Read More >>"> Secret World (BAB 2 : Stephen Rodriguez) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Secret World
MENU
About Us  

Stephen Rodriguez

Bagi Stephen saudaranya adalah yang utama. Lebih utama dari dirinya sendiri. Meski dia tahu kedua saudaranya memang nyentrik. Dan bahkan cenderung membuat masalah disana-sini. Saling berantem yang membuat tetangga mereka tergopong-gopoh datang. Takut-takut mereka dalam masalah. Padahal itu hanya ulah yang dilakukan kedua kakaknya. Dan tentu saja Stephen menutupi apa yang mereka lakukan dengan sangat sempurna. Begitu sempurna hingga tak ada seorang pun yang curiga.

Tapi tetap saja, dengan sifat kakak pertama yang dingin, dan irit bicaranya minta ampun atau banyak bicara jika sedang menggerutu. Sampai kakak keduanya yang cerewet, Trouble Maker, dan jahilnya nggak ketulungan. Setidaknya dia bersyukur bisa hidup selama ini. Karena dia yakin dia harus mengendalikan kedua kakaknya.

Seperti kali ini, dia yang memang duduk didepan sesekali melirik kaca spion hanya untuk melihat kakak keduanya yang meringis kesakitan. Sekaligus tak pernah berhenti mengingatkan pengemudi Volvo mereka untuk tidak menginjak terlalu dalam. Apalagi ketika melihat tangan lelaki berdegradasi hitam merah itu mencengkram kemudi erat-erat. Bahkan tangannya yang pucat semakin memutih, hampir seperti tulang tanpa kulit. Stephen takut jika kemudi itu akan patah, atau bahkan hancur, karena tak kuat menahan beban cengkraman tangan kakaknya.

Kadang-kadang Stephen bertanya-tanya, bagaimana jika dia membiarkan Mike duduk di posisinya sekarang? Atau membiarkan dirinya mengendarai mobil sendiri? Oh jangan ... Stephen menggeleng kuat-kuat, itu bakal jadi hal yang buruk. Dengan perangai kakak pertamanya yang gila kecepatan, dan Mike yang disinyalir mengidap GPPH(Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktifitas)? Dia tak yakin mereka akan selamat sampai tujuan.

"Sepertinya kau masih kesakitan, Mike?" tanya Stephen memecah keheningan di dalam mobil mereka.

Merasa dipanggil, Mike menghadap ke depan. Menatap Stephen dan Jason—yang meliriknya—bergantian. Sebelum memajukan bibirnya, ngambek. "Diseret Jason tadi malam, dicekik, disetrum, jatuh dari tangga lantai dua," gerutunya. "Wow itu sangat tidak sakit, Stephen."

Stephen mengangkat sebelah alisnya. Terkekeh geli ketika mengingat kejadian tadi pagi. Itu salah kakaknya sendiri. Meski sedikit banyak dia menyalahkan diri sendiri yang tidak bangun lebih pagi. Sebenarnya dia bangun seperti biasa. Seharusnya lebih pagi dari kedua kakaknya.

Ketika sinar matahari menerobos gorden kamarnya, dia membuka mata. Mengusap matanya pelan, sebagai kebiasaan ketika bangun dari tidurnya. Berdiri, dan membuka gorden kamar untuk membiarkan mentari yang minim cahaya karena tertutup awan masuk kekamarnya. Matahari itu tidak cukup kuat untuk menyakitinya. Hari ini seperti biasa hujan gerimis mengguyur kota, meski cahaya matahari masih bisa menerobos sela-sela awan. Stephen tersenyum kecil, semoga hari pertamanya akan berjalan baik.

Tapi ...

Sebuah debuman keras membuatnya berjengit. Sedikit panik mengingat debuman itu terlampau dekat. Takut bila vampil lain menyerang mereka lagi seperti sebelumnya. Namun, ia segera menghembuskan nafas lega, ketika suara Mike mengikuti selanjutnya. Karena dia sudah tahu dengan jelas, dari mana asal debuman yang setara dengan tabrakan antara truk, dan dinding.

"Sakit ... sakit ... oke aku nyerah," teriak Mike panik. Suaranya semakin meninggi, memekik panik. "Jangan disetrum!"

Mulut Stephen tanpa sadar terkikik geli. Bukan hal aneh ketika mendengar beberapa debuman, dan teriakan nyaring yang panik dari kakak keduanya. Stephen tahu betul perangai saudaranya. Ratusan tahun hidup bersama bukan isapan jempol belaka. Semenjak lahir mereka yang hanya berjarak beberapa menit, hingga sekarang terkurung dalam tubuh abadi pemuda tujuh tahun—meskipun Jason berusia enam belas tahun, tak hanya sebuah lelucon.

Stephen memperhatikan, dan diperhatikan. Memarahi, dan dimarahi—Jason, hanya Jason yang memarahinya, selebihnya Mike hanya acuh saja. Saling tegur, dan tentu saling terjadi konflik. Kehidupan ratusan tahun tidak mulus-mulus saja. Banyak hal yang terjadi. Dan lelucon keterlaluan Mike sudah menjadi bahan sehari-hari. Bukan hal yang patut ditakutkan, meski reaksi Jason terkadang menakutkan.

Helaan nafas keluar dari bibir Stephen, ketika dia membuka pintu kamar Jason. Mendapati kedua kakaknya sedang dalam keadaan yang tidak bagus. Mike yang meringis pelan. Kelihatan sekali dia sedang menahan sakit dari cekikan Jason, yang bahkan membuatnya terangkat beberapa inchi ke udara. Membuatnya seolah-olah seperti boneka tak berbobot. Sekaligus menatap ngeri tangan Jason yang memercikkan listrik merah. Mike sudah berkali-kali merasakan bagaimana tubuhnya mati rasa karena listrik Jason, namun nyatanya dia tidak pernah kapok untuk mengerjai kakaknya. Terkadang Stephen heran, bisa-bisanya Mike terus-terusan mengganggu Jason, padahal bila Jason mencoba membalasnya dia tidak bisa melakukan apa-apa kecuali meminta pertolongan.

Sementara Jason dengan wajah dinginnya menatap Mike bengis. Jelas itu bukan posisi yang seharusnya kalian temui jika saudara kalian saling bertengkar. Meski Stephen tahu, Jason takkan menyakiti Mike hingga membahayakan nyawanya. Tapi tidak menutup kemungkinan, Jason akan menghukum Mike dengan keterlaluan. Tergantung apa yang dilakukan Mike, mungkin?

Sirat memohon ditangkap Stephen dari mata Mike. Memberi isyarat untuk segera menolongnya sebelum disetrum terlalu parah. Tapi dalam hati Stephen ingin melihat Mike dihukum Jason sendiri. Biar jera.

"Jason," desahnya. "Aku yang akan menghukumnya." Namun tetap saja dia tidak tega.

Jason menatap Stephen tajam. Kelihatan tak setuju dengan ucapan Stephen. Jason sudah berulang kali mengatakan padanya untuk tidak terlalu lunak pada Mike. Dia sudah membuat Jason muak. Kejahilannya diatas rata-rata. Bagaimana bisa seorang adik menerbangkan kakaknya yang sedang tidur? Tapi, toh Mike dilepaskan begitu saja, meski pantat mencium lantai dengan keras. Mike meringis kecil. Mengusap lehernya yang dicekik, dan menggerutu pelan.

"Keluar!" titah Jason dingin. Tatapanya tajam, seolah dia siap menghanguskan Mike saat itu juga. "Sebelum aku melemparmu tak peduli kau mendarat dimana!"

Mike buru-buru menyingkir. Ancaman kakaknya itu bukan ancaman kosong. Jason memang takkan segan-segan melemparnya. Sementara Stephen mengikuti, dan kembali berjengit ketika pintu ditutup dengan keras. Jelas sekali Jason sedang marah hari ini. Mata Stephen memicing menatap Mike yang masih mengusap leher, dan menggerutu sendiri.

"Apa yang kau lakukan?"

Mike terkekeh. Menatap Stephen dan menariknya pergi dari lokasi. "Hanya mengerjainya."

"Jawaban yang hampir setiap saat kudengar," dengus Stephen. "Spesifiknya?"

Mike menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Menggumam tidak jelas sambil melepas topinya, dan memasangnya kembali. Stephen tahu itu adalah kebiasaan kakaknya jika tak ingin bercerita. Mungkin takut dihukum. Mungkin 'mengerjai kakak'nya tadi keterlaluan.

"Apa?" Desak Stephen.

Mike terkekeh. "Aku hanya melemparinya dengan bola angin," katanya. Kalau kalian mau tahu, bola angin yang maksud Mike bukan balon. Melainkan anginnya yang dia bentuk menjadi pusaran bola dan bila dilemparkan akan mengacak-ngacak sekitanya. "Ekspresi Jason yang baru saja tidur pulas, lalu diganggu dengan melayang di udara. Wow ... itu adalah yang terbaik.”

"Jadi kau dengan susah payah bangun pagi hanya untuk mengerjai Jason?" Mike mengangguk menyetujui. Sedikit geli mendengar Stephen menyindirnya dengan 'susah payah bangun pagi.' Dan Stephen tahu betul, tak ada sedikitpun penyesalan darinya. "Kau ... uh..."

"Ayolah Stephen," hardiknya. "Itu lucu. Salah Jason tak punya selera humor. Kaku. Terlalu serius. Aku hanya ingin dia tertawa. Tapi saat matanya merah tadi." Mike bergidik ngeri. "Oh God ... Itu menyeramkan. Aku bahkan berhenti ketawa."

"Sepertinya tingkat ke masokisanmu terlalu akut, Mike," gumam Stephen. Dia mengetuk-ngetuk kakinya dengan gelisah. "Sebaiknya kau tak melakukan itu. Karena kurasa Jason cukup ehm... siaga? Entahlah... dia selalu begitu. Tapi akhir-akhir ini."

Ssebenarnya Stephen tak mengerti jalan pikiran Mike. Sejak dulu dia memang begitu. Tak berubah. Usil. Jahil. Ah dan sebagainya lah. Sifat mereka bertiga benar-benar bertolak belakang. Dan hanya satu yang menjadi sifat mereka bertiga, keras kepala. Meski begitu, dialah yang harus banyak-banyak mengalah. Menjadi pengawas mereka. Memantau. Karena jika meleng dikit, mungkin rumah akan terbakar. Dan itu sudah pernah terjadi sebelumnya.

Stephen terkekeh geli. Mengingat kejadian tadi pagi dimana Jason yang masih kesal dengan ulah Mike tadi pagi memanggil—atau lebih tepat membentak—Mike untuk segera turun. Membuat Mike tergesa-gesa memakai jaketnya, dengan mulut menggigit topinya. Mungkin karena itulah dia tidak sadar sudah berada diujung tangga. Membuatnya mau tak mau meluncur mulus dari lantai dua, melewati anak tangga. Dan itu pasti sakit. Padahal dia bisa terbang, bagaimana mungkin dia bisa seceroboh itu hingga berguling-guling di tangga?

"Jangan tertawa terus, Stephen!” gerutuan Mike menariknya dari pikirannya yang mengingat kejadian tadi pagi. Membuatnya membalikkan badan, untuk melihat pemuda degradasi langit itu. "Tapi tak masalah. Hei ... apa sekolah ini akan banyak cewek cantik?"

Bola mata Stephen berotasi. Cewek. Satu dari sekian banyak sifat buruk Mike. Badboy. Kembali Stephen membalikkan tubuhnya, dan menatap papan kayu yang akan segera dilewati. Papan kayu reot setinggi beberapa meter, dengan tulisan Rain's Town Academy. Matanya beralih pada bangunan sekolah.

Bangunan tiga lantai, yang cukup luas. Berwarna merah bata, dan berlumut. Penciumannya yang tajam bisa merasakan itu. Sementara lapangan parkirnya tergolong luas. Cukup bagus untuk sekolah pinggir kota. Pohon-pohon menjulang, mengelilingi sekolah ini. Membuatnya cukup asri, meski lebih cenderung ke suram. Tapi itu sudah biasa bagi Stephen. Dia menatap jendela kelas, dimana para cewe sedang berteriak, dan saling ngobrol satu sama lain. Menatap satu persatu wajah untuk menjawab pertanyaan Mike.

"Kau bisa melihatnya langsung."

Mike terkekeh. "Cukup cantik. Beberapa masuk daftar teman kencan."

Mobil berhenti setelah mendapat tempat parkir. Sementara pengemudi mobil mendengus mendengar ucapan Mike. "Kencan. Kupikir mereka cuma orang-orang bodoh yang mengagumi kita karena mereka tak tahu. Berani bertaruh? Mereka bakal kabur jika tahu kita siapa. Dan lagi ... mereka berisik sekali."

"Jika kau kebanyakan menggerutu. Menukikkan alis kebawah. Memberi deathglare ke semua orang." Mike membalas. Nadanya penuh kejahilan meski matanya terfokus ke para gadis. "Wanita tidak akan mau dekat-dekat denganmu, bahkan jika mereka tak tahu bahwa kau Vampir."

Mike tergelak. Sementara Jason membuka pintunya keras, dan keluar dari mobil. Kesal. Stephen tahu Jason sedang menggerutu di luar sana. Dan saat pintu mobil ditutup keras, Mike semakin keras tertawa. "Dia ngambek."

"Jangan banyak menggoda Jason!" tegurnya. Yang kemudian mengikuti Jason keluar. Menatap ke langit yang masih menjatuhkan muatan. Namun tak cukup banyak untuk membuat mereka basah kuyup. Teriakan para cewe semakin terdengar. Membuatnya sedikit tersenyum ramah. Dia bukan Mike yang bakal tersenyum lebar, dan membuat suasana semakin memanas. Namun senyum itu sedikit luntur digantikan dengan teguran ketika melihat Jason hanya memasukkan tangannya kedalam saku celananya, dan menggerutu. "Sedikitlah tersenyum!"

Teguran Stephen hanya dibalas dengan dengusan. Membuatnya menggeleng kecil. Menyerah dengan sikap kakaknya, toh dia tidak benar-benar memintanya tersenyum. Biar sajalah dia berperilaku semaunya, lagipula Jason lebih tahu bagaimana bersikap aman dari dirinya. Stephen kembali melengok kedalam mobil melihat Mike yang semakin keras tertawa.

"Cepatlah keluar, Mike! Kau akan suka ini."

"Ya ya ya..." Mike membuka pintu mobil. Keluar sambil nyengir lebar. "Tunggu tunggu seperti ini kan?" Lalu membanting pintu sekeras yang dilakukan Jason. Stephen menggeleng pelan. Keluar lagi deh sifat jahilnya. Padahal lima menit yang lalu, dia merajuk karena masih merasa sakit. Dan sekarang? Huh... Stephen tak habis pikir. Kenapa dia begitu jahil?

Namun, tanpa sadar dia terkekeh geli melihat Jason semakin menggerutu. Dia tahu Mike melakukan itu agar Jason tak begitu terlarut dalam pikirannya sendiri. Stephen tahu kakaknya itu selalu memendam masalah sendiri. Baik itu ada Vampir lain, atau apapun yang menganggu Stephen, dan Mike. Dan Mike pernah bilang bahwa, ia tak ingin Jason terlalu kaku. Dia ingin Jason sedikit berekspresi. Tapi meski caranya aneh-aneh. Huh... dia tak pernah tahu jalan pikiran mereka berdua. Tapi yang pasti Stephen sendiri tahu, mereka dekat dengan cara mereka sendiri.

Tanpa sengaja ia menatap gadis yang terkikik geli melihat Mike melambaikan tangannya riang. Membuat semua siswi berteriak heboh, kecuali gadis itu. Dia hanya tertawa kecil. Gadis itu berbeda. Tak terpesona. Hanya menganggap mereka orang biasa. Tapi sekilas matanya mengandung ketertarikan pada kelakuan Mike. Padahal yang lain hanya terpesona. Dia unik. Sangat jarang Stephen temui selama hidupnya. 

Kembali Stephen menggeleng pelan. Mengalihkan perhatian dari gadis itu, mungkin mereka akan bertemu. Dan dia akan menjadi teman yang baik. Tidak seperti yang lain, tergagap dulu saat dia mengajak mereka bicara. Huh ... terkadang dia tak menyukai respon manusia yang terlalu mengagumi mereka.

"Stephen."

Sekali lagi senyuman ramah dilontarkan. Ketika Jason hanya mendengus, dan mengajak—memerintahkan—ny untuk masuk kedalam. Dia tahu mereka bakal dapat banyak fans seperti sebelum-sebelumnya, dan Mike akan sangat menikmati itu.

"Hei!" panggil Mike. Dia tergopoh-gopoh mengikuti. "Ayolah jangan meninggalkanku!”

"Itu salahmu terlalu uhh... Jason tak menyukainya."

"Itu karena Jason terlalu kaku,” katanya santai. Dia meletakkan tangannya di belakang kepala. Menyangganya, mengerling ketika tidak mendapati siapapun di koridor.

Jason melirik ke belakang, membuat Mike bergidik pelan. Dan menjawab. "Hanya berkata sejujurnya,” katanya. Dia mengangkat kedua tangannya membuat gestur menyerah. “Kita kan sedang men'drama', kau tahu? Jadi sedikitlah sukai peranmu. Kau seperti boneka yang dijalankan. Huu... aku sih tidak mau. Aku suka bersenang-senang. Dan berkencan adalah salah satuya."

"Sedikit banyak kau benar. Meski aku tak suka pada bagian berkencan. Kau banyak mengundang masalah karena kencan." Stephen mengangguk sekaligus mengingatkan Mike tentang semua masalah yang dia timbulkan saat dia berkencan. Menatap koridor, dan berkata. "Drama baru sebagai manusia di sekolah ini dimulai."

Sementara kedua pasang mata menatapnya dengan pandangan yang berbeda. Bosan—dan terlihat merepotkan—dan semangat.

"Ya!"

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • dede_pratiwi

    baca prolognya sebentar berasa lg settingan film twilight, kota hujan hehe. but nice story, kusampai terlarut dalam pensetinggan. udah kulike dan komen storymu. mampir dan like storyku juga ya. thankyouu

    Comment on chapter BAB 1 : Olivia Hale
Similar Tags
AUNTUMN GARDENIA
113      97     1     
Romance
Tahun ini, dia tidak datang lagi. Apa yang sedang dia lakukan? Apa yang sedang dia pikirkan? Apakah dia sedang kesulitan? Sweater hangat berwarna coklat muda bermotif rusa putih yang Eliza Vjeshte kenakan tidak mampu menahan dinginnya sore hari ini. Dengan tampang putus asa ia mengeluarkan kamera polaroid yang ada di dalam tasnya, kemudian menaiki jembatan Triste di atas kolam ikan berukura...
SILENT
4787      1449     3     
Romance
Tidak semua kata di dunia perlu diucapkan. Pun tidak semua makna di dalamnya perlu tersampaikan. Maka, aku memilih diam dalam semua keramaian ini. Bagiku, diamku, menyelamatkan hatiku, menyelamatkan jiwaku, menyelamatkan persahabatanku dan menyelamatkan aku dari semua hal yang tidak mungkin bisa aku hadapi sendirian, tanpa mereka. Namun satu hal, aku tidak bisa menyelamatkan rasa ini... M...
Life
258      177     1     
Short Story
Kutemukan arti kehidupan melalui kalam-kalam cinta-Mu
Viva La Diva
571      368     0     
Short Story
Bayang mega dalam hujan
Heliofili
1652      841     2     
Romance
Hidup yang sedang kami jalani ini hanyalah kumpulan berkas yang pernah kami tandatangani di kehidupan sebelumnya— dari Sastra Purnama
Until The Last Second Before Your Death
431      308     4     
Short Story
“Nia, meskipun kau tidak mengatakannya, aku tetap tidak akan meninggalkanmu. Karena bagiku, meninggalkanmu hanya akan membuatku menyesal nantinya, dan aku tidak ingin membawa penyesalan itu hingga sepuluh tahun mendatang, bahkan hingga detik terakhir sebelum kematianku tiba.”
Creepy Rainy
400      265     1     
Short Story
Ada yang ganjil ketika Arry mengenal Raina di kampus. Fobia hujan dan bayangan berambut panjang. Sosok berwajah seperti Raina selalu menghantui Arry. Apakah lelaki itu jatuh cinta atau arwah mengikutinya?
Musyaffa
94      80     0     
Romance
Ya, nama pemuda itu bernama Argya Musyaffa. Semenjak kecil, ia memiliki cita-cita ingin menjadi seorang manga artist profesional dan ingin mewujudkannya walau profesi yang ditekuninya itu terbilang sangat susah, terbilang dari kata cukup. Ia bekerja paruh waktu menjadi penjaga warnet di sebuah warnet di kotanya. Acap kali diejek oleh keluarganya sendiri namun diam-diam mencoba melamar pekerjaan s...
Tower Arcana
719      523     1     
Short Story
Aku melihat arum meninggalkan Rehan. Rupanya pasiennya bertambah satu dari kelas sebelah. Pikiranku tergelitik melihat adegan itu. Entahlah, heran saja pada semua yang percaya pada ramalan-ramalan Rehan. Katanya sih emang terbukti benar, tapi bisa saja itu hanya kebetulan, kan?! Apalagi saat mereka mulai menjulukinya ‘paul’. Rasanya ingin tertawa membayangkan Rehan dengan delapan tentakel yan...
Hanya Untukku Seorang
870      447     1     
Fan Fiction
Dong Hae - Han Ji bin “Coba saja kalo kau berani pergi dariku… you are mine…. Cintaku… hanya untukku seorang…,” Hyun soo - Siwon “I always love you… you are mine… hanya untukku seorang...”