untuk segera menyetujui rencananya.t
Tapi, tampaknya lelaki itu masih belum punya cukup keberanian.

"Sstt..." desis Rapmon dan Jungkook pun menoleh kesamping kanan.
"Eotteh? Call?"

Mereka duduk dibarisan paling belakang. Jika dihitung dari pintu, Jungkook duduk dibaris kedua dan Rapmon dibaris ketiga. Tapi, sama-sama berada diujung. Tempat ternyaman untuk tidur, katanya.

"Aku takut Mon"

Rapmon berdecak dengan menyenderkan punggungnya kesandaran kursi.
"Apa yang kau takutkan? kau hanya tinggal mengatakannya, latihan bicara sendiri. Urusan tempat, kita-kita yang bakal urus"

"Takut" jungkook membuat bibirnya terlihat lucu.

"Bilang setuju aja susah amat sih"

"Susahlah"

"Call?"

Jungkook mengulum bibirnya dan memikirkan kegelisahan yang sedang menimpanya.

"Yaelah...Kookki! BILANG SETUJU SEKARANG"
Rapmon benar-benar sudah tidak bisa menyimpan kekesalannya. Meskipun kini dirinya mendapat tatapan tajam dari seluruh teman sekelasnya. Dan jangan lupakan Joong saem yang terlihat sudah memasang wajah bak malaikat pencabut nyawa.

"Aku kena juga deh" gerutu Jungkook. Menyadari suasana sedang begitu panas akhirnya Jungkook pun berdiri dan meraih jas sekolahnya.
"Disuruh pergi dari kelas karena mengganggu pelajaran anda.Iya kan saem? khamsaamnida Saem" Jungkook berlalu dan menarik Rapmon untuk mengikutinya.

Joong saem tidak mengerti dengan kelakuan Jungkook dan kawan-kawannya itu. Ia sebenarnya sangat ingin menghentikkan mereka pergi, tapi itu hanya akan membuat pelajarannya berantakan. Lebih baik mengabaikan dua murid dari pada menyesatkan satu kelas.

Sambil terus berjalan menaiki lantai tiga, Jungkook sibuk memasang jas sekolahnya. Sementara itu Rapmon malah asik membujuk Jungkook.

Rapmon berhenti bicara saat Jungkook memasuki minimarket kecil disekolah mereka dan mengambil dua botol minuman lalu melemparkan satu pada Rapmon. Sekolah mereka cukup besar dan termasuk sekolah Nasional Korea, pantas begitu mewah. Kalau saja Jungkook dan kawan-kawannya bukan dari keluarga kalangan atas, mungkin sudah sejak dulu mereka enyah dari sekolah. Harusnya Jungkook mengingat itu.

Dengan sekali tengguk, tenggorokan Rapmon menjadi normal kembali. Pasalnya ia sedikit kesulitan harus memberi pencerahan kepada Jungkook yang hanya mampu menjawab dengan kata irit dan gerakan kepala. Itulah si Kookki kalau sedang gelisah.

"Kudengar Suga memberimu puisi?oh...aku penasaran apa isi puisi Suga itu hingga hubungannya dengan Amel begitu langgeng"

"Amel itu orang Indonesia, pantas saja dia suka puisi Suga. Orang dia nggak ngerti artinya"

"Maksud kamu apa?"

"Tulisan Suga bahkan nggak pantes disebut puisi. Itu mah kata-kata cewek jaman sekarang kalo update status instagram" cibiran Jungkook mampu mengundang gelak tawa.

"Hahah...pantes dia bilang kamu membuangnya"

"Jangan baca deh Mon, hehe...alay banget beneran. Nomu nomo Alay. Ish...menjijikkan"

"Entah itu bener puisi si Suga yang nggak bermutu atau alasanmu saja masih gelisah"

Jungkook hanya menarik sedikit salah satu sudut bibirnya. Ia merasa apa yang Rapmon katakan tadi begitu sama dengan apa yang sedang ia rasakan saat ini. Semua yang dikatakan sahabatnya itu memang berisi dengan kata-kata motivasi, tapi Jungkook masih saja merasa belum percaya diri.

"Aku akan melakukannya bersama Jimin" celetuk Jungkook setelah berdiam cukup lama.

Rapmon baru menyadari ia juga melupakan Jimin. Ia pun setuju dan menganggukkan kepalanya.
"Jimin? Ah...aku lupa padanya. Jarang liat"

"Menurutku..." Jungkook sedang membayangkan sosok Jimin yang begitu pendiam diantara teman-temannya, justru membuat para wanita menjadi terpesona padanya.s
Sikap dingin Jimin, tatapan Jimin dan ke-angkuhannya.
"Jimin bisa membuatku mendapatkan Ra In"

"Mulai lagi deh..."

"Apasih...?"

"Aku tahu Kookki...itu mah cuma alasan kamu aja menunda waktu"

Jungkook langsung menggeleng setelah menghabiskan isi minuman kalengnya.
"Yang ini beneran, aku kan sudah mendengar semua ide-ide kalian. Tapi Jimin belum. Akan ku beritahu dia"

"Begitukah? baiklah...kau benar juga"

Begitulah Jungkook menghabiskan waktunya di sekolah. Tidak mungkin berlama-lama duduk dengan kepala tegak memandang penjelasan guru.

Sebenarnya Aku sangat berat menyimpan rasa ini sendirian
Tapi, mau bagaimana lagi??
Aku takut nanti malah melukai persahabatan kita kawan...
Tunggu aku dapat keyakinan.

Saranghae.....Love you

TBC

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (6)
  • indriyani

    @yurriansan Iyaa ya, haha๐Ÿ˜. Soalnya aku mikirnya kata-kata yg itu kayanya sering deh didenger, wkwkw. But, thanks masukannya. ๐Ÿ˜Š

    Comment on chapter Dia-ku
  • yurriansan

    aku ada masukan nih, untuk istilah asing baiknya dikasih footnote. untuk orang yang udah lama gk ke korea (drama, maksudnya) gk tau artinya. so far bagus. kental korea,

    Comment on chapter Dia-ku
  • indriyani

    @aisalsa09 Okee oke.. Makasih ya sarannya ๐Ÿ˜˜

    Comment on chapter Lukisan Dia
  • indriyani

    @ShiYiCha makasih yaw hehe

    Comment on chapter Lukisan Dia
  • aisalsa09

    Aku sukanya Jung Soek dong, wkwk
    Btw untuk bagian deskripsi, yang cerita tentang, C nya kapital aja gimana? Hwaiting eonni :))

    Comment on chapter Dia-ku
  • ShiYiCha

    Korea-nya kental sekaleh. Good FF

    Comment on chapter Lukisan Dia
Similar Tags
Let it go on
1082      763     1     
Short Story
Everything has changed. Relakan saja semuanya~
Dear Diary
453      278     1     
Fantasy
Dear book, Aku harap semoga Kamu bisa menjadi teman baikku.
Taarufku Berujung sakinah
5679      1565     1     
Romance
keikhlasan Aida untuk menerima perjodohan dengan laki-laki pilihan kedua orang tuanya membuat hidupnya berubah, kebahagiaan yang ia rasakan terus dan terus bertambah. hingga semua berubah ketika ia kembai dipertemukan dengan sahabat lamanya. bagaimanakah kisah perjuangan cinta Aida menuju sakinah dimata Allah, akankah ia kembali dengan sahabatnya atau bertahan degan laki-laki yang kini menjadi im...
Putaran Waktu
572      388     6     
Horror
Saga adalah ketua panitia "MAKRAB", sedangkan Uniq merupakan mahasiswa baru di Universitas Ganesha. Saat jam menunjuk angka 23.59 malam, secara tiba-tiba keduanya melintasi ruang dan waktu ke tahun 2023. Peristiwa ini terjadi saat mereka mengadakan acara makrab di sebuah penginapan. Tempat itu bernama "Rumah Putih" yang ternyata sebuah rumah untuk anak-anak "spesial". Keanehan terjadi saat Saga b...
A - Z
2490      847     2     
Fan Fiction
Asila seorang gadis bermata coklat berjalan menyusuri lorong sekolah dengan membawa tas ransel hijau tosca dan buku di tangan nya. Tiba tiba di belokkan lorong ada yang menabraknya. "Awws. Jalan tuh pake mata dong!" ucap Asila dengan nada kesalnya masih mengambil buku buku yang dibawa nya tergeletak di lantai "Dimana mana jalan tuh jalan pakai kaki" jawab si penabrak da...
Maroon Ribbon
450      314     1     
Short Story
Ribbon. Not as beautiful as it looks. The ribbon were tied so tight by scars and tears till it can\'t breathe. It walking towards the street to never ending circle.
Warna Rasa
10510      1839     0     
Romance
Novel remaja
THE WAY FOR MY LOVE
412      317     2     
Romance
Dibawah Langit Senja
1316      786     6     
Romance
Senja memang seenaknya pergi meninggalkan langit. Tapi kadang senja lupa, bahwa masih ada malam dengan bintang dan bulannya yang bisa memberi ketenangan dan keindahan pada langit. Begitu pula kau, yang seenaknya pergi seolah bisa merubah segalanya, padahal masih ada orang lain yang bisa melakukannya lebih darimu. Hari ini, kisahku akan dimulai.
Percikan Semangat
840      445     1     
Short Story
Kisah cinta tak perlu dramatis. Tapi mau bagaimana lagi ini drama yang terjadi dalam masa remajaku. Cinta yang mengajarkan aku tentang kebaikan. Terima kasih karena dia yang selalu memberikan percikan semangat untuk merubahku menjadi lebih baik :)